UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Ketua Muhammadiyah: Banyak upaya politisasi agama

Mei 5, 2014

Ketua Muhammadiyah: Banyak upaya politisasi agama

Romo Franz Magnis Suseno SJ (kiri) dan Din Syamsuddin (kanan).

 

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, mengimbau kepada seluruh umat beragama di Indonesia untuk tetap selalu menjaga kerukunan antaragama guna menciptakan kedamaian dan juga menghindari perpecahan.

“Umat berbagai agama akan bisa bekerja sama akan menampilkan kehidupan dengan damai. Bekerja sama, toleransi, dan akan cukup kuat untuk menghadapi pemeluk-pemeluk agama yang ingin memecah belah,” kata Din, dalam seminar dan bedah buku Romo Franz Magnis Suseno SJ berjudul ‘Iman dan Hati Nurani’.

Seminar bertajuk ‘Iman, Hati Nurani, dan Kebenaran: berhadapan dengan tantangan zaman’, diadakan oleh Penerbit dan Tokoh Buku Obor, milik Konferensi Waligereja Indonesia (KWI),  bekerja sama dengan Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ),  digelar di Aula Katedral, Jakarta, Sabtu (3/5), yang dihadiri sekitar 300 peserta dari paroki-paroki KAJ dan para tokoh lintas agama.

Din mengatakan, saat ini banyak pihak yang mencoba mempolitisasi agama baik di bidang politik maupun ekonomi. Hal itu menurutnya yang sering memperkeruh suasana dan membuat perpecahan sehingga mengganggu kedamaian.

0505g

“Saya ini penganut kerukunan sejati bukan kerukunan yang basa-basi. Bagimu agamamu, bagiku agamaku tapi kita sebagai saudara bisa hidup. Itu tanggung jawab bersama-sama. Maka ini perlu pendekatan kerukunan tertentu,” jelas ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.

Selain itu, Din juga mengaku sering mendapat kecaman dari beberapa kalangan Muslim jika dirinya menghadiri acara hari besar umat non-Muslim seperti perayaan Natal ataupun perayaan hari besar umat Hindu ataupun Buddha.

“Saya sering mendapatkan kecaman kiri kanan, karena ada fatwa MUI tidak dapat menghadiri acara agama lain. Tidak boleh mengucapkan salam, ucapan selamat Natal, tapi hal itu tetap saya kesampingkan. Karena menurut saya, saya meyakini kalau keimanan agama masing-masing itu kuat, itu akan memanifestasikan kebersamaan,” tandas ketua Indonesian Committee on Religion for Peace (IComRP) ini.

Ia juga mengajak semua elemen untuk tidak menilai kafir terhadap orang atau agama lain. “Kadang kita mengklaim kebenaram yang akhirnya mengkafirkan orang lain. Ini muncul juga di agama saya. Kita jangan saling kafir-mengkafirkan, lebih baik kita mencari kebenaran untuk dijadikan titik temu untuk kebaikan bersama,” kata Din.

Dalam hidup beragama, lanjutnya, “kita harus mantap dalam iman kita, dan jangan ragu dengan iman kita. Iman kita perlu didalami.”

Terkait kegusaran umat Kristiani tentang eksistensi Pancasila, Din mengajak umat Kristiani tidak perlu takut. “Kawan-kawan dari Kristiani tidak usah khawatir, NU dan Muhammadiyah akan tetap menegakkan Pancasila.”

Menurutnya, dialog aksi perlu terus dilakukan. Ia mencontohkan di Yogyakarta tiga rumah sakit — Katolik, Muhammadiyah dan Protestan — menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk membangun kerjasama tiga rumah sakit itu ke depan.

Sementara itu Romo Magnis mengajak semua pihak untuk tidak menilai agama lain itu buruk. “Kita jangan menilai agama lain itu buruk. Kita tidak boleh mempersalahkan orang lain tapi mempertanggungjawabkan iman kita.”

0505h

Ia mengajak umat Kristiani terus membangun komunikasi dan silaturahim. “Saya selalu minta para pastor paroki untuk membangun komunikasi atau silahturahim dengan para tokoh Muslim di wilayah mereka.”

Romo Magnis mengamati, dalam 40 tahun terakhir Indonesia lebih Islami. Dan trend ini masih berlangsung terus, umat Kristiani baik Katolik maupun Protestan mengalami Islamisasi ini sebagai tantangan. Intoleransi di tingkat akar rumput bertambah. Tapi ini tidak menghalang umat Kristiani untuk terus berupaya membangun hubungan baik.

Ia mengatakan banyak dari kaum rohaniwan mempunyai hubungan yang cukup baik dengan pelbagai pribadi dan kelompok Muslim. Kami merasakan bahwa Islam, termasuk banyak yang sering disebut radikal, menghormati para pastor dan suster. Dengan itu, kata Romo Magnis, “kita bisa menghadapi umat Muslim dengan lebih terbuka. Karena itu kita kaum rohaniwan juga dapat membantu umat untuk bersikap dengan saudara-saudari Muslim secara wajar dalam semangat Kristus.”

Terkait sejumlah kasus pembangunan gereja, Romo Magnis mengatakan, “Tentu saja, kita juga boleh dan kadang-kadang harus membela hak-hak kita sampai di depan pengadilan. Tetapi, fokus kita adalah pada kesaksian: kesaksian akan kekuatan cinta kasih yang tidak bisa dipadamkan.”

Konradus Epa, Jakarta

 

 

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi