UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Myanmar melemparkan tanggung jawab terkait krisis manusia perahu

Mei 29, 2015

Myanmar melemparkan tanggung jawab terkait krisis manusia perahu

 

Para delegasi dari Myanmar, Banglades, Indonesia dan 14 negara lainnya, bersama  PBB dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), berkumpul di Bangkok pada Jumat untuk membahas krisis manusia perahu yang mengganggu kawasan tersebut.

Lebih dari 3.500 manusia perahu – kebanyakan dari mereka adalah warga Rohingya – telah tiba di Thailand, Malaysia dan Indonesia dalam beberapa pekan terakhir, sementara ribuan lainnya mungkin masih berada di Laut Andaman.

Pada sesi pembukaan, delegasi Myanmar bersikeras bahwa pihaknya “berpikiran terbuka” dan ingin mengatasi krisis kemanusiaan, tetapi mengurangi perannya terkait manusia perahu  saat ini.

“Isu migrasi dan manusia perahu ilegal ini, Anda tidak bisa menyerahkan negara saya,” kata Htin Lynn, wakil khusus Myanmar.

Pada pertemuan di Putrajaya pada 20 Mei, Thailand, Indonesia dan tuan rumah Malaysia sepakat memberikan bantuan kemanusiaan. Indonesia dan Malaysia juga sepakat menyediakan tempat penampungan sementara, pemukiman kembali, dan repatriasi, opsi yang sedang dipertimbangkan.

Ketiga negara itu pada Jumat mengatakan, mereka berharap pertemuan Bangkok itu akan mengatasi “akar penyebab”.

“Pemerintah saya yakin bahwa memerangi perdagangan manusia dan migrasi ilegal perlu mengatasi akar penyebab,” kata Ibrahim bin Abdullah, wakil sekjen Kementerian Luar Negeri Malaysia.

Menurut Abdullah, sebanyak 149.920 dari 152.830 pengungsi dan pencari suaka yang terdaftar di Malaysia berasal dari Myanmar.

Lynn, yang merupakan direktur jenderal di departemen ekonomi Kementerian Luar Negeri Myanmar, tampaknya menyalahkan PBB karena tidak mendukung negaranya secara memadai.

“Saya membawa kasus ini kepada UNHCR, saya mengatakan apa yang akan Anda lakukan tentang perdagangan manusia. … Saya mengangkat ini sejak September,” katanya.

Pada pernyataan pembukaan, Asisten Komisaris Tinggi untuk Perlindungan UNHCR, Volker Turk, menyerukan Myanmar mengeluarkan kartu tanda penduduk dan dokumentasi hukum lainnya.

Sekitar 1,3 juta Muslim Rohingya hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. Meskipun sebagian besar telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi, pemerintah menganggap mereka sebagai imigran ilegal dan menolak mereka akses ke pelayanan yang paling dasar. Ratusan ribu orang melarikan diri dari negara itu dalam beberapa tahun terakhir, atau pindah ke kamp-kamp pengungsian tanpa makanan yang cukup atau perawatan medis.

Selama sesi pembukaan, tidak ada pembicara mengucapkan kata “Rohingya”, meskipun Menteri Luar Negeri Thanasak Patimaprakorn kemudian menegaskan: “Kami tidak menekan” pemerintah Myanmar terkait minoritas tersebut sebagai Bengali dan telah bentrok dengan masyarakat internasional terkait bantuan.

“Kami mengadakan pertemuan ini di bawah suasana yang terbuka dan jika Anda menyalahkan, itu tidak akan berhasil,” katanya saat konferensi pers.

Sumber: ucanews.com

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi