UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Hukum Gereja, pelajaran bagi Cina

Juni 25, 2012

Hukum Gereja, pelajaran bagi Cina

 

Keuskupan Heilongjiang akan segera menahbiskan seorang uskup baru. Calon uskup tersebut tidak diakui oleh Tahta Suci, sehingga sangat mungkin akan terjadi sesuatu yang lain akibat pentahbisan tersebut.

Kami bisa berharap sebuah seri diskusi di kalangan umat Katolik Cina. Kami juga dapat mengharapkan beberapa umat Katolik akan merasa tidak nyaman mendengar kritikan terhadap mereka yang melanggar hukum Gereja.

Sebulan yang lalu, seorang pembaca memberikan komentar di situs UCAN Cina yang mengungkapkan “kejengkelan”-nya bahwa situs Katolik Cina tersebut terlalu banyak membahas terkait prinsip-prinsip Gereja pekan demi pekan.

Dia berpikir orang terlalu banyak ditekan dengan hukuman tanpa kasih.” Dia berpikir lebih banyak energi yang harus dihabiskan untuk melihat prestasi evangelisasi di Cina.

Kesalahpahamannya tentang berbagai diskusi yang berulang terkait hukum Gereja mungkin menimbulkan fakta bahwa ada tiga pentahbisan imam dan uskup bermasalah pada Maret dan April, yang  berkaitan erat satu sama lain, serta rapat pleno Komisi Vatikan untuk Cina, yang juga menyatakan pentingnya hukum dalam komunike setelah pertemuan tersebut.

Semuanya itu perlu diperhatikan oleh kita karena, seperti komunike mengatakan, kejelasan wajah Gereja telah dikaburkan oleh beberapa tindakan uskup tertentu. Tindakan ini melanggar hati nurani umat Katolik Cina.

Kitab Hukum Kanonik adalah aset berharga dari Gereja kita. Ini adalah sebuah seri peraturan untuk menjaga Gereja Katolik sebagai Gereja Kristus yang satu, kudus dan apostolik.

Daripada menekankan hukuman, Pastor John Russell, vikaris yudisial Keuskupan Hong Kong sebelum pensiun, mengatakan dalam sebuah wawancara baru-baru ini bahwa keberadaan Kitab Hukum Kanonik adalah untuk “melayani orang dengan kasih.”

Mari kita mengambil dua kasus ekskomunikasi tahun lalu sebagai contoh. Tahta Suci menyatakan ekskomunikasi dari dua imam Cina yang menerima pentahbisan uskup tanpa mandat Paus.

Apakah itu berarti Vatikan mengirim mereka ke penjara? Semua orang tahu jawabannya. Imam-imam terus melanggar prinsip-prinsip Gereja.

Ekskomunikasi hanya sebuah pengingatan yang baik bagi pelaku kesalahan: “Hei, Anda salah.”

Gereja induk sedang menunggu hati nurani mereka untuk bangkit dan bertobat. Hal ini bisa dilakukan ke depan. Ini adalah obat dengan sebuah tujuan baik. Hal ini diperkenankan bagi mereka agar pulih dari kelakuan buruk yang juga menimbulkan rasa sakit hati  pada Gereja.

Lebih dari itu, saya pikir ada satu aspek penting lain dari hukum Gereja untuk Cina.

Hal itu mengharuskan kita untuk berpikir di luar Gereja, ketika Takhta Suci menerapkan Kanon secara benar, dapat memberikan contoh “apakah aturan hukum itu adalah” untuk Komunis Cina yang sering dikritik karena peraturan dan praktek dari Partai Komunis yang menempatkan hukum di atas manusia.

Jadi, kecuali kita tidak ingin pelaku untuk bebas dari dosa dan orang tidak ingin melihat negara kita menjadi demokratis. Mengapa kita tidak mendorong diskusi lebih lanjut tentang isu utama yang benar dan salah? Mengapa takut berdebat secara rasional? Dalam kunjungan ke London belum lama ini, Pemimpin pro-Demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi mengatakan, “Kemajuan yang kami harap dapat sejalan dengan demokratisasi dan reformasi, dan hal itu tergantung pemahaman tentang pentingnya supremasi hukum.”

Cina juga dikritik atas perubahan. Kami berharap bahwa negara kami bisa menjadi lebih terbuka dan demokratis di mana tidak terjadi lebih banyak pelanggaran HAM. Sebagai warga negara yang patuh, kita harus setia membantu sesama kita, kawan-kawan, serta para pemimpin negara untuk memahami pentingnya aturan hukum, kasus Gereja, dan penerapan Hukum Kanonik.

Zhang Wang adalah seorang blogger Katolik di Cina

Sumber: Church laws are lessons for China

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi