UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Radikalisme kelanjutan isu besar intoleransi

April 2, 2015

Radikalisme kelanjutan isu besar intoleransi

Ilustrasi

 

Kasus beredarnya buku pendidikan agama Islam yang berisi ajaran radikal bukan fenomena baru, melainkan kelanjutan dari isu besar persoalan intoleransi di Indonesia. Setiap tahun, kondisi intoleransi di sekolah-sekolah mengalami eskalasi peningkatan.

“Kita sangat prihatin melihat kondisi sekolah yang intoleransinya terus meningkat. Studi ini beberapa kali sudah dilakukan. Kejadian akhir-akhir ini hanyalah konfirmasi bahwa betul ada masalah di dunia pendidikan kita,” kata Cendekiawan Muslim, Budhy Munawar Rachman, Rabu (1/4), di Jakarta.

Seperti diberitakan sejumlah media massa, di Bandung, Jawa Barat, dan Jombang, Jawa Timur, beredar buku Kumpulan Lembar Kerja Peserta Didik Pendidikan Agama Islam Kelas XI SMA dengan kutipan, diperbolehkan membunuh orang musyrik.

Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nur Syam membenarkan adanya peredaran buku yang mencantumkan aspek historis ajaran kekerasan di dalam agama. Ajaran itu menimbulkan radikalisme yang tak sesuai aspek antropologis dan sosiologis Indonesia sehingga buku harus ditarik (Kompas cetak, 1/4).

Menurut Budhy, pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama, harus memberi perhatian serius pada masalah ini. Jika ini dibiarkan, intoleransi yang terus menguat akan berkembang menjadi radikalisme, yang selangkah lagi akan bertumbuh menjadi terorisme.

Selain menghentikan peredaran buku-buku yang berisi ajaran radikal, menurut Budhy, guru-guru agama serta PPKN perlu dibantu untuk bisa mengembangkan paham-paham toleransi kebangsaan. Mereka juga perlu dilatih mengembangkan sikap inklusif.

“Jika guru-guru agama dan PPKN kita eksklusif, mereka justru akan menguatkan arus radikalisme di sekolah,” ujar Budhy.

Bisa ditelusuri

Tokoh agama yang juga Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Romo Franz Magnis-Suseno SJ menyatakan, semestinya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak menerbitkan buku-buku yang menganjurkan perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan Undang-Undang Dasar di Indonesia. Hal ini merupakan pegangan pokok.

“Apakah buku seperti itu baru beredar sekarang atau sudah lama bisa ditelusuri. Kalau baru pertama kali muncul, bisa dicek siapa yang menyusun dan mengapa bisa demikian?” katanya.

Menurut Romo Magnis, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu bertanya dan meminta pendapat kepada pemuka agama yang bersangkutan, dalam hal ini agama Islam, tentang isi buku pendidikan agama yang benar-benar sesuai dengan kaidah Islam dan tidak melanggar hukum serta UUD.

Secara terpisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyatakan, buku-buku yang tak layak akan ditarik dan diperbaiki. “Kita akan mereformasi tata kelola perbukuan,” kata Anies, Selasa (31/3).

Keresahan akan penyebaran radikalisme membuat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, memblokir 19 situs web yang diduga menyebarkan radikalisme. Namun, kebijakan itu diprotes tujuh perwakilan pengelola situs, yakni aqlislamiccenter.com, hidayatullah.com, kiblat.net, salam-online.com, panjimas.com, arrahmah.com, dan gemaislam.com (Kompas cetak, 1/4). (Kompas.com)

 

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi