UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

MYANMAR – Gereja Tolong Korban Angin Topan yang Trauma

September 26, 2008

LEIEINTAN, Myanmar (UCAN) — Martha Khat War Aye masih trauma karena kehilangan dua putranya ketika Topan Nargis melanda Myanmar lebih dari empat bulan lalu, tetapi para relawan Gereja sedang membantunya menghadapi kenyataan yang mengetirkan itu.

Untuk mengurangi trauma para korban seperti halnya War Aye yang tinggal di Delta Irrawaddy itu, Gereja dan berbagai lembaga swadaya masyarakat memberi bimbingan psikologis.

Kehilangan orang-orang yang dicintai dalam bencana alam 2 Mei itu sungguh memilukan dan para relawan melalui sebuah program yang diselenggarakan oleh Gereja Baptis mengunjungi War Aye dan korban lainnya di Desa Leieintan untuk membantu mengurangi penderitaan mereka.

Sambil duduk di pondok bambunya yang baru dibangun kembali, War Aye, seorang perempuan Katolik berusia 30-an, mengatakan kepada UCA News pada 8 September bahwa dia tidak bisa tidur pada malam hari karena teringat putranya yang berusia 6 tahun yang mati terhanyut dan putranya yang berusia 3 tahun beberapa hari kemudian mati karena kedinginan.

“Rasa tergoncang ini tidak pernah akan lenyap dari ingatan saya,” kata ibu yang kini hidup bersama suaminya yang adalah petani dan seorang putra yang berusia 2 tahun. Desa mereka berada di wilayah Paroki Pyapon, sekitar 120 kilometer barat daya Yangon.

Tujuh relawan Gereja Baptis, yang datang bersama-sama untuk menolong para korban yang selamat, sudah membantunya untuk keluar dari tragedi itu. “Mereka mengajar kami dengan metode bernafas untuk menenangkan pikiran dan untuk keluar dari rasa tertekan, mereka menggunakan metode meditasi,” katanya. “Mereka mendukung kami untuk berdoa rosario sebab mereka tahu bahwa kami Katolik.”

Sekitar 50 dari 2.000 warga Leieintan meninggal dunia dalam bencana alam itu.

Seperti halnya War Aye, Ma Ohn San juga kehilangan anaknya. “Kematian anak tunggal saya itu membuat saya sedih sekali dan banyak menderita,” katanya kepada UCA News di rumahnya dekat sawah.

“Saya berhasil selamat karena memegang erat-erat sebuah pohon berduri sepanjang malam selama angin topan itu, tetapi karena anak saya meninggal, hidup saya penuh dengan perasaan sedih. Untuk bisa tenang, saya kadang-kadang bermeditasi,” katanya.

Perempuan beragama Buddha itu mengatakan para relawan dari Gereja Baptis telah menolongnya dengan mengunjunginya, mendengarkan keluhannya, dan membimbingnya.

Berbagai kelompok Gereja dan lainnya yang memberi pertolongan kepada para korban itu sadar bahwa bantuan yang benar-benar dibutuhkan itu bukan saja perban, obat-obatan, makanan, dan perlindungan.

Ambrose Aung Myo Khaing, seorang relawan Katolik yang kini berkarya di Paroki Pyapon, mengatakan kepada UCA News, “Masyarakat di delta itu tidak hanya memerlukan perawatan medis tetapi juga dorongan psikologis untuk keluar dari trauma akibat angin topan itu.”

Kebanyakan orang desa yang dia temui ingin sekali mengungkapkan perasaan mereka dan membutuhkan seseorang untuk mendengarkan berbagai kesulitan mereka, katanya. “Untuk membuat mereka tenang, saya mendengarkan setiap orang paling tidak selama satu jam, meskipun kadang-kadang bisa sampai dua jam.”

Sejak bulan Juli, Gereja Katolik mengadakan program bimbingan dan telah melatih para relawan untuk menjalani karya yang menghabiskan banyak waktu itu. Sekitar 100 relawan mengunjungi desa-desa di delta itu seperti halnya Desa Leieintan.

Pastor Christopher Raj, moderator Pelayanan Sosial Karuna Myanmar, organisasi pelayanan sosial dari Gereja Katolik, mengkoordinasi program penyuluhan Katolik itu. Dalam pertemuan 6 September yang dihadiri oleh 45 penyuluh relawan dari Paroki Pyapon itu, dia mendorong mereka berbagi pengalaman dan saling menguatkan untuk terus melakukan karya mereka yang baik itu.

“Dalam merehabilitasi para korban, jika aspek-aspek psikologis diabaikan, maka itu bukanlah rehabilitasi yang menyeluruh,” katanya. “Bimbingan psikologis berarti mendengarkan apa yang dirasakan para korban.”

Sekalipun begitu, kita juga masih perlu mengantar para korban untuk mendapat semacam penghiburan rohani.

War Aye mengatakan, lewat bimbingan dari para relawan Gereja Baptis itu, dia tahu bagaimana menangani kesedihan akibat kehilangan anak-anaknya itu. Namun, lanjutnya, “Kami ingin berdoa rosario atau doa-doa lainnya untuk bisa merasakan kedamaian hati.”

END

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi