UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

INDONESIA – Gereja Baru Mencerminkan Hubungan Antaragama dan Komunitas yang Kuat Setelah Kerusuhan

Nopember 18, 2008

MATARAM, NTB (UCAN) — Delapan tahun setelah sekelompok massa Muslim menghancurkan Gereja Santa Maria Immaculata di Mataram, umat paroki di Pulau Lombok ini sekali lagi memiliki sebuah gedung gereja.

Tanggal 17 Januari 2000, sekitar 500 perusuh anti-Kristen mengamuk di kota itu, ibukota Propinsi Nusa Tenggara Barat. Kerusuhan terjadi setelah 50 organisasi Islam di Mataram memprotes apa yang mereka sebut “pembantaian umat Islam” oleh umat Kristen di Propinsi Maluku, di mana kekerasan komunal menewaskan sekitar 6.000 umat Kristen dan Islam.

Para perusuh menghancurkan tiga gedung gereja Katolik dan sedikitnya 12 gedung gereja lainnya di Mataram dan daerah sekitarnya. Lebih dari 1.000 umat Kristen mengungsi ke propinsi-propinsi tetangga — Bali, ke arah barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Mereka kembali ke Mataram beberapa bulan kemudian, namun umat Katolik setempat harus mengadakan Misa Minggu dan kegiatan-kegiatan paroki lainnya di sebuah bangunan sementara yang dibangun di samping gedung gereja mereka yang hancur.

“Umat takut dan cemas. Tetapi iman mereka membuat mereka tidak larut dan harus bangkit dan mulai memikirkan pembangunan kembali gedung gereja mereka,” kata Pastor Rosarius Geli SVD, pastor paroki, kepada UCA News.

Tanggal 15 Oktober, Uskup Agung Ende Mgr Vincentius Sensi Potokota memberkati gedung gereja baru itu pada sebuah Misa yang dihadiri oleh sekitar 2.000 imam, biarawati, frater, dan umat paroki. Pastor Yosef Casius Wora SVD, administrator Keuskupan Denpasar, yang melayani paroki itu, juga hadir. Keuskupan Agung Ende terletak di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, yang mayoritas penduduknya beragama Katolik.

“(Kita) datang bersujud dan menimba kekuatan iman melalui kebersamaan dan persekutuan,” kata Uskup Agung Sensi pada Misa tersebut. “Saat kita keluar dari ruangan ini, kita sungguh-sungguh menjadi murid-Nya, menjadi rasul dan misionaris.”

Seusai upacara peresmian, Uskup Agung Sensi dan Walikota Muhammad Ruslan menandatangani prasasti peresmian. Sejumlah pejabat pemerintah daerah juga menghadiri upacara itu.

Ruslan, dalam sambutannya, menceritakan bahwa kerusuhan 2000 itu terjadi hanya 14 hari setelah ia dilantik sebagai walikota. “Ini sesuatu yang tidak pernah kita harapkan. Semoga peristiwa kerusuhan 2000 itu merupakan yang pertama dan terakhir yang terjadi di wilayah ini. Kini saya gembira bahwa umat Katolik mampu membangun kembali gerejanya.”

Walikota beragama Islam yang memimpin upacara peletakan batu pertama yang mengawali pembangunan kembali gedung gereja di awal 2004 itu mengungkapkan  harapannya bahwa gedung gereja itu menjadi berkat bagi semua warga setempat. “Saya akan senantiasa menjaga umat Katolik Mataram, minimal hingga akhir masa jabatan saya,” janjinya. Masa jabatannya berakhir 2010.

Pastor Wora mengajak umat Katolik untuk meningkatkan dialog dengan agama-agama lain dan budaya-budaya setempat.

Proyek rekonstruksi itu menghabiskan dana 2,5 miliar rupiah, sebagian besar merupakan sumbangan bulanan sebesar Rp 10.000 hingga Rp 50.000 dari 500 keluarga Katolik setempat. Donatur lain dari Indonesia dan luar negeri juga ikut memberi sumbangan untuk proyek tersebut. Pemerintah daerah menyumbang 100 juta rupiah.

“Sebelum kerusuhan, umat kurang bersatu dalam membangun kehidupan menggereja. Setelah kerusuhan, umat sadar dan kembali bersatu dalam membangun kehidupan menggereja. Buktinya, secara gotong-royong umat membangun gereja ini,” kata Pastor Geli kepada UCA News. “Kini umat setempat sudah bisa menikmati Misa-Misa Minggu di gedung gereja yang baru. Gereja ini merupakan simbol kebangkitan kembali umat.”

Imam yang menjadi anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) NTB itu mengatakan bahwa dialog antaragama yang semakin meningkat sejak kerusuhan itu telah menghasilkan pemahaman yang lebih baik di kalangan umat dari agama-agama yang berbeda. “Saya selalu mengimbau umat, khususnya komunitas basis gerejani, agar terbuka dan terlibat aktif dalam aneka kegiatan di lingkungan masing-masing,” katanya.

Berbicara seusai upacara peresmian, umat paroki Yoseph Adrianus Parera sependapat bahwa serangan terhadap komunitasnya itu telah membantu membangkitkan umat paroki. ”Sangat terasa bahwa sebelum kerusuhan terjadi, ada perpecahan antarumat. Namun setelah kerusuhan terjadi, umat kembali bersatu dan rukun hingga sekarang bersama membangun gereja ini.”

Soekardjan, tokoh Muslim berusia 67 tahun, mengkonfirmasikan kepada UCA News bahwa warga setempat setuju bahwa gereja itu dibangun kembali. “Ini bentuk dukungan kami,” katanya. “Saya sendiri selalu mengimbau warga agar saling membantu dan menjaga kerukunan.”

Umat Islam merupakan komunitas mayoritas di Mataram, menyusul umat Hindu, Protestan, Katolik, dan Buddha. Umat Katolik berjumlah 3.864 dari total penduduk 346.719 orang.

END

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi