UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Imam-imam itu pembangun jembatan

Juni 7, 2010

Imam-imam itu pembangun jembatan

Pastor Myron J. Pereira SJ

Dalam sejarah, tidak ada kelompok pria seperti kelompok para imam Katolik. Apa yang membuat kelompok para imam itu unik? Yang paling jelas adalah selibat. Tetapi juga pengadian dalam pelayanan. Terutama di India, para imam menjadi buah bibir karena pelayanan mereka. Kemudian ada juga kreativitas dan kepakaran. Bagi saya, selama 35 tahun sebagai seorang imam Yesuit, imamat mencakup ketiganya dalam berbagai derajat.

Pertama, pelayanan saya sebagai imam telah menjadi kesempatan sukacita yang besar dan kesempatan berprestasi. Imam-imam Yesuit terkenal karena kepakaran mereka dan kemampuan mereka untuk mengajar, jangkauan mereka terhadap kaum muda dan orang miskin. Bahkan yang lebih membuat orang penasaran adalah “keduniawian mereka,” yaitu, minat dan kontribusi mereka terhadap “hal-hal sekuler” – yang berbeda dari hal-hal “yang bersifat gereja” – profesionalitas dalam pendidikan, pertanian, gerakan massa, dan teknologi. Tapi pengetahuan kami bukan segala-galanya. Beberapa bahkan hanya berdiri sebagai pengamat. Para imam Yesuit selalu melakukan penyegaran untuk bisa inovatif. Semua ini saya temukan baik dalam diri saya sendiri maupun para konfrater Yesuit saya. Dan itulah sebabnya saya menikmati bagaimana menjadi jembatan antara dunia sekeliling yang kelihatan dan dunia Roh yang tidak kasat mata. Sesungguhnya, untuk maksud inilah kita para imam ini ada, yaitu sebagai pembangun jembatan.

Dalam semua ini, Ekaristi menjadi pusat hidup saya. Bukan sekedar merayakan Misa setiap pagi, tetapi sebuah perayaan yang sebenarnya – mencerna Firman Tuhan dan membagikannya, menerima perbedaan, serta pentingnya persekutuan dan pengorbanan untuk memungkinkan terbentuknya komunitas-komunitas baru.

Bersama dengan ini, ada suatu rasa syukur yang mendalam atas apa yang telah dianugerahkan kepada saya sebagai seorang imam dan sebagai seorang manusia, rasa syukur yang tumbuh dari hari ke hari.

Apa sesungguhnya yang saya rindukan? Apakah saya akan memilih sesuatu yang berbeda? Ya … saya merindukan sekelompok perempuan cerdas, tanggap, dan mendukung sebagai orang-orang yang terlibat dalam pelayanan imamat. Pada pandangan pertama, ini mungkin tampak menakjubkan. Bukankah ada cukup banyak perempuan berseliweran di sekitar para imam, baik di biara, kantor paroki, atau ruang kuliah? Ya, ada, tapi bukan ini yang saya rindukan. Sayangnya, imamat Katolik tetap menjadi salah satu benteng terakhir dari patriarki di dunia modern, dan meskipun banyak perubahan terjadi, sebagian besar imam masih bertumbuh dengan perasaan memiliki hak khusus, sebagai sebuah kasta terpisah. Dan pemisahan gender ini membawa masalah tersendiri di kemudian hari. Perempuan berada di sana untuk melayani imam, dengan sopan dan patuh. Kaum perempuan yang memberi tantangan tidak digubris. Ini jelas Gereja representatif, bukan Gereja partisipatif, meskipun secara teoretis Gereja itu bersifat partisipatif. Perempuan, yang memiliki begitu banyak hal untuk disumbangkan bagi pembentukan Gereja dan para imam, masih dilihat sebagai ancaman. Dalam beberapa hal, kemapaman Gereja ada dalam bahaya yang diciptakannya sendiri.

Tetapi dunia terus berubah. Globalisasi, migrasi besar-besaran, rasisme, komunalisme, teknologi, dan perubahan iklim merupakan bagian dari pengalaman kita sehari-hari. Bagaimana Yesus yang bangkit itu hadir dalam Ekaristi dewasa ini? Bagaimana komunitas-komunitas Katolik harus sadar akan diri mereka sendiri, dan sekaligus menjangkau orang-orang dari agama-agama lain? Bagaimana membangun jembatan, bukan tembok? Sebagai seorang imam yang kini sudah tua, saya masih berusaha untuk mencari tahu.

Oleh Pastor Myron J. Pereira SJ

Pastor Myron J. Pereira SJ baru saja melepaskan tugasnya sebagai direktur Xavier Institute of Communications, Mumbai, dan kini tengah menjalani tahun Sabat. ([email protected]).

ucanews.com

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi