UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

ASIA – Mahasiswa Mongolia di Luar Negeri Bersiap untuk Melayani Gereja yang Sedang Berkembang ketika Pulang

April 13, 2009

BAGUIO CITY, Filipina (UCAN) — Mahasiswa-mahasiswa Katolik Mongolia yang sedang belajar di sebuah universitas di bagian utara Filipina mengatakan apapun yang telah mereka pelajari menyangkut iman akan membantu mereka untuk memberi kontribusi spiritual bagi Gereja di negara asal mereka.

Bolortsetseg, 23, yang juga dikenal sebagai Cathy, telah belajar marketing di Saint Louis University di Baguio City. Dia mengatakan bahwa dia ingin mengembangkan spiritualitas di kalangan umat Katolik Mongolia melalui doa dan ibadat yang telah diamatinya di kalangan orang Filipina.

Gereja-gereja yang padat dengan orang-orang yang berdoa itu mengilhaminya untuk mengikuti liturgi. “Di negara asalnya, saya tidak melihat banyak orang memenuhi kuil,” jelasnya. “Saya ingin membantu menanamkan iman semacam itu dalam komunitas saya.”

Prefektur Apostolik Ulaanbaatar, yang mencakup Mongolia, memiliki empat paroki dan enam stasi misi. Prefektur itu memiliki 530 umat Katolik dalam catatan sebelum Paskah, karena pada Paskah ada pembaptisan sejumlah umat baru.

Tidak ada statistik resmi tentang afiliasi agama pada pasca-Komunis Mongolia, yang banyak perubahan demokratik di tahun 1990-an memasukkan kebebasan agama, namun banyak orang dari 2,5 total penduduk memeluk agama Buddha Tibet. Komunitas-komunitas keagamaan yang lain juga ada, termasuk Islam yang umumnya dipeluk kelompok minoritas Kazakh, denominasi-denominasi Protestan yang berkembang pesat, dan kelompok-kelompok kecil Bahai dan Mormon. Rakyat lain masih memeluk kepercayaan shamanistik.

“Kami sadar bahwa banyak terjadi perkembangan sejak kami meninggalkan Mongolia empat tahun lalu, dan kami harus menyiapkan diri untuk terlibat dalam momen yang ada dalam sejarah,” kata Bolortsetseg. Dia akan tamat pada 17 April.

Tiga mahasiswa Mongolia lain yang mendapat beasiswa juga belajar di Saint Louis, yang dikelola oleh Kongregasi Hati Maria Tak Bercela (CICM). Pemimpin Prefektur Ulaanbaatar, Uskup Wenceslao Padilla, adalah seorang Filipina dari kongregasi itu.

Teman Bolortsetseg, Altansarnai, 23, yang nama Kristennya Rose ketika dibaptis, mengatakan perayaan-perayaan besar Gereja termasuk Paskah dan Natal selalu menguatkan hatinya.

Mahasiswi dari ibukota Mongolia itu, yang juga akan tamat bulan ini, mengatakan bahwa dia juga ingin berbagi pengalaman-pengalamannya ketika kembali dan mengajak orang muda dalam komunitasnya untuk mengikuti pelajaran agama dan studi Kitab Suci.

Prefektur itu mendukung studi Altansarnai untuk gelar sarjana muda di bidang ekonomi, khususnya manajemen keuangan. Setelah tamat, dia bisa bekerja di sebuah organisasi amal, sebuah taman kanak-kanak yang dikelola Gereja, atau rumah sakit, katanya.

Berdoa Angelus setiap hari merupakan praktek lain yang sangat dihargai oleh Bolortsetseg dan Altansarnai. Komunitas universitas berhenti setiap hari jam 5.00 sore untuk mendaraskan doa singkat yang memperingati inkarnasi Kristus itu.

Yang termuda dari mahasiswa Mongolia yang kini belajar di Saint Louis itu adalah Munkhbat, atau Chris yang berusia 19 tahun. Dia mengatakan, dia “ingin bekerja di sebuah pusat CICM untuk anak-anak jalanan.”

Seorang mahasiswi lain yang belajar di bidang karya sosial tidak bersedia untuk diwawancarai.

Selain mahasiswa Mongolia, 28.000 mahasiswa universitas itu terdiri dari mahasiswa Korea, Cina, dan dari negara-negara lain. Para misionaris CICM memulai universitas itu tahun 1911 sebagai sebuah ruang sekolah dasar dengan sepuluh bocah.

“Gereja Katolik di Mongolia mengirim para mahasiswa Mongolia … untuk menolong orang miskin tetapi menuntut para mahasiswa untuk mencapai sebuah gelar,” tulis Uskup Padilla dalam sebuah pesan e-mail. “Bagi banyak mahasiswa itu, tidak ada kepentingan apapun dari pihak Gereja. Beberapa bahkan non-Katolik.”

Prelatus itu mengatakan, Gereja “justru gembira menyalurkan bantuan” bagi mereka, dengan harapan bahwa mereka dapat membantu masyarakat dan keluarganya.

Beberapa memang dikirim untuk mengambil bidang-bidang khusus – pendidikan atau karya sosial – dengan harapan bahwa mereka akan berkarya bersama misi seusai studi. Namun uskup juga mengatakan, Gereja “masih belum beruntung,” karena para tamatan justru memilih pekerjaan dengan upah yang lebih tinggi di tempat lain.

Di Mongolia, kaum religius dari 10 institut telah mendirikan, atau tengah mengelola, dua taman kanak-kanak Montessori, tiga sekolah dasar, dua pusat untuk anak jalanan, sebuah panti untuk orang lanjut usia, dua pusat untuk anak cacat, dan sebuah asrama untuk para mahasiswi.

Proyek-proyek Gereja lain, antara lain, pusat-pusat kaum muda, sebuah sekolah kejuruan, dan sebuah perawatan bagi perempuan muda. Kaum religius juga telah mendirikan sebuah rumah sakit, klinik, toko roti, supermarket, dan dapur umum.

Tiga imam CICM membuka misi Katolik di sana tahun 1992. Paus Yohanes Paulus II menjadikannya prefektur tahun 2002, setahun sebelum mengangkat superior misi itu, Monsignor Padilla, sebagai prefek dan uskup pertamanya.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi