- UCAN Indonesia - https://indonesia.ucanews.com -

Prostitusi online picu kekhawatiran para ibu

 

Kasus prostitusi online yang mencuat akhir-akhir ini, yang melibatkan kaum terpelajar, tidak membuat Daezy Donna kaget karena ia sudah memperkirakan dampak yang mungkin muncul dari perkembangan teknologi komunikasi saat ini. Namun kasus ini membuat ibu berusia 36 tahun dan beranak satu ini khawatir.

“Karena aku punya anak perempuan, aku cukup khawatir dengan pengaruh negatif yang mungkin saja ia dapat dari pergaulan atau lingkungan luar termasuk media internet,” katanya.

Anak perempuannya yang berusia 12 tahun menggunakan internet satu kali dalam dua atau tiga hari di rumah. Saat liburan, ia diperbolehkan menggunakan internet setiap hari. Jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook serta online game menjadi pilihannya.

“Sudah pasti orangtua punya peran dan bertanggungjawab penuh dalam hal ini. Saya mengarahkan anak untuk selalu menjalin relasi yang mesra dengan Tuhan lewat doa dan firman,” katanya.

Ernawati, 46, lebih merasa khawatir karena ia tinggal terpisah dengan anak laki-lakinya yang berusia 17 tahun. Anaknya memiliki hobi menggunakan internet dan sering pergi ke warung internet sejak pulang sekolah hingga malam hari.

“Anak saya tinggal bersama neneknya di Wonosobo, Jawa Tengah. Yang bisa saya lakukan adalah monitor saja. Saya kasih arahan, pokoknya kalau buka situs jangan situs porno,” katanya.

Ia bahkan menyekolahkan anaknya ke sekolah Muhammadiyah dengan harapan anaknya memiliki pendidikan agama yang lebih baik.

Daezy dan Ernawati adalah dua dari banyak ibu yang merasa khawatir dengan kebiasaan anak-anak mereka dalam menggunakan internet setelah beberapa kasus prostitusi online dibongkar oleh aparat kepolisian awal Februari lalu.

“W,” inisial untuk seorang tersangka jebolan Universitas Ilmu Komputer di Bandung yang pernah mengelola situs www.cewebisyar.com [1] selama dua bulan terakhir, ditangkap di rumah temannya pada tanggal 6 Februari setelah aparat kepolisian melakukan penyelidikan sebulan sebelumnya.

Situs dengan slogan “Komunitas Cewe Bayaran Indonesia+Asia” tersebut menawarkan kencan dengan puluhan gadis.

Kepolisian setempat menyita laptop plus charger, modem dan telepon seluler yang dipakai sebagai layanan pelanggan situs tersebut serta beberapa benda lainnya.

Tersangka lain, Hemud Farhan Ibnu Hasan dari Institut Pertanian Bogor, ditangkap oleh kepolisian setempat pada tanggal 8 Februari. Ia sedang bersama tiga remaja putri berinisial M (17), M (16) dan D (18) di sebuah kamar hotel saat aparat kepolisian melakukan penggerebekan.

Ia dituduh mengelola situs www.bogorcantik.blogspot.com [2] yang berisi daftar sejumlah remaja putri berusia 16-18 tahun yang bersedia kencan dengan laki-laki yang mau membayar Rp 1,5 juta.

Situs yang telah dikelola selama enam bulan terakhir tersebut berisi foto dan ukuran bra para remaja putri itu.

Kepolisian setempat menyita sebuah laptop, empat telepon selular dan sebuah sepeda motor.

Di Jakarta Timur, tanggal 15 Februari, kepolisian setempat menangkap tiga gadis yang diduga terlibat dalam prostitusi online.

Semua kasus tersebut di atas masih dalam penyelidikan polisi.

Sebagai tindak lanjut, kepolisian di Cianjur bahkan mengelar razia ke sejumlah warung internet yang diduga menjadi tempat operasi prostitusi online.

Menurut polisi, para gadis itu tidak tahu jika mereka ada di situs-situs itu. Mereka hanya tahu bahwa ada mucikari yang mengajak mereka untuk kencan dengan para laki-laki hidung belang.

“Anak-anak remaja itu korban kejahatan perdagangan manusia. Misalnya mereka terpengaruh gaya hidup atau factor kemiskinsn, tetap saja mereka adalah korban komunikasi, hedonism dan konsumerisme sehingga ketika ada tawaran seperti itu akan terbujuk rayu,” kata Badriyah Fayumi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Gaya hidup dan kemiskinsn bisa menjadi alasan para gadis itu terlibat dalam bisnis semacam itu.

Sebagai korban, mereka membutuhkan rehabilitasi, konseling dan trauma healing.

“(Meraka seharusnya) diajak berpikir apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Kemudian diberi alternatif. Jika ada yang berbakat di bidang music, ya ditingkatkan kemampuan itu,” katanya.

Menurut seorang pakar pendidikan, Pastor Vincentius Darmin Mbula, kasus prostitusi online bisa dikaitkan dengan suatu pendidikan yang sudah terkontaminasi dengan berbagai isu seperti bisnis.

“Pendidikan itu seharusnya mengajarkan orang untuk memiliki kecerdasan berpikir, spiritual dan moral yang bisa diolah sehingga orang bisa bertumbuhkembang dan menjadi dewasa,” katanya.

Untuk itu, sistem pendidikan perlu diubah, dari sekedar menghafal menjadi pengembangan diri yang mendorong orang untuk bisa berpikir dan bernalar berdasarkan hati nurani.

“Prostitusi berasal dari tidak adanya kemampuan untuk menghargai diri. Oleh karena itu, proses pendidikan seharusnya mengajarkan orang untuk menghargai diri mereka dan pada akhirnya mereka bisa melindungi diri,” kata imam Ordo Saudara-Saudara Dina (OFM) dari Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) itu.

Katharina R. Lestari, Jakarta