UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Apakah Cina kehilangan pesan niat baik Paus Fransiskus?

Agustus 20, 2014

Apakah Cina kehilangan pesan niat baik Paus Fransiskus?

 

Ketika Paus Fransiskus mengirimkan pesan langka kepada Presiden Cina Xi Jinping pekan lalu, pesan itu hilang – akibat kesalahan teknis yang tidak bisa dijelaskan.

Komunikasi di antara Vatikan dan Beijing tidak pernah mudah atau sangat bermanfaat, dan masalahnya Cina menanggapi rencana Takhta Suci sebagai perluasan anggota Gereja di Asia seperti kunjungannya pertama ke benua itu.

Perjalanannya ke Korea Selatan sebagian direncanakan bertepatan dengan Hari Kaum Muda Asia di kota Daejeon.

Penyelenggara acara itu mengatakan Beijing mencegah sejumlah umat Katolik dari Cina untuk menghadiri kegiatan tersebut, menurut beberapa laporan, imam dari Cina yang berpartisipasi diperingatkan untuk tidak menghadiri setiap kegiatan Paus.

“Dalam hal tertentu seperti ini kita harus berhati-hati,” kata Juru Bicara Vatikan Federico Lombardi ketika diminta mengomentari tindakan Cina.

Cina memang mengizinkan Paus Fransiskus terbang di atas wilayahnya dalam pernerbangan ke Korea Selatan.

Paus Fransiskus mengirim pesan singkat langsung kepada Presiden Xi Jinping saat memasuki wilayah udara Cina.

Meskipun pesan itu dilaporkan secara luas oleh media internasional, namun gagal mencapai Presiden Xi karena beberapa masalah teknis yang tidak dapat dijelaskan, dan kedutaan besar Cina di Roma akhirnya harus meminta pengiriman ulangnya.

Meskipun ia secara tak langsung menyampaikan pesan kepada Cina selama lima hari kunjungannya ke Korea Selatan, Paus membuat beberapa pernyataan yang dipandang sebagai menjangkau Beijing, termasuk seruan untuk dialog dengan negara-negara Asia yang tidak memiliki hubungan resmi dengan Vatikan.

Cina memutuskan hubungan dengan Takhta Suci tahun 1951, dan tidak mengakui otoritas Vatikan.

Para ahli memperkirakan bahwa ada sekitar 12 juta umat Katolik di Cina, dengan sekitar setengah adalah umat yang tergabung dengan Asosiasi Patriotik Katolik Cina.

Sisanya adalah komunitas “bawah tanah” yang tidak diakui pemerintah, berasama klerus yang setia kepada Vatikan.

Partai Komunis yang berkuasa di Cina secara resmi ateis dan Beijing melakukan pengawasan yang ketat terhadap semua institusi agama yang diakui, termasuk khotbah.

Poin utama pertentangan menyangkut pengangkatan uskup, dimana Vatikan melihat otoritasnya sebagai mutlak. Dari sudut pandang Cina, menyerahkan pengangkatan tersebut akan sama saja dengan hilangnya kedaulatan politik.

“Cina melihat para uskup sebagai pemimpin sosial,” kata Anthony Lam, seorang peneliti senior di Pusat Studi Roh Kudus di Hong Kong, yang terus memantau Gereja di Cina daratan.

Dalam sambutan tanpa naskah dalam pidatonya kepada para uskup Asia pada Minggu, Paus Fransiskus menekankan dialog dengan negara-negara termasuk Cina adalah dialog “persaudaraan”, bukan politik.

Pendahulunya Paus Benediktus telah sama menyatakan Vatikan tidak berniat merusak aturan Beijing. Meskipun jaminan tersebut, dialog antara Vatikan dan Beijing jarang meningkat melampaui tingkat-tingkat rendah pembicaraan informal.

“Niat baik adalah sesuatu yang baik, tapi niat baik saja tidak cukup. Tidak akan ada keajaiban dalam hubungan ini,” kata Gianni Criveller, seorang teolog Katolik berbasis di Hong Kong dan pengamat isu-isu agama di Cina.

Criveller “tidak terlalu optimis” dari setiap terobosan dalam jangka pendek, sebagian karena sifat faksi politik Cina, terutama antara garis keras dan elemen yang lebih liberal.

“Ketika pertikaian pecah, agama adalah salah satu isu yang dapat digunakan sebagai senjata ideologis,” katanya.

“Jadi tidak ada dalam kepemimpinan ingin mengorbankan sesuatu seperti agama, namun agama akan dijadikan amunisi bila mengkritik mereka.”

Sumber: UCA News

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi