UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

“Sacred art” perlu lebih diperhatikan di Cina

Juni 17, 2011

“Sacred art” perlu lebih diperhatikan di Cina

Teresa Bai (kedua dari kiri), Brother Peter Chen (kedua dari kanan) dan dua tamu “sacred art exhibition”

Penyelenggara pameran seni rohani di Katedral Maria Dikandung Tanpa Noda di pusat Kota Beijing mengatakan, mereka berharap bahwa pameran yang baru pertama kali diselenggarakan dan ternyata menarik ribuan pengunjung ini bisa membangkitkan minat yang lebih besar dalam penciptaan karya seni keagamaan dan bisa menjadi alat untuk evangelisasi.

Lebih dari 80 karya seni dipamerkan di katedral bergaya baroque yang sudah seabad usianya itu. Pameran selama 4-12 Juni tersebut berisi karya seni dari 15 kontributor yang terdiri dari imam, suster, seminaris, dan umat awam. Karya-karya seni itu meliputi lukisan tradisional Cina, lukisan minyak, kaligrafi, patung, dan kerajinan kertas.

Teresa Bai, penyelenggara pameran, mengatakan bahwa ribuan umat Katolik lokal dan asing yang menghadiri Misa Pentakosta pada 12 Juni menyaksikan karya-karya seni yang dipamerkan itu.

Keuskupan Beijing memulai Tahun Evangelisasi tingkat diosesan pada bulan April, katanya, sambil menambahkan bahwa “kami percaya, sacred art dapat berperan dalam evangelisasi.”

Terlalu sedikit orang di Cina daratan mengabdikan diri untuk sacred art, kata Bai.

“Dengan menyelenggarakan pameran ini, kami berharap bahwa banyak seniman bisa tertarik untuk menciptakan karya seni yang berakar pada tema-tema Kristiani. Kami berharap bahwa pameran ini juga semakin mendorong para seniman yang sudah terlibat dalam sacred art.”

Brother Peter Chen, seorang mahasiswa seni lukis tradisional Cina di People’s University of China di Beijing, memiliki empat karya seni yang ditampilkan dalam pameran di katedral itu. Baginya, lukisan merupakan jendela Gereja dan alat untuk evangelisasi.

“Pameran ini memberikan kesempatan bagi para seniman untuk bertemu. Namun, saya berharap bahwa kita dapat membentuk kelompok atau asosiasi seniman Gereja dan memiliki tempat pameran yang permanen,” katanya.

Menurut Brother Chen, kebanyakan seniman Gereja di Cina daratan itu masih amatir yang tidak memiliki lingkungan yang memadai untuk meningkatkan keterampilan mereka karena otoritas Gereja sendiri kurang mendukung penciptaan sacred art.

Namun dia menambahkan, ini tidak selalu jadi masalah. Seniman Gereja dan mahasiswa itu aktif menciptakan banyak karya seni Kristen di awal abad 20, tetapi usaha mereka memang terganggu karena perang dan pertikaian internal yang berlangsung bertahun-tahun.

Brother Chen juga mencatat bahwa banyak umat Katolik Cina generasi tua masih berpegang kuat pada gambar dua tokoh yaitu Yesus dan Maria, dengan gaya Cina tradisional, karena mengira bahwa inilah bagian terpenting dari ekspresi iman Kristen dalam konteks budaya Cina.

Terdorong oleh banyaknya pengunjung asing dalam pameran di katedral tersebut yang memperlihatkan minat terhadap lukisan khas Cina, Brother Chen mengatakan bahwa “kita akan meningkatkan standar dengan semakin gigih berusaha.”

Pastor Paul dari Cina bagian utara, yang menghadiri pameran tersebut ketika mengunjungi Beijing, mengatakan bahwa ia mengalami suatu keindahan khusus dan suasana spiritual yang hangat dari berbagai karya seni yang dipamerkan. Namun dia juga kecewa karena tidak ada banyak dukungan terhadap produksi seni Gereja di Cina.

Dia sudah bertemu banyak seniman Gereja otodidak yang meninggalkan sacred arts dan memilih karya-karya seni lain yang gampang laku dijual.

“Ini sangat membuat saya sedih. Bisakah kita melakukan sesuatu bersama-sama untuk membantu mereka?”

Sacred art needs more attention in China (ucanews.com)

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi