UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

VIETNAM – Uskup Agung Kiet dan Para Redemptoris Tidak Melanggar Hukum, Kata Para Uskup Kepada Pemerintah

September 30, 2008

BANGKOK (UCAN) — Para uskup Vietnam menyatakan bahwa klerus setempat yang terlibat dalam pertikaian dengan pemerintah di Ha Noi tidak melanggar hukum kanonik, setelah pemerintah meminta mereka untuk menangani para klerus itu.

Nguyen The Thao, ketua Komisi Rakyat Ha Noi, mengajukan petisi kepada Konferensi Waligereja Vietnam untuk “sesuai aturan Gereja menindak keras” Uskup Agung Ha Noi Mgr Joseph Ngo Quang Kiet dan para imam – Pierre Nguyen Van Khai, John Nguyen Ngoc Nam Phong, Matthew Vu Khoi Phung, dan Joseph Nguyen Van That — serta imam-imam Redemptoris yang tinggal di Paroki Thai Ha.

Pada 23 September, Thao meminta waligereja negara itu untuk “memindahkan” Uskup Agung Kiet dan para imam Redemptoris ke tempat-tempat di luar keuskupan agungnya. Pejabat pemerintah itu juga menuduh kelima imam itu menghasut umat Katolik dan para imam lainnya untuk melanggar hukum, menyebabkan kekacauan sosial, dan melakukan berbagai kegiatan keagamaan ilegal.

Sebelumnya pada 21 dan 22 September, Thao mengeluarkan pernyataan yang memberi peringatan kepada Uskup Agung Kiet dan para imam Redemptoris untuk “segera menghentikan berbagai kegiatan mereka yang melanggar undang-undang.” Jika tidak, mereka akan berhadapan dengan hukum, demikian ancamannya.

Pada 25 September, Komisi Rakyat dari Distrik Hoan Kiem, tempat letak bekas kedutaan Vatikan yang diperdebatkan itu, menjatuhkan denda 1.750.000 dong (US$106) atas rumah kediaman uskup agung itu karena menempatkan sebuah salib dan patung Pieta di pekarangan bekas kedutaan. Pemerintah memindahkan salib dan patung itu dari sana pada sore hari itu juga.

Setelah memperhatikan perkara itu secara serius, “kami melihat bahwa para klerus ini tidak bertindak sesuai Hukum Kanonik Gereja Katolik sekarang ini,” demikian surat waligereja tertanggal 25 September kepada Komisi Rakyat Ha Noi.

Surat yang dikeluarkan pada pertemuan dua tahunan konferensi waligereja itu, ditandatangani oleh Uskup Da Lat Mgr Pierre Nguyen Van Nhon, presiden konferensi. Pertemuan itu diselenggarakan di kediaman Uskup Long Khanh, 1.630 kilometer selatan Ha Noi, pada 22-26 September.

Para uskup juga memberi pandangan mereka tentang berbagai problem di negeri itu dalam pernyataan dua halaman yang dilampirkan pada surat itu. Mereka menyoroti undang-undang harta benda yang tidak menghormati kepemilikan pribadi, korupsi, kebohongan dalam media milik negara, dan tersebarnya penipuan di banyak bidang, bahkan dalam pendidikan. Mereka juga memberi peringatan tentang meningkatnya penggunaan pasukan dalam memecahkan sengketa tanah dan berbagai masalah lain, yang menurut mereka akan menyebabkan lebih banyak ketidakadilan di masyarakat.

Mereka mengusulkan agar undang-undang tentang harta milik diamandemen sehingga rakyat memiliki hak untuk memiliki apa yang menjadi miliknya, dengan tetap mengakui tanggungjawab sosial mereka. “Ini merupakan landasan pemikiran utama dalam menyelesaikan sengketa harta milik dan tanah, dan landasan pembangunan bangsa,” kata mereka.

Para pemimpin Gereja itu bersikeras bahwa informasi tentang bekas kedutaan Vatikan yang dipertikaikan itu telah diputarbalikkan oleh media lokal, dan mereka mendesak orang-orang komunikasi untuk menghormati kebenaran dan berhati-hati dalam menerbitkan berita dan foto, terutama jika berita itu terkait dengan kehormatan dan harga diri dari individu dan komunitas. “hanya dengan menghormati kebenaran, media sesungguhnya menjalankan fungsinya dalam bidang komunikasi dan pendidikan guna membangun sebuah masyarakat yang adil, demokratif, dan beradab,” demikian para uskup.

Karena masyarakat Vietnam itu secara tradisional menghargai kerukunan dan saling pengertian, para uskup mengungkapkan keinginan mereka agar segenap bangsa mengakhiri kekerasan dalam kata dan tindakan. Rakyat juga hendaknya jangan melihat harta benda yang dipersengketakan itu dari sudut politik dan kriminal semata, kata para uskup.

“Suatu solusi yang memuaskan akan dicapai hanya melalui dialog jujur, terbuka, dan tulus, dalam kedamaian dan saling menghormati satu sama lain,” kata mereka.

Para uskup juga mengirim pernyataan dan surat mereka itu kepada perdana menteri, presiden, komisi pemerintah untuk urusan keagamaan, Departemen Luar Negeri, dan para Redemptoris setempat. Menurut laporan, surat ini dibacakan dalam Misa-Misa hari Minggu pada 28 September di semua gereja di negeri itu, dan kopiannya dibagikan di antara umat Katolik setempat.

Banyak umat Katolik dan para imam dari selatan mengatakan kepada UCA News bahwa mereka menghargai pandangan para uskup yang sedemikian positif dan jelas dan akan terus berdoa bagi Gereja lokal dan pemerintah untuk mencari keputusan guna menyelesaikan kasus-kasus ini di waktu dekat.

Pastor Guy Marie Nguyen Hong Giao OFM, 71, mengatakan kepada UCA News pada 30 September, para uskup menawarkan usulan yang konstruktif, positif, dan praktis. “Jika pemerintah menanggapinya secara serius, maka usul-usul itu akan turut menciptakan pembangunan cepat, stabil, dan berkelanjutan di negeri ini.”

END

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi