UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

BANGLADESH – Gereja Bantu Kaum Muda Bengali dan Kaum Muda Warga Suku untuk Saling Mengenal

Oktober 7, 2008

RAJSHAHI, Bangladesh (UCAN) — Rasa malu dan kompleks rendah diri menghambat kaum muda Katolik warga suku berbaur dengan mayoritas kaum muda etnis Bengali.

Namun di Keuskupan Rajshahi, terjadi perubahan, demikian Pastor John Mintu Ray, Koordinator Komisi Kepemudaan Keuskupan. Dia mengatakan kepada UCA News, Gereja lokal, sadar akan situasi itu, berusaha membuat kaum muda dari berbagai latar belakang etnis berbaur dan dengan begitu muncul hasilnya.

Satu usaha untuk itu adalah pertemuan tiga hari yang diselenggarakan komisi itu untuk membantu mempermulus hubungan antara kaum muda Katolik warga suku dan kaum muda Katolik etnis Bengali. Biasanya kedua kelompok itu tidak berbaur dalam pertemuan-pertemuan Gereja dan jarang menyalami satu sama lain.

Forum sosial, yang diharapkan para pekerja Gereja bisa menghilangkan salah pengertian yang mengabadikan mentalitas “mereka-dan-kami,” itu berhasil mempertemukan 143 kaum muda dan 25 pemimpin kaum muda dari 14 paroki di Keuskupan Rajshahi selama 4-6 September.

Rajshahi, 260 kilometer barat laut Dhaka, merupakan wilayah masyarakat suku, dengan sekitar 50 persen populasi setempat yang terdiri dari suku-suku seperti Santal, Oraon, Munda, Pahari, dan Mahali, demikian sumber-sumber Gereja. Umat Katolik terdiri dari 53.151 dari 15 juta penduduk wilayah itu.

Pertemuan tiga hari itu terpusat pada tema “Kamu akan menerima kuasa bila Roh Kudus turun atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-saksi-Ku” (Kisah Para Rasul 1:18), yang dipilih Paus Benediktus XVI untuk tema Hari Kaum Muda se-Dunia 2008.

Di diskusi-diskusi peserta merenungkan tema itu dan Tahun Paulus yang sedang berjalan. Dalam Tahun Paulus ini, Gereja merayakan 2.000 tahun peringatan kelahiran Santo Paulus. Mereka juga mengadakan pentas musik dan drama yang menyoroti kebudayaan-kebudayaan mereka yang berbeda.

Pastor Ray mengatakan, tujuan pertemuan itu adalah “membangun persatuan umat Katolik dari berbagai latar belakang etnis yang berbeda.”

Banyak kaum muda warga suku berinteraksi atau bekerja sama dengan mayoritas etnis Bengali, katanya. “Ini sering terjadi karena mereka dari kelompok warga suku itu kurang berpendidikan dan kurang berkembang.”

Akibatnya, lanjutnya, kaum muda warga suku sering bergaul hanya di lingkungan mereka dan dengan orang-orang mereka sendiri. Imam itu berpendapat bahwa situasi mulai menjadi semakin baik dengan semakin banyak anak remaja yang berpendidikan dan rasa rendah diri mereka mulai hilang.

Menurut Songhoti (kesetiakawanan), sebuah majalah tahunan dari Forum Warga suku Bangladesh, sebuah lembaga swadaya masyarakat, kebanyakan dari 45 kelompok warga suku di Bangladesh itu miskin dan kurang berkembang.

Provodan Marandi adalah sebuah contoh perubahan profil kaum muda warga suku. Pemuda suku Santal berusia 20 tahun yang menjadi mahasiswa teladan di Institut Riset dan Pendidikan dari Universitas Dhaka itu menghadiri pertemuan September di Rajshahi itu. Ia mengatakan kepada UCA News, pertemuan itu merupakan suatu “kesempatan yang jarang” bagi peserta untuk berinteraksi dan mengenal lebih banyak satu sama lain, bahkan di antara kaum muda warga suku sendiri.

“Kita perlu berusaha mempelajari hal-hal baik dari satu sama lain, bukan hal-hal negatif, yang bagi saya merupakan tujuan utama pertemuan semacam ini,” kata pemuda itu.

Maria Gomes, 19, seorang Bengali, mengatakan bahwa dia belajar banyak hal dari pembauran dengan para anggota berbagai komunitas warga suku lainnya. Mahasiswi program sarjana dari Rajshahi College itu mengatakan, dia berharap bahwa pertemuan ini bisa membantu kaum muda dari berbagai kelompok etnis untuk semakin akrab dan bekerja sama bagi Gereja.

Hubungan yang kurang baik di kalangan kaum muda katolik bukan saja merupakan suatu keprihatinan. Pastor Ray mengatakan bahwa kaum muda Katolik umumnya terpengaruh oleh apa yang disebutnya sikap sejumlah kaum Muslim yang “tidak memaafkan” dan “aktivitas-aktivitas anti-agama” yang dilakukan terhadap penganut agama-agama lain oleh sejumlah ekstrimis di kalangan komunitas mayoritas.

Pastor Patrick Gomes, penasehat Keuskupan Rajshahi dan bekas koordinator kaum muda, juga menunjuk tantangan dari kecenderungan-kecenderungan Barat modern, yang “dapat membuat kaum muda tergelincir secara moral dan spiritual.”

“Kebudayaan satelit modern dari Internet dan televisi dapat merusak nilai-nilai keagamaan, sehingga orang muda “butuh terang dan bimbingan Roh Kudus untuk tidak tergelincir dari kehidupan moral dan spiritual,” katanya.

“Pertemuan kaum muda ini,” katanya, “turut mengurangi persaingan dan memungkinkan mereka memanfaatkan kemampuan-kemampuan mereka yang terpendam di berbagai aktivitas yang berbeda.”

END

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi