UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

ASIA – PEMIMPIN GEREJA ASIA BUTUH INKULTURASI YANG SESUAI

Mei 7, 2008

Personel Gereja menyoroti berbagai cara untuk menginkulturasikan Injil ke dalam kebudayaan-kebudayaan Asia Selatan, yang didominasi oleh kebudayaan Buddha, Hindu, atau Muslim.

Tigapuluh Tujuh peserta terdiri dari uskup, imam, seminaris, suster, dan umat awam dari Bangladesh, India, Myanmar, Nepal, Pakistan dan Sri Lanka menghadiri pertemuan 29 April–2 Mei di Godavari yang tidak jauh dari Kathmandu itu. Pertemuan itu membahas topik inkulturasi.

Dewan Kepausan untuk Kebudayaan di Vatikan menyelenggarakan pertemuan itu untuk para direktur berbagai pusat kebudayaan Katolik di Asia Selatan. Tema pertemuan itu adalah Catholic Cultural Centers in South Asia: Laboratories for the encounter of the Gospel and core cultural values (Pusat Kebudayaan Katolik di Asia Selatan: Laboratorium untuk Pertemuan Injil dengan Nilai-Nilai Inti Kebudayaan). Dalam sesi-sesi lokakarya itu, sebelas pembicara termasuk satu pembicara dari setiap negara memberi presentasi, dan para peserta mengidentifikasi bidang-bidang keterlibatan mereka.

“Personel Gereja perlu berusaha lebih keras untuk lebih cakap berbicara dalam bahasa masyarakat. Ini akan menjadi tanda kehadiran Gereja di tengah kebudayaan-kebudayaan manusia,” demikian pernyataan akhir mereka. Pastor Theodore Mascarenhas, pimpinan Kantor Asia dari dewan kepausan itu, membacakan keras-keras pernyataan akhir itu kepada kelompok itu.

“Peringatan bersama festival-festival kebudayaan perlu diselenggarakan di mana saja memungkinkan. Festival-festival ini memberi kita suatu peluang unik untuk secara publik menyampaikan pesan-pesan ucapan selamat kepada kelompok-kelompok lain dan dengan begitu meningkatkan kerukunan antaragama,” tulis pernyataan itu.

Pertemuan itu mengidentifikasi dialog antaragama sebagai sebuah bidang lain yang penting, tapi dalam pengertian aktif ketimbang pasif.

“Pusat-pusat kebudayaan Katolik perlu menjangkau masyarakat, dengan sikap peka dan terbuka, daripada mengharapkan mereka datang kepada kita,” demikian saran dalam pernyataan itu. “Tidak kalah pentingnya, terutama di pusat-pusat perkotaan, untuk meningkatkan dialog sains-agama di kalangan para cendekiawan, sebagai bagian dari evangelisasi kebudayaan.

Para peserta juga menekankan pentingnya makan bersama dengan orang-orang dari komunitas-komunitas yang berbeda, menjangkau masyarakat biasa, dan menggunakan cerita rakyat, mitologi, kisah-kisah, dan perumpamaan untuk memasukkan nilai-nilai Injil ke dalamnya.

“Pembinaan personel dalam bidang dialog lintas budaya sangat dibutuhkan dewasa ini,” demikian pernyataan mereka. Pernyataan itu mendorong dewan kepausan itu untuk “menulis surat kepada para Uskup untuk mencari dukungan mereka guna mengidentifikasi institusi-institusi yang memberikan pelayanan dalam dialog lintas budaya di keuskupan mereka masing-masing.”

Para peserta juga mengungkapkan pentingnya menginjili kebudayaan-kebudayaan. Pusat-pusat kebudayaan Katolik, kata mereka, “dapat memberikan pelayanan signifikan dengan menyediakan ruang dan kesempatan bagi masyarakat marginal untuk secara kritis melihat kekuatan-kekuatan kebudayaan yang dominan yang mempengaruhi hidup mereka, dan menemukan jalan transformasi sesuai terang Injil.”

Lebih jauh dikemukakan, ”festival-festival utama Kristen hendaknya dimanfaatkan untuk mewartakan nilai-nilai Injil melalui bentuk-bentuk kesenian lokal, musik, tari-tarian, melukis, dan tradisi-tradisi kebudayaan rakyat,” lanjut pernyataan itu. Pernyataan itu juga menekankan perlunya pusat-pusat untuk membuat masyarakat sadar akan isu-isu lingkungan hidup dan pentingnya kejujuran dalam kehidupan publik.

Pastor Bernardo Ardura, sekretaris komisi kepausan itu, mengatakan dalam presentasi menyambut para peserta: “Evangelisasi kebudayaan-kebudayaan seharusnya terarah ke inkulturasi sejati, sementara inkulturasi yang tidak tertuju pada evangelisasi atau inkulturasi yang bukan buah evangelisasi hendaknya dihindari demi iman dan demi tidak menjadi gong yang kosong.”

Mengacu khususnya pada Asia Selatan, dia menegaskan bahwa “pusat-pusat kebudayaan Katolik, yang berada di garis depan evangelisasi di suatu wilayah yang Katoliknya hanya minoritas, mewakili Gereja Katolik sejauh mereka memberi kesaksian akan kasih Allah dan belas kasihan Allah kepada umat-Nya.”

India dan Nepal merupakan negara-negara yang berpenduduk mayoritas Hindu, Sri Lanka dan Myanmar berpenduduk mayoritas Buddha, serta Bangladesh dan Pakistan berpenduduk mayoritas Muslim. Umat Kristen hanya kelompok kecil di negara-negara itu. Jumlah paling banyak 8 persen di Sri Lanka dan kurang dari 1 persen di Bangladesh.

Uskup Agung Guwahati asal India Mgr Thomas Menamparampil, dalam presentaasi tentang Yesus Kristus Terang Berbagai Kebudayaan (Jesus Christ the Light for Cultures), mengatakan bahwa dampak globalisasi sedang menantang kebudayaan-kebudayaan tradisional. “Kita bisa yakin akan suatu masa depan yang pasti,” katanya, “hanya jika kita berusaha menuju jawaban-jawaban terakhir yang diilhami oleh kebijaksanaan dan didukung oleh kekuatan nilai-nilai atau peradaban-peradaban kuno kita, dan dituntun oleh terang yang diberikan Yesus.”

END

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi