UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Iman yang benar harus diimbangi dengan tanggung jawab sosial

Juli 12, 2012

Iman yang benar harus diimbangi dengan tanggung jawab sosial

 

Agama dalam budaya Korea telah semakin menyebabkan perpecahan dan perselisihan, kadang-kadang menyimpang dari tradisi, dan kadang-kadang terjadi akibat kelemahan struktural.

Meskipun banyak lembaga keagamaan dan banyak orang telah menyerukan peremajaan agama masing-masing, mereka terus menghadapi kekisruhan bersama, yang diganggu oleh ketidaksempurnaan dari semua penganut mereka.

Bisakah agama di Korea direformasi dan dijernihkan?

Menanggapi korupsi kekristenan pada zamannya, filsuf David Hume (1711-1776) mengatakan: “korupsi yang terbaik adalah yang terburuk dari semuanya.”

Hume menanggapi intoleransi, ketidakpekaan moral dan takhayul, yang ia dianggap menjadi sebuah endemik.

Kata-katanya tidak kurang relevan di zaman kita dan untuk semua agama di negara ini.

Orang beriman dan tidak beriman sama akan setuju bahwa nilai-nilai spiritual tertinggi untuk semua agama adalah pengosongan diri dari cinta dan belas kasihan.

Tapi, kita melihat bahwa di kalangan banyak agama di negara ini, yang melayani umat beriman dianggap sebagai hak keluarga dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Pada dasarnya, ini menjadi sebuah kantor ketimbang sebuah karya yang berbasis spirit dan iman. Apakah ini bukti sekularisasi iman yang lebih besar akibat kegagalan agama-agama modern untuk menentang ketidakadilan sosial.

Cinta dan belas kasih tidak hanya berada di fanum (tempat suci). Kedua hal itu berada di mana-mana, dan mereka harus diwujudkan di mana-mana, bahkan menjelma, jika Anda mau, dan berbagi dengan orang lain yang menderita.

Orang beragama yang sangat berpegang teguh pada kepentingan mereka sendiri dan bersaing untuk kekuasaan berkolusi dengan politisi, sambil mengabaikan para korban akibat ketidakadilan, dengan sengaja meninggalkan tanggung jawab sosial mereka.

Korea mungkin memang sebuah surga bagi agama, tetapi masyarakat berada dalam kebutuhan yang lebih besar dari apa yang saya sebut “agama yang dijernihkan.”

Satu-satunya sebagai ukuran iman yang benar adalah buah yang dihasilkannya, ukuran agama yang dijernihkan adalah efek yang baik dari agama kepada masyarakat.

Oleh karena itu, agama yang benar dan jernih harus memenuhi tugas sosial, harus bersanding dengan ketidakadilan para korban dan melepaskan kepentingan spiritualitas duniawi.

Jika agama gagal untuk membersihkan dirinya sendiri, bagaimana bisa mengharapkan untuk menyucikan dunia yang tidak suci?

Ini adalah tantangan bahwa orang beragama di Korea harus hadapi. Agama harus benar, efektif, dan relevan.

Jika gagal dalam hal ini, agama itu adalah hal yang mati dan hanya melahirkan perpecahan dan perselisihan, bukan cinta dan belas kasihan.

Pastor Thomas Lee Jong-jin SJ adalah Guru Besar Filsafat Universitas Sogang yang dikelola Yesuit dan ketua Pasca Sarjana Fakultas  Teologi

Sumber:  True faith requires social responsibility

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi