UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

INDIA – UMAT KATOLIK GOA BENTUK ASOSIASI UNTUK MENJEGAL PARA PASTOR “SOMBONG”

Mei 7, 2008

Para imam “yang bersifat diktator” di Negara Bagian Goa mungkin akan mengubah cara mereka setelah sejumlah umat membentuk sebuah asosiasi untuk “menempatkan segala sesuatunya pada tempatnya” dalam Gereja.

Asosiasi Seluruh Umat Paroki Goa (AGPA, All Goa Parishioners Association) akan menaruh perhatian kepada para imam paroki yang “bersikap diktator,” selain memerangi korupsi dan kurangnya kebebasan beragama di Gereja, kata S.B.Faria, penasehat asosiasi itu, kepada UCA News 22 April.

Faria, yang juga seorang penuntut umum luar biasa dari Central Bureau of Investigation (Biro Sentral Investigasi), agen investigasi independen utama, adalah satu dari sekitar 200 umat Katolik yang mengadakan pertemuan di Margao pada 18 April untuk membentuk AGPA. Kota Margao, sekitar 1.940 kilometer selatan New Delhi, merupakan pusat perdagangan di negara bagian di India barat itu.

Sejumlah imam tidak memberi pelayanan sakramen kepada umat yang berani menantang mereka, demikian Faria, dengan mengungkapkan seorang imam dalam satu kasus yang menolak memberi pengurapan terhadap seorang yang sakit, dan sanak keluarga orang itu mendiamkan saja hal itu karena mereka miskin. Dia juga menyebut kasus-kasus yang katanya para imam menangani dana paroki secara sembrono.

“Kami ingin membuat segala sesuatu teratur,” jelas Faria.

Para pendiri kelompok ini bermaksud mendidik umat paroki tentang hak-hak mereka dalam Gereja, terutama ketika para imam menolak menerapkan usul-usul dengan dalih dewan paroki tidak menyetujui berbagai inisiatif seperti itu. Komisi-komisi Gereja (dewan-dewan paroki) ini seringkali tidak berfungsi di sejumlah paroki, tambahnya.

Penasehat itu memperjelas bahwa asosiasi itu tidak bermaksud menyakiti siapapun, karena itu asosiasi itu tidak akan mengembar-gemborkan keluh-kesah umat itu.

Sejumlah imam menolak berkomentar, walaupun ada sejumlah upaya yang dilakukan UCA News untuk menyingkapkan pandangan imam-imam itu tentang kelompok baru itu.

“Saya sungguh tidak tahu harus bilang apa,” kata Pastor Joaquim Loiola Pereira, sekretaris Uskup Agung Goa-Daman Mgr Filipe Neri Ferrao. Pastor Kyriel D’Souza, salah satu imam yang menonjol di keuskupan agung itu, mengatakan kepada UCA News bahwa dia sudah sedikit mendengar tentang kelompok itu dan tidak tahu apa “yang dibicarakan” kelompok umat itu.

Asal usul asosiasi itu dapat ditelusuri ke awal Februari, ketika pastor dari Paroda mengatakan bahwa dia tidak akan mengijinkan paroki merayakan pesta Maria Dikandung Tanpa Noda dua kali dalam setahun. Secara tradisional, paroki itu merayakan pesta itu pada satu dari tujuh hari Minggu di masa Paskah. Imam paroki itu mengatakan, dia hanya mengijinkan pesta itu pada 8 Desember, hari yang dikhususkan Gereja Universal untuk pesta itu.

Umat paroki mengundang Pastor Mousinho Ataide, dosen di seminari tinggi setempat, untuk mengklarifikasi hal itu. Imam itu menjelaskan bahwa Gereja tidak mengijinkan Misa Minggu dan bacaan-bacaan yang mengacu pada Bunda Terberkati pada masa Natal dan Paskah. Namun, dia tidak melarang perarakan, pujian, dan doa-doa untuk menghormati Bunda Terberkati setelah Misa.

“Bagi umat, inilah arti pesta itu,” kata Pastor Ataide kemudian kepada UCA News. Walaupun “idealnya” pesta itu dirayakan 8 Desember, lanjutnya, umat paroki setempat sudah secara khusus merayakannya pada liburan Mei, ketika orang Goa yang tinggal di mana-mana kembali ke akar mereka untuk reuni keluarga.

Kontroversi ini mendorong Mgr Ferrao meminta paroki-paroki agar menginformasikan kepadanya tentang perubahan apapun menyangkut perayaan-perayaan hari pesta. Prelatus itu juga ingin agar paroki-paroki mengadakan sebuah program selama setahun untuk mendidik umat sebelum membuat perubahan apapun.

Ketua Asosiasi Katolik Goa, E.O.Mendes, menyambut baik AGPA, dengan mengatakan bahwa AGPA akan menjadi sarana bagi umat untuk menyampaikan keluhan dan bukan menggembar-gemborkan keluhan-keluhan itu.

Asosiasi baru itu akan membantu pemimpin Gereja untuk memberi “respon yang lebih teratur” terhadap berbagai masalah, “yang sudah lama dan berbeda dari paroki ke paroki lain, karena kebutuhan dan respons yang bersifat lokal,” jelasnya.

Elsewick Luis, seorang umat awam, berbicara dengan UCA News tentang sebuah “sistem checks and balances” di Goa. Dia berharap bahwa AGPA bisa membuat para imam paroki “yang sombong” itu menjadi lebih bersahabat.

Caetano Peres, bendahara sebuah kapel beberapa tahun lalu, juga menyambut baik asosiasi itu, karena banyak imam paroki “sombong karena punya kuasa untuk mengatakan putih walaupun sesungguhnya hitam.” Dia bercerita tentang penolakan imam parokinya memutihkan catatan keuangan renovasi kapel sampai bendahara mengancam akan menuliskan hal itu ke berbagai pejabat yang berwenang.

“Saya dianggap merumitkan persoalan karena berusaha melakukan apa yang benar,” kata Peres. Sekarang umat paroki bisa menyampaikan keluhan mereka lewat asosiasi baru itu, “jadi situasi yang tidak menyenangkan tidak digembar-gemborkan ke luar sehingga menjadi bahan bagi umat agama lain untuk mencemoohkan Gereja.

END

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi