UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Misionaris Belanda Mendiang Mgr Joannes Demarteau dikenang sebagai perintis

Desember 13, 2012

Misionaris Belanda Mendiang Mgr Joannes Demarteau dikenang sebagai perintis

Pada masa itu Pastor Wilhelmus Joannes Demarteau MSF meninggalkan desa Horn, Belanda tahun 1947 dan melakukan perjalanan ke kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang berjarak ribuan kilometer meskipun ia tidak memiliki bayangan wilayah tersebut.

Empat tahun kemudian, Demarteau, kala itu sebagai pastor muda,  berkomitmen untuk menjadi warga negara Indonesia di mana ia meninggal pekan lalu, pada usia 95 tahun.

Tahun 1961, ia menjadi uskup pertama Banjarmasin setelah wilayah itu dibentuk menjadi sebuah keuskupan.

“Uskup Demarteau tertarik untuk bekerja di Kalimantan ketika ia masih seorang anak,” kata Uskup Banjarmasin Mgr Petrus Boddeng Timang,  dalam homilinya pada Sabtu saat pemakaman mendiang uskup emeritus itu.

Saat ini, keuskupan Banjarmasin memiliki lebih dari  22.000 umat Katolik di antara 3,3 juta total penduduk di propinsi Kalimantan Selatan.

Selama bertahun-tahun di wilayah itu, Mgr Demarteau tidak hanya membantu mengembangkan agama Katolik di daerah itu, ia juga terlibat dalam sejumlah proyek komunitas, mendirikan Rumah Sakit Suaka Insan.

Suster Maria Regina Djogo SPC, salah satu dari sejumlah biarawati yang telah bekerja di rumah sakit itu, mengatakan sejak awal rumah sakit ini tidak terdapat salib-salib dan gambar-gambar rohani lainnya.

Meskipun ada pihak yang mempertanyakan hal itu, karena status rumah sakit Katolik  biasanya memasang salib dan atribut Katolik lainya. Bagi Mgr Demarteau yang terpenting adalah pelayanan kesehatan rumah sakit ini agar dapat diterima masyarakat luas.

“Jadi sekarang tidak ada banyak salib yang terlihat di rumah sakit tersebut,” kata Suster Regina. “Satu-satunya ciri Katolik adalah kehadiran biarawati SPC (Suster-Suster Santo Paul dari Chartres) yang berpakaian putih.”

Uskup Emeritus Demarteau akhirnya meninggal di rumah sakit itu. Banyak pengalaman sebelum ia meninggal, kata Pastor Herman Stahlhacke MSF, mantan superior MSF untuk wilayah Kalimantan.

“Uskup itu pernah jatuh ke dalam sungai besar dari sampan rakit bambu. Untungnya, seseorang menyelamatkannya,” kenangnya. “Saat menyusuri lereng sungai sembari menarik  perahunya, Dia pernah jatuh tergelincir ke bawah dan hampir membentur bebatuan  yang menghampar. Untunglah tubuhnya kemudian tersangkut di sebatang kayu,  sehingga akhirnya selamat.

Mereka yang mengetahui karyanya mengatakan dia menggunakan waktunya untuk mengunjungi orang-orang di pedalaman Kalimantan, sekali dalam enam bulan.  Selama itu ia melakukan perjalanan secara ekstensif dengan perahu.

Ketika kembali ke tempat tinggalnya di kota Banjarmasin, ia terkenal sebagai seorang pengendara sepeda motor tua.

“Dia menyapa siapapun yang ia jumpai di jalan, terutama anak-anak,” kata wakil walikota Banjarbaru, Ogi Fajar Nuzuli, yang berbicara pada upacara pemakaman Sabtu.

Meskipun masih dikenal sebagai uskup perintis di Banjarmasin, Mgr Demarteau pensiun dari tugasnya hampir 30 tahun lalu pada usia 66 tahun.

“Pertama kali saya menanyakan dia mengapa ia mengundurkan diri lebih awal, bukan 75 tahun seperti uskup lainnya,” kata Peter Kolin, seorang mantan katekis.

“Beliau menyadari bahwa telah  ada penggantinya yang lebih potensial untuk melaksanakan tugas sebagai  uskup”, tambahnya.

Sebagai pastor, ia kemudian menjadi seorang imam di Paroki Bunda Maria Barjarbaru, sekitar satu jam  dengan kendaraan dari Banjarmasin, dan tempat ini di mana misionaris Belanda perintis ini akhirnya dikuburkan pada Sabtu dengan dihadiri sekitar 1.500 umat Katolik dan non-Katolik.

Sumber: Dutch missionary Joannes Demarteau remembered as a pioneer

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi