UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Konflik SARA ingin dipicu di Kalbar

Oktober 9, 2013

Konflik SARA ingin dipicu di Kalbar

 

Tokoh-tokoh adat, agama, dan masyarakat harus segera berkumpul untuk meredakan potensi konflik yang bisa terjadi di Kalimantan Barat (Kalbar). Berbagai pihak sedang berupaya menciptakan konflik komunal akibat persaingan dalam pilkada di tingkat provinsi maupun kabupaten/kotamadya.

“Kekalahan dalam pilkada memang akan dieksploitasi untuk menciptakan konflik komunal atau meningkatkan ketegangan SARA. Ini amat berbahaya karena bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa,” kata pengamat sosiologi politik UGM Arie Sudjito di Jakarta, Selasa (8/10), seperti dilansir sinarharapan.com.

Tokoh-tokoh lokal perlu mendinginkan ketegangan di masyarakat guna mencegah konflik sosial yang bisa terjadi sewaktu-waktu.

“Baik elite politik lokal maupun nasional berkepentingan terhadap pilkada sehingga mereka akan menggunakan isu-isu SARA untuk mencapai tujuan,” kata Arie.

Ia menyatakan, masyarakat jangan sampai terjebak ke dalam pertarungan politik praktik yang berujung pada pecahnya konflik horizontal.

“Masyarakat harus dididik bersikap dewasa agar tidak terjebak dalam propaganda yang ingin memperkeruh suasana dan keharmonisan yang telah ada,” katanya.

Direktur Eksekutif Institute Ekonomi Politik Soekarno Hatta (IEPSH), Hatta Taliwang memperingatkan pihak-pihak yang sudah kalah dalam pilkada tidak memicu konflik SARA. “Sudah cukuplah memicu konflik Ambon.

Masyarakat sudah tahu mantan personel militer yang bergabung dalam salah satu partai berkuasa yang memiliki spesialisasi mendalangi kerusuhan SARA,” ujar Hatta. Upaya memicu konflik komunal di Kalbar adalah cara-cara kotor yang dilakukan mantan personel militer kutu loncat.

Dewan Pengurus Daerah Kerukunan Masyarakat Batak (Kerabat) Provinsi Kalbar, menegaskan, Yustinus Jinku Tampubolon yang melaporkan Gubernur Kalbar, Cornelis, ke Mabes Polri pada Senin (30/9), bukan berasal dari suku Batak.

“Kami sudah cek. Bisa saja namanya benar Tampubolon, tetapi bukan garis keturunan langsung suku Batak. Tidak pula ditemukan dokumen pengangkatan Jinku secara ritual adat dalam Marga Tampubolon, sebagai salah satu marga di dalam suku Batak,” kata Rihat Natsir Silalahi, Ketua DPD Kerabat Provinsi Kalbar kepada SH, Selasa (8/10).

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polisi Daerah Kalbar, Ajun Komisaris Besar Polisi Mukson Munandar, menegaskan, akan melakukan pemanggilan paksa terhadap Yustinus Jinku Tampubolon karena pemanggilan yang dilakukan Senin (7/10), tidak hadir dengan alasan kurang jelas.

Kamis, 3 Oktober 2013, Gubernur Kalbar, Cornelis, resmi melapor balik Yustinus Jinku Tampubolon di Mapolda Kalbar. Polisi kemudian sudah memeriksa lima saksi, termasuk saksi pelapor Gubernur Kalbar, Cornelis.

Laporan Cornelis, menanggapi laporan Yustinus Jinku Tampubolon ke Mabes Polri, Senin, 30 September 2013.

Menurut Silalahi, tidak ada larangan warga di luar suku Batak mencamtumkan nama salah satu marga suku Batak. Namun, kalau itu terjadi, tidak semerta-merta yang bersangkutan langsung diakui sebagai suku Batak karena harus melalui ritual adat yang prosesnya panjang.

Silalahi berharap problem hukum Yustinus Jinku Tampubolon dengan Gubernur  Cornelis tidak merembes kepada ketenangan dan ketenteraman suku Batak yang bermukim di Provinsi Kalbar.

“Selama ini jalinan silaturahmi suku Batak dengan suku Dayak di Provinsi Kalbar berjalan baik dan selalu harmonis. Kami selalu bisa menempatkan diri di Kalbar. Kami butuh ketenangan hidup,” kata Silalahi.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi