Paus Benediktus XVI telah mengangkat Uskup Agung Joseph Marino dari Amerika Serikat sebagai Duta Besar Takhta Suci Vatikan (Nuncio) untuk Malaysia yang berkedudukan di negara itu, menyusul Vatikan memutuskan untuk membuka kedutaan baru di Kuala Lumpur, sebagai perkembangan yang sangat signifikan dalam hubungan di antara Takhta Suci dan negara Islam di Asia tenggara ini.
Pada saat yang sama, Paus Benediktus juga menunjuk uskup agung itu sebagai Duta Besar Vatikan untuk Timor Leste dan Delegasi Apostolik untuk Brunei Darussalam.
Vatikan menyampaikan berita pengangkatan tersebut pada Rabu. Pernyataan Vatikan tidak menyebutkan untuk membuka kedutaan baru, tapi sumber-sumber telah menegaskan hal ini akan dilakukan.
Timor Leste, yang memperoleh kemerdekaan dari Indonesia tahun 2002, adalah negara yang mayoritas Katolik di Asia (927.000 dari 1.143.000 penduduknya beragama Katolik). Negara ini memiliki hubungan diplomatik penuh dengan Takhta Suci dan duta besarnya berkedudukan di Roma.
Brunei, yang memperoleh kemerdekaan dari Inggris tahun 1984, adalah negara Islam dengan populasi 408.000, 18.948 di antaranya adalah Katolik, sebagian besar migran, dilayani oleh Vikariat Apostolik itu sejak tahun 2004. Ia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Takhta Suci, yang memiliki delegasi Apostolik untuk Gereja di sana.
Uskup Agung Marino, 50, memiliki pengalaman diplomatik yang bagus. Pada saat pengangkatannya, ia menjabat sebagai Nuncio untuk Bangladesh, sebuah negara mayoritas Muslim.
Lahir di Birmingham, Alabama, Januari 1953, ia mendapatkan gelar dalam filsafat dan psikologi dari University of Scranton di Pennsylvania, serta teologi dan Kitab Suci dari Universitas Gregoriana di Roma, sementara tinggal di North Americaan College (1975-1980).
Setelah melayani pastoral di Birmingham (1980-1984), ia masuk akademi Takhta Suci untuk diplomat di Roma tahun 1984 dan memperoleh gelar doktor di bidang Hukum Kanonik dari Universitas Gregoriana.
Dia bergabung dengan pelayanan diplomatik Takhta Suci tahun 1988 dan kemudian melayani Filipina (1988-1991), Uruguay (1991-1994), Nigeria (1994-1997), dan Inggris (2004-2008).
Dia bekerja selama delapan tahun di Sekretariat Negara Vatikan (1997-2004), sebagai wakil ketua biro (yang berkaitan dengan hubungan dengan negara-negara) dan diikuti dengan Slovenia, Kroasia, Serbia, Bosnia dan Herzegovina, Montenegro, Albania dan Moldova.
Selama perang Kosovo, ia mendampingi Sekretaris untuk Hubungan dengan Negara-negara (“Menteri Luar Negeri” Vatikan), Uskup Agung Jean-Louis Tauran, pada pertemuan dengan Presiden Serbia Slobodan Milosevic pada April 1999, dalam upaya perdamaian atas nama Paus Yohanes Paulus II.
Kemudian Maret 2003, terkait perang Irak, ia menemani Kardinal Pio Laghi ke Washington DC untuk bertemu dengan Presiden George W Bush, untuk misi damai atas nama Paus Yohanes Paulus II, dalam upaya terakhir untuk mencegah invasi.
Paus Benediktus menunjuknya sebagai Nuncio untuk Bangladesh tahun 2008 dan Kardinal Tauran, ketua Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama, menahbiskannya sebagai uskup di Birmingham.
Melalui badan ini, pengalaman diplomatik lintas benua, Uskup Agung Marino pindah ke Kuala Lumpur untuk melayani sebagai wakil Paus di sana dan membuka kedutaan baru. Dia akan melayani Timor Leste dan Brunei dari sana.
Perkembangan hubungan bilateral yang penting di antara Takhta Suci dan Malaysia ini muncul setelah kedua belah pihak sepakat untuk menjalin hubungan diplomatik ketika Perdana Menteri Najib Razak Bin Abdul bertemu Paus Benediktus pada Juli 2011.
Najib mengatakan setelah pertemuan itu bahwa Malaysia setuju untuk hubungan seperti itu guna berbagi pengalaman dan mempromosikan perdamaian dunia dan kerukunan seperti yang dilakukan Vatikan.