JABALPUR, India (UCAN) — Sejumlah suster dari komunitas Beata Ibu Teresa mulai “menjangkau” menteri utama Negara Bagian Madhya Pradesh dengan mengadakan acara mengikat rakhi (ikatan persaudaraan) di lengannya pada festival sanak saudara.
Pada Hari Raya Rakshabandan, ikatan perlindungan, 13 suster Kongregasi Cinta Kasih (MC, Missionaries of Charity) mengikuti upacara itu. Pesta untuk merayakan ikatan di antara sesama saudara itu diselenggarakan pada hari bulan purnama pada bulan Sharavn – pada 16 Agustus tahun ini.
Hari itu, para suster bertemu dengan saudara-saudara mereka untuk mengikat rakhi, benang berwarna-warni, pada saudara-saudara pria untuk menyimbolkan hubungan mereka sebagai saudara. Saudara-saudara laki-laki itu kemudian memberi manisan satu sama lain. Saudara dalam hubungan darah serta mereka yang menganggap satu sama lain sebagai saudara biasa merayakan festival itu.
Suster Mamta memimpin para suster yang mengunjungi Menteri Utama Shivraj Singh Chauhan di rumahnya di Bhopal, ibukota negara bagian itu, 745 kilometer selatan New Delhi. Dia mengatakan kepada UCA News pada 17 Agustus bahwa mereka ke sana dengan harapan bahwa dia akan bertindak sebagai “seorang saudara yang baik” dan melindungi mereka dari berbagai serangan kekerasan dari kelompok-kelompok radikal Hindu.
Umat Kristen telah diserang beberapa kali sejak Partai Rakyat India (BJP, Bharatiya Janata Party) yang pro-Hindu dari Chauhan mulai berkuasa di negara bagian itu pada Desember 2003. BJP dianggap sebagai sayap politik dari kelompok-kelompok yang berusaha menjadikan India sebagai sebuah negara teokrasi Hindu. Mereka mengatakan bahwa orang Kristen melakukan karya sosial dan amal kasih untuk meng-Kristen-kan umat Hindu.
Suster Mamta, yang memimpin karya-karya tarekatnya di Madhya Pradesh dan Negara Bagian Chhattisgarh yang bertetangga, mengatakan bahwa ini merupakan yang pertama kali para suster bertemu dengan Chauhan, dan kantor menteri utama itu “lebih mengutamakan” para suster daripada ratusan orang yang ingin bertemu dengan menteri utama itu. Semua suster yang berkunjung itu mengikat rakhi di lengan menteri utama tanpa menyentuh lengan Chauhan, katanya.
Menurut pemimpin rombongan para suster itu, Chauhan berjanji bahwa dia akan berusaha menyelesaikan persoalan-persoalan dari para saudarinya yang mengikat rakhi di lengannya. “Tidak akan ada lagi airmata di mata saudari-saudari saya,” kata suster itu mengutip apa yang dikatakan menteri utama itu. Menurut tradisi, saudara laki-laki yang lengannya diikat oleh para saudarinya itu berkewajiban melindungi para saudarinya.
Suster Mamta mengatakan, dia dan para suster lainnya ingin “menjangkau” menteri utama itu dan menunjukkan kepadanya “apa yang kami lakukan,” khususnya menghadapi “suatu pikiran yang salah” di negara bagian itu bahwa umat Kristen melakukan karya sosial sebagai tameng untuk meng-Kristen-kan kaum miskin.
“Kami ingin menjernihkan suasana kecurigaan, sehingga kami mengundang menteri utama untuk mengunjungi panti yatim piatu dan berbagai lembaga kami. Jika dia melihat sendiri karya kami, dia mungkin akan mengubah pikirannya dan akhirnya bisa menerima bantuan dari komunitas ini,” lanjut suster itu.
Suster Mamta mengatakan, Chauhan memastikan akan melindungi para suster dan menerima undangan mereka untuk bersama istrinya mengunjungi rumah-rumah MC. Dia kemudian mengundang para suster untuk makan siang bersamanya di kediamannya. Menurut suster itu, para tamu tidak diijinkan saling bertukar manisan di kediaman Chauhan demi alasan keamanan.
Suster Jyotsna, seorang suster lain dalam kelompok itu, mengatakan kepada UCA News bahwa dia “merasa gembira dan dihormati.” Menurutnya, “sikap baik” itu akan membantu para suster untuk mendekati menteri utama itu “dalam situasi-situasi sulit.”
Satish Raizada, seorang kontraktor beragama Hindu yang memfasilitasi pertemuan itu, mengatakan kepada UCA News bahwa dia mengambil inisiatif itu karena dia “sangat menghormati” para suster dan “pelayanan mereka yang tulus kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang tidak diinginkan dalam masyarakat.” Dia mengatakan bahwa dia ingin lebih banyak orang Kristen mengikat rakhi pada para tokoh politik untuk mengembangkan “saling pengertian yang lebih mendalam” dan hubungan-hubungan yang baik.
“Jika kita tidak berusaha menjangkau orang lain, siapa yang akan tahu tentang kita?” katanya.
Dalam tahun-tahun belakangan ini, berbagai pertemuan dan seminar yang dilakukan Gereja, termasuk sidang pleno para uskup, mendorong umat Katolik untuk ikut festival-festival dari agama-agama lain sebagai suatu cara inkulturasi.
Beata Ibu Teresa dari Kolkata mendirikan kongregasi itu tahun 1950.
END