UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

RUU kontroversial Myanmar akan berdampak buruk bagi perempuan dan minoritas

April 24, 2015

RUU kontroversial Myanmar akan berdampak buruk bagi perempuan dan minoritas

 

RUU pengendalian penduduk Myanmar bisa menimbulkan kemunduran bagi kemajuan kesehatan ibu atau diskriminasi  di negara itu jika diterapkan secara paksa, demikian Physicians for Human Rights (PHR), yang berbasis di AS.

RUU itu, yang menerapkan praktek “jarak kelahiran”, diharapkan akan ditandatangani oleh Presiden Thein Sein dalam waktu dekat.

Meskipun jarak kelahiran dapat menurunkan angka kelahiran anak dan kematian ibu dan anak, PHR mengatakan khawatir bahwa RUU itu  secara eksplisit memiliki bias lain.

“Memberikan informasi tentang reproduksi dan sarana mengontrol jumlah dan jarak anak adalah penting, asalkan kontrol kesuburan tidak menjadi sarana menekan pertumbuhan kelompok marjinal,” kata Widney Brown, direktur Program PHR, dalam pernyataan  pada Rabu.

Perhatian khusus, kata PHR, adalah populasi Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, yang telah mengalami pembatasan perkawinan, pencatatan kelahiran, dan sejumlah pelanggaran hak-hak lainnya.

“Jika RUU ini ditandatangani dan diterapkan secara selektif di daerah dimana agama atau etnis minoritas sudah mengalami diskriminasi yang terus-menerus dan meluas, kita menghadapi risiko tinggi pelanggaran HAM berat,” kata Brown.

Pendukung RUU itu termasuk Ma Ba Tha, sebuah kelompok nasionalis Buddha yang anggotanya termasuk biksu anti-Muslim seperti U Wirathu.

Para penentang   RUU tersebut menyatakan, jika  RUU itu  ditandatangani saat ini, dapat digunakan untuk menganiaya warga Rohingya dan agama atau etnis minoritas lainnya.

Sekitar  1,1 juta Muslim Rohingya Myanmar masih mengungsi dan terbatas pada kamp-kamp kumuh setelah bentrokan mematikan dengan Rakhine Buddha tahun 2012.

Aung Win, seorang tokoh masyarakat Rohingya di kota Sittwe, percaya bahwa RUU itu akan digunakan untuk melawan rakyat.

“Pemerintah setempat telah berusaha menekan dan mengendalikan tingkat kelahiran Muslim Rohingya dengan kebijakan dua anak. Tapi gagal karena tekanan dari kelompok-kelompok HAM dan masyarakat internasional. Jadi langkah selanjutnya untuk mendiskriminasikan dan menekan minoritas muncul melalui RUU itu yang didorong oleh Ma Ba Tha,” kata Aung Win kepada ucanews.com pada Kamis.

“Kami akan menunggu dan melihat apakah presiden menandatangani RUU itu sebelum pemilihan umum pada November …”, katanya.

Sandar Min, seorang anggota parlemen majelis rendah dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), mengatakan bahwa anggota parlemen NLD telah membahas sejumlah aspek RUU diskriminatif itu dan menyimpulkan bahwa RUU itu akan berdampak negatif bagi etnis minoritas.

“Menurut pendapat saya, RUU itu tidak diperlukan di tingkat nasional … RUU itu harus dilaksanakan di tingkat regional,” katanya.

Sandar Min mengatakan kepada ucanews.com bahwa akan lebih baik “memprioritaskan kesadaran di daerah (negara bagian) yang penduduknya tumbuh cepat dan memberikan pendidikan tentang hak-hak perempuan” bukannya memaksakanpenerapan  UU tersebut.

Sumber: ucanews.com

 

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi