UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Kunjungan Paus satukan warga berbagai negara

September 21, 2010

Kunjungan Paus satukan warga berbagai negara

Liezel Longboan

Kunjungan Paus Benediktus XVI ke Inggris terbukti punya makna bagi saya sebagai orang Filipina dan seorang Katolik, lebih dari yang saya perkirakan pada awalnya.

Meski Inggris berpenduduk mayoritas Kristen, yang saya alami selama Natal 2007 di sini bahwa agama menjadi urusan pribadi.

Salah satu kenangan saya sebagai mahasiswa adalah ketenangan yang terjadi pada hari Natal; jalanan benar-benar kosong. Belakangan baru saya sadar bahwa bagi orang Inggris, hari Natal adalah hari keluarga untuk berkumpul, bukan hanya waktu untuk berpesta bersama keluarga dan sahabat seperti yang kami lakukan di Filipina.

Tapi Kristenitas sangat berurat akar pada formasi UK sebagai sebuah negara yang kompleks dan terkadang berdarah. Peran agama yang sangat jelas dalam masa Reformasi dan kebrutalannya pada masa sesudah itu disebut sebagai salah satu alas an mengapa orang Inggris berubah menjadi sebuah negara secular.

Orang Filipina menanti Paus di Hyde Park

Minggu-minggu sebelum kunjugan Paus, media bermain dengan isu pelecehan seks terhadap anak-anak yang dilakukan para imam di berbagai belahan dunia, khususnya di AS, Jerman, Irlandia, serta peran Paus dalam investigasi kasus-kasus ini.

Sebagian besar liputan terfokus pada kegagalan Gereja Katolik untuk mendisiplinkan ratusan -jika bukan ribuan- imam yang bersalah.

Meskipun membeberkan berita-berita yang kritis, media juga memberikan rasa antisipasi dan kegairahan di antara orang Inggris menjelang kunjungan paus.

Pada Sabtu pagi, saya bergabung dengan kelompok yang terdiri dari 32 peziarah dari Paroki St Petrus di Cardiff menuju Hyde Park di London, tempat kunjungan Paus.

Waktu kami berdiri untuk berfoto bersama setelah menerima berkat dari Pastor Michael McCarthy, saya melihat bahwa ada enam  dari kami berasal dari negara berbeda: saya, satu orang awam dari Hongkong, seorang mahasiswa MBA dari India, ibu rumah tangga dari Uganda dan dua rekan dari Burundi. Yang lain adalah warga paroki yang merupakan orang Inggris paruh baya, yang juga sangat ingin melihat paus.

Misa tuguran seperti yang sudah saya duga, syarat dengan warna multi-kultural: saya dengar ada enam bahasa yang dipakai pada waktu kami sedang antri untuk bergabung. Selain jejeran pakaian warna-wani dan bendera negara-negara, ada juga warna peziarah dengan warna kuning mendominasi arena.

Sony Varghese, seorang mahasiswa MBA Cardiff University, merupakan yang paling bahagia dalam kelompok kami. “Waktu saya dengar Paus mau berkunjung ke Inggris, saya ingin sekali untuk bertemu dengan dia,” katanya. Sebagai seorang yang aktif di paroki di Kerala, India, dia percaya bahwa meskipun ada banyak kontroversi seputar Paus Benediktus, namun “Ini adalah kesempatan sekali seumur hidup untuk melihat dia.”

Warga berbagai ras menanti di Hyde Park

Ada banyak orang Filipina dalam kelompok kecil dan besar, beberapa memegang bendera, ada juga yang tidak. Mereka biasanya duduk bersama dalam perlengkapan piknik dengan tas makanan di tengah-tengah.

Marlin Iporong, seorang perawat asal Filipina di Chiltern Hospital di Great Missenden, Buckinghamshire, datang bersama dua anak remajanya dan rekan-rekan dari Filipina. Mereka menjadi bagian dari 78 peziarah dari paroki Hati Maria Tak Bernoda.

“Ini merupakan kunjungan bersejarah oleh Paus di Inggris. Saya mau anak-anak saya ikut ambil bagian dalam pengalaman ini, meskipun mereka tidak mau. Saya sudah melihat Paus Yohanes Paulus II saat dia berkunjung ke Manila tahun 1995, dan saya juga ingin agar anak-anak saya punya kesempatan untuk melihat Paus,” katanya.

Mercy Dillon, 35, sedang memegang bendera Filipina dan duduk bersama teman-temanya di kursi piknik pada saat saya menemui dia. Dia dan temannya, Anne dan putranya, menjadi orang Filipina yang bergabung dalam kelompok dari paroki St. Yosef di West Yorkshire, kira-kira 4-5 jam dari London.

“Saya ingin sekali melihat Paus Benediktus karena saya tidak sempat melihat Paus Yohanes Paulus II tahun 1995,” kata Dillon.

Waktu Paus datang ke Manila, dia masih mahasiswi keperawatan di Dumaguete. Dillon yang saat ini bekerja sebagai perawat di Bradford Royal Infirmary dan menikah dengan rekan perawat keturunan Irilandia-Skotlandia, juga menghadiri upacara beatifikasi Kardinal Henry John Newman pada hari berikutnya di Birmingham.

Waktu saya bergabung kembali dengan kelompok saya, saya bertemu dengan Michael Blythe, sarjana Fisika dari University of Bath. Dia mendapat tiket dari seorang pastor dan datang sendirian untuk melihat Paus.

Paus Benediktus XVI membacakan homili waktu Misa

“Saya tidak begitu tertarik membahas tentang agama,” akunya. Meski dibaptis Katolik dia mengaku tidak mempraktekkannya agamanya dalam hidup sehari-hari. Namun dia merasa “penting untuk mendapatkan sesuatu untuk menjadi panduan dalam bertindak.”

Ada sekitar 80.000 orang berkumpul sore itu di Hyde Park, belum termasuk masa besar yang menyambut Paus di sepanjang jalan di London. Malam penyambutan itu rasanya seperti Natal dalam cara Filipina dan Inggris: berpesta tapi tetap terukur, umum tapi pribadi.

Meskipun ada skandal seks, kami semua di sana untuk menunjukkan kepada Paus Benediktus bahwa agama bukan ‘murni urusan pribadi” Gereja yang sedang berubah dan berkembang menuju ke arah yang lebih baik.

Artikel ini di tulis oleh Liezel Longboan, asal Baguio City, Filipina. Dia adalah kandidat doktor  School of Journalism, Media and Cultural Studies di Cardiff University, Wales. Dia tiba di UK tahun 2007.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi