UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

INDONESIA – Warga Suku Tolak Rencana Perkebunan Kelapa Sawit

Agustus 20, 2008

MERAUKE, Papua (UCAN) — Theresia Mejei, seorang warga Suku Yeinan di Kabupaten Merauke, Propinsi Papua, merasa resah jika tanah ulayat yang ditempatinya berubah menjadi perkebunan kelapa sawit.

Rasa resah wanita Katolik berusia 58 tahun itu cukup beralasan, karena hal ini dirasakan oleh delapan suku yang hidupnya bergantung pada kegiatan berburu dan menokok sagu di tanah ulayat tersebut.

Pada Februari 2007, pemerintah kabupaten mengatakan bahwa pemerintah telah menawarkan 1,3 juta hektare lahan di tujuh dari 20 kecamatan kepada para investor untuk perkebunan kelapa sawit. Hingga saat ini, hanya tiga dari 29 investor yang sudah terdaftar telah mendapat persetujuan dari gubernur. Mereka berencana untuk membuka perkebunan kelapa sawit di atas lahan seluas 39.000 hektare di tiga kecamatan.

Namun, sebelum membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit, para investor harus menyerahkan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) kepada pemerintah daerah. AMDAL, yang dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, mencakup aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan.

Berkaitan dengan hal ini, 230 warga Suku Yeinan bertemu pada 16 Juli di Erambu, satu dari enam desa di tanah ulayat yang terletak di Kecamatan Sota, yang berbatasan dengan Papua Nugini. Setelah membahas situasi ini, warga desa menandatangani sebuah surat yang menegaskan bahwa mereka menolak rencana pemerintah itu.

Pada 21 Juli, Ketua Suku Yeinan David Dagujei menyerahkan surat itu kepada Wakil Gubernur Propinsi Papua Alex Hesegem. Erambu merupakan sebuah desa Katolik, begitu pun tiga desa lainnya. Dua desa lain di kecamatan itu dihuni oleh warga suku beragama Protestan.

Setelah menghadiri diskusi warga suku, Mejei mengatakan kepada UCA News bahwa jika perkebunan kelapa sawit mengambil alih tanah ulayat, tempat-tempat sakral dan artifak akan hilang tanpa bekas. Pemerintah daerah salah jika tidak terlebih dahulu membicarakan rencana itu dengan warga setempat, katanya.

Sikapnya senada dengan Yoseph Mario Rosario Mahuze, seorang warga Suku Yeinan yang juga menghadiri diskusi itu. Ia mengatakan kepada UCA News bahwa perkebunan kelapa sawit membutuhkan banyak air sehingga sungai dan rawa bisa mengering. Ia mengingatkan bahwa jika tanah ulayat digunakan untuk perkebunan kelapa sawit, warga suku harus pergi berburu melewati perbatasan di Papua Nugini, dan itu mungkin memicu masalah politik.

“Pemerintah mengatakan bahwa pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit penting untuk meningkatkan derajat hidup masyarakat, namun apakah pemerintah bisa menjamin hal ini?” tanya Mahuze. Perkebunan kelapa sawit yang sudah dikembangkan di Kabupaten Boven Digul dan Kabupaten Keerom, kenangnya, menimbulkan banjir akibat erosi. “Pemerintah seharusnya memikirkan tanaman singkong, kedelai, jagung, tebu dan karet, jenis-jenis tanaman yang biasa ditanam warga suku,” katanya.

Pastor Felix Amias MSC dari Paroki Pelindung Rasul-Rasul di Bupul, sebuah desa Katolik di Sota, mengatakan kepada UCA News di bulan Juli bahwa warga Suku Yeinan menolak rencana pemerintah itu karena mereka ingin membela hak mereka. “Orang Yeinan terlalu baik,” kata imam itu. ”Sebagian tanah telah diserahkan untuk program transmigrasi. Kalau kelapa sawit masuk, mereka tidak punya apa-apa lagi.”

Ia mengatakan bahwa ia tidak yakin kalau pemerintah bisa menjamin bahwa perkebunan kelapa sawit akan mempekerjakan warga setempat, khususnya karena perkebunan kelapa sawit di Boven Digul gagal melakukannya. Gereja Katolik lokal mendukung warga suku dalam masalah ini, lanjutnya, karena ini sungguh mempengaruhi kehidupan mereka.

Namun, Pastor Johanes Kandam CICM, vikjen Keuskupan Agung Merauke, yang mencakup wilayah itu, menolak memberikan komentar tentang sikap resmi Gereja tentang masalah itu.

Meskipun demikian, ia mengatakan kepada UCA News bahwa ia secara pribadi menentang rencana pemerintah itu karena ia tidak yakin para investor akan memberdayakan warga setempat. Menurut dia, perkebunan kelapa sawit di Boven Digul “memberikan keuntungan bagi perusahaan dan tidak memberi keuntungan bagi para pemilik tanah.” Ia menyarankan agar para investor dan warga setempat membicarakan masalah tersebut bersama-sama.

Waryoto, wakil bupati, mengatakan kepada UCA News di akhir Juli bahwa perkebunan kelapa sawit itu bagus untuk perekonomian daerah. “Kami tidak akan membiarkan masyarakat tinggal begitu saja,” janjinya. “Kami akan meminta para investor untuk merekrut tenaga lokal.”

END

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi