UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

INDIA – “Kamar Bercermin” Bantu Orang Menemukan Keilahian dalam Dirinya

Agustus 20, 2008

INDORE, India (UCAN) — Suster C. Lissy tak bisa tahan tertawa ketika dia pertama kali masuk dalam ruang meditasi dari Gerakan Solidaritas Universal (USM, Universal Solidarity Movement).

“Saya melihat sekeliling untuk mencari tabernakel dalam keremangan,” kata suster dari Kongregasi Yesus itu kepada UCA News, “tetapi yang saya lihat adalah sebuah kipas angin kecil di plafon, sebuah bola lampu, dan sebuah cermin besar di dinding.”

Suster berusia 32 tahun yang mengenakan sari itu mulai heran mengapa di kamar meditasi itu bahkan tidak ada sebuah salib, tetapi kemudian tatapannya terpusat pada sebuah tanda hitam dari kayu di atas cermin berukuran dua meter persegi itu. Pada tanda itu tertulis kata-kata dalam bahasa Inggris, “God within” (Allah di dalam), dan sebuah frase bahasa Sansekerta, “Aham brahmasmi“ (Akulah Allah).

Suster yang menjadi seorang relawan di pusat USM di Indore, Negara Bagian Madhya Pradesh, 810 kilometer selatan New Delhi, itu mengatakan, seperti ada arus listrik masuk ke dalam dirinya ketika dia membaca kata-kata itu, namun dia membutuhkan lebih dari seminggu menyelami arti pesan itu.

Ruang meditasi yang tidak biasa itu merupakan kreasi Pastor Varghese Alengaden, 56, yang mendirikan USM 16 tahun lalu untuk memerangi sektarisnisme yang terjadi waktu itu di seluruh India dan menyebabkan lebih seribu orang tewas dalam berbagai kerusuhan.

Gerakan itu, jelas imam itu kepada UCA News, bertujuan untuk menciptaan warga negara yang bertanggungjawab guna meningkatkan kerukunan di berbagai kelompok di India dengan mendorong mereka untuk menghayati nilai-nilai dari agama-agama mereka masing-masing. “Riang bercermin” itu hanyalah salah satu dari berbagai metode yang dia gunakan untuk mempromosikan kerukunan dan solidaritas, katanya.

Pastor Alengaden mengatakan, kata-kata Santo Paulus, “Allah berada di dalam kamu,” mendorongnya untuk membuat ruang itu. Orang berubah secara drastis pada saat mereka mengerti bahwa mereka adalah citra Allah, katanya, dan “kita kemudian tidak punya persoalan untuk menerima pribadi lain juga sebagai citra Allah.” Menurutnya, penyadaran ini akan membantu orang untuk menerima pluralitas dan kesetaraan, dan membuat mereka untuk tidak menyakiti orang lain.

“Rang meditasi itu terbuka untuk semua orang, tetapi hanya satu kali,” lanjut iman berjenggot itu dengan nada bergurau. Dia mengatakan, para relawan USM menghabiskan waktu sedikitnya satu jam sehari di ruang itu ketika mereka berada di Indore, dan mereka memfokuskan pandangan mereka pada citra dalam cermin ketika sedang berdoa.

Menurut Suster Lissy, ruang berukuran enam meter persegi itu tampak sederhana, tetapi berdoa di sana sangat berat. Mulanya, gagasan itu kelihatannya aneh, katanya, dan “saya selalu tertawa melihat bayangan saya di cermin.” Tetapi setelah kurang lebih seminggu, “saya sadar bahwa Allah di dalam diri saya, bukan di sebuah gereja. Saya juga sadar bahwa saya sedang berhadapan dengan diri saya sendiri, dan ini menolong saya untuk berperilaku lebih baik kepada orang lain.”

Dia juga menemukan “makna yang lebih intens” dalam doa di depan cermin ketimbang bermeditasi di depan tebernakle atau di gereja. “Allah itu berbelas kasih, indah, baik, dan penuh belas kasihan, dan begitu juga saya, karena Allah ada dalam diri saya,” lanjutnya.

Penyadaran ini membantunya untuk menanggulangi berbagai prasangka, katanya lebih lanjut. “Anda tidak akan membedakan hitam dan putih, tinggi dan rendah, Hindu dan Muslim, karena semua orang itu citra Allah dan Allah ada dalam diri mereka.”

Dulu, katanya, dia biasa terfokus pada berbagai kekurangan diri ketika berdoa, “namun pada saat Anda mulai menganalisa diri Anda sendiri di depan cermin, Anda akan sadar bahwa apa yang dipikirkan sebagai kelemahan merupakan sebuah berkat yang terselubung. Anda belajar menghargai ciptaan Allah dan bersyukur kepada-Nya.”

Suster Anjali John, mantan direktur USM, mengatakan bahwa ruang yang ada cermin itu menjadi tempat kekuatannya. “Saya dulu biasa berdoa di depan salib atau tabernakeI, sehingga pertama saya merasa sebagai suatu kebodohan untuk berdoa di depan cermin,” katanya kepada UCA News.

Namun, suster dari Tarekat Roh Kudus itu segera sadar bahwa menghadapi diri sendiri itu lebih sulit daripada menghadapi orang lain. “Jika Anda jujur melihat diri Anda sendiri di depan cermin, maka itu akan menjadi kekuatan Anda,” kata suster yang berusia 44 tahun itu.

Suster Sunita Pinto, anggota lain Tarekat Yesus, yang mengikuti program pelatihan selama tiga bulan di pusat USM, mengatakan kepada UCA News bahwa dia menemukan ruang dengan cermin itu “indah,” sekalipun untuk pertama kali dia merasa sedikit terganggu.

Setelah seminggu di ruang itu, direktur USM, Pastor Varghese Kunnath, 49, mengatakan kepada UCA News, orang menjadi sadar akan “kehadiran yang ilahi” di sana, dan “keilahian ini tersingkir oleh refleksi Anda, yang bagaimana pun merupakan suatu yang lain dari citra Allah.”

END

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi