Amerika Serikat (AS) pada Rabu menegaskan keprihatinannya yang mendalam mengenai pembatasan kebebasan berekspresi di Malaysia, enam hari setelah parlemen mengesahkan amandemen UU Penghasutan, yang para kritikus mengatakan undang-undang itu akan lebih kejam.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan melalui kedutaan besarnya di Kuala Lumpur, Departemen Luar Negeri AS mengatakan revisi tersebut, termasuk denda yang lebih tinggi bahkan termasuk pelanggar pertama kali, merupakan ancaman bagi kebebasan berbicara dan wacana publik.
“Amerika Serikat mencatat bagian dari amandemen UU Penghasutan Malaysia pada 10 April, dan kami menegaskan kembali kekhawatiran kami tentang pembatasan kebebasan berekspresi di Malaysia,” katanya.
“Kekhawatiran utama adalah ketentuan baru yang memberikan hukuman yang lebih berat terhadap para penghasut – termasuk bagi pelanggar pertama kali – berbagi materi yang diduga menghasut kejahatan di media sosial.”
Amandemen UU itu juga tidak jauh berbeda dengan era kolonial dan dikenakan hukuman penjara antara tiga hingga tujuh tahun, serta penjara hingga 20 tahun bagi yang melakukan penghasutan atau pernyataan yang menyebabkan kerugian fisik dan kerusakan properti.
UU itu sekarang ditangani pengadilan sebagai lembaga pemerintah untuk menghapus materi-materi yang bersifat menghasut di Internet.
Amandemen tersebut juga memuat ketentuan yang mempromosikan kebencian antaragama yang berbeda adalah sebuah pelanggaran.
“Kami menyambut keputusan itu untuk menghapus ketentuan melarang kritik terhadap pemerintah dan lembaga peradilan, dan kami berharap pemerintah Malaysia merperhatikan pasal-pasal yang kini sudah tidak berfungsi sebagai hukum,” katanya hari ini.
“Namun, aspek lain dari amandemen UU itu mengancam untuk membatasi pidato dan wacana publik.”
Pemerintah Malaysia juga diingatkan bahwa amandemen itu akan membatasi debat publik, Departemen Luar Negeri AS mencatat, bisa menjadi salah satu perlindungan terbaik terhadap intoleransi dan memainkan peran positif dalam memperkuat demokrasi dan memerangi kebencian.
Anggota parlemen oposisi telah melancarkan kampanye sengit untuk menghentikan amandemen pekan lalu, seraya mengatakan UU itu terbuka untuk penyalahgunaan karena ketidakjelasan istilah “penghasutan”.
Pemerintah Malaysia telah menjerat para politisi oposisi, aktivis, akademisi, pengacara, wartawan, dengan didakwa melakukan penghasutan, menghadapi sidang, atau dalam penyelidikan di bawah hukum.
Hanya 10 hari sebelum amandemen itu disahkan, dua eksekutif senior dan tiga editor dari The Edge dan The Insider Malaysia ditangkap berdasarkan UU Penghasutan tersebut terkait laporan mereka yang diterbitkan pada 25 Maret, yang mengatakan Konferensi Penguasa telah menolak usulan untuk mengubah undang-undang federal akan membuka jalan bagi hudud yang akan diberlakukan di Kelantan.
Sumber: ucanews.com