UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Sebuah gereja Katolik di Myanmar menjadi sasaran serangan militer

Maret 6, 2015

Sebuah gereja Katolik di Myanmar menjadi sasaran serangan militer

Sebuah jendela di Gereja Imakulata di Kutkai, Negara Bagian Shan, rusak akibat tembakan.

 

Sebuah paroki di Negara Bagian Shan, Myanmar bagian utara menjadi sasaran konflik spiral di kawasan itu pekan lalu ketika artileri kecil mendarat di kompleks gereja.

Kutkai Township, terletak di antara Kota Lashio dan Kota Muse di jalur perdagangan darat utama antara Myanmar dan Provinsi Yunnan, Tiongkok, telah menyaksikan para pengungsi  tahun ini akibat bentrokan antara pasukan pemerintah Myanmar dan sejumlah kelompok etnis bersenjata yang beroperasi di wilayah ini.

Konflik itu sangat jarang  berdampak langsung terhadap Gereja Katolik setempat, namun paroki Kutkai  dicurigai oleh militer menyusul insiden pada  24 Februari malam.

Pastor John Sau Luk, pastor paroki itu, mengatakan kepada ucanews.com bahwa serangan bom disusul  dengan pertempuran singkat terjadi dekat dengan bagian depan kompleks gereja malam itu.

“Tiga peluru ditembakkan ke gereja. Dua meledak dan satu tidak, jadi tentara datang terkait bom yang meledak pada Rabu”, kata imam itu dalam sebuah wawancara pada Kamis.

“Ketika  peristiwa itu terjadi saya bertiarap di bawah tempat tidur. Pastor pembantu paroki saya sedang tidur di kamarnya dan beberapa pecahan peluru menghantam jendela dan hancur.”

Selain jendela di tempat imam itu, salah satu jendela  gereja itu  juga rusak.

Pastor  Sau Luk mengatakan peluru hanya panjang sekitar 10 cm, tapi  potongan-potongan kecil logam  beterbangan ke segala arah.

Tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atas penembakan itu.  Militer dan kelompok milisi Myanmar yang didukung pemerintah daerah, para pejuang – Tentara Kemerdekaan Kachin, Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang, dan Tentara  Negara Bagian Shan Utara, semuanya dikenal aktif di daerah itu.

Sehari setelah penembakan itu, militer memasuki kompleks gereja, menanyakan  sejumlah orang dan benar-benar mencari  gereja dan rumah imam. Lima pemuda yang tinggal di kompleks gereja dan satpam berusia 55 tahun dibawa ke pangkalan militer lokal untuk interogasi lebih lanjut.

“Mereka menutup mata tiga dari kami dan memukul saya dengan gagang senapan,” kata salah satu dari mereka yang ditanyai, berusia 19 tahun, yang meminta namanya dirahasiakan.

Semua enam orang menegaskan  mereka tidak terlibat dalam bentrokan malam sebelumnya, katanya, tetapi mereka diinterogasi, seringkali dengan kekerasan, selama lima jam oleh militer sebelum diserahkan kepada polisi dan kemudian dibebaskan.

“Mereka menuduh kami sebagai pemberontak, dan berteriak: ‘Dimana senjata? Dimana bom?” kata pemuda itu.

“Salah satu dari kami tidak bisa berbicara  bahasa Burma, sehingga mereka memukuli dia,” tambahnya. Mayoritas umat Katolik di Kutkai memiliki  minoritas etnis  Kachin.

Pertempuran baru-baru ini di daerah sekitar Kutkai telah menyebabkan 450 orang mengungsi dan berlindung di kota itu sejak awal 2015, menurut Kantor  Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (UNOCHA).

Ratusan orang tinggal di kamp-kamp sementara di kota itu – termasuk satu yang terletak di kompleks gereja Katolik – dan tempat lain di utara negara bagian Shan, dimana pertempuran telah meluas akibat konflik selama empat tahun di negara bagian Kachin di utara.

Bentrokan  pecah bulan lalu di wilayah Kokang, sekitar 100 kilometer sebelah timur Kutkai, yang melibatkan kelompok pemberontak etnis Cina yang disebut Tentara Aliansi Nasional Demokrat Myanmar.

Sekitar 30.000 orang telah menyeberangi perbatasan ke Tiongkok, dimana akses kemanusiaan telah terbatas, dan menurut UNOCHA sekitar 13.000 orang, sebagian besar etnis Bamar, melarikan diri ke arah barat, banyak yang kembali ke rumah mereka di Myanmar tengah.

Sumber: ucanews.com

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi