UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Sulit menghentikan pekerja anak di Filipina

Juni 17, 2015

Sulit menghentikan pekerja anak di Filipina

 

Ayah Jenny, seorang sopir berupaya membantu keluarganya, tapi Jenny masih tahu penghasilan ayahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hudup keluarga.

Itu sebabnya siswa Kelas IX itu bangun setiap  pukul 03.00 pagi berjalan-jalan di sekitar Davao City, menjelajahi tempat sampah untuk mengais sesuatu yang dia bisa dapat dan menjual ke toko-toko daur ulang.

“Ini bukan pekerjaan mudah,” kata Jenny* kepada ucanews.com. “Pekerja seperti ini tidak dilakukan oleh semua orang. Tapi, aku harus bekerja atau  saya tidak bisa pergi ke sekolah. Saya hanya ingin membantu keluarga saya.”

Sehari, Jenny bisa membawa pulang sekitar  2 dollar AS. Sebagian besar uang itu diberikan kepada ibunya untuk membeli beras. Sisanya untuk kebutuhan dia ke sekolah. Namun, ada hari-hari ketika gadis itu pulang tanpa membawa uang.

Seperti Jenny, Ramon, 12, juga membantu keluarganya. Dia bekerja di sebuah perkebunan tebu di Provinsi Bukidnon, Mindanao, penghasilan sekitar 3 dollar AS per hari.

“Sulit,” katanya. “Pemilik kebun tidak mengizinkan kami untuk beristirahat … tapi aku harus bekerja atau kami akan mengalami kelaparan.”

Jenny dan Ramon di antara banyak sekali anak di Filipina yang bekerja. Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), sekitar 2,1 juta orang dianggap sebagai pekerja anak di Filipina.

Data dari Biro Statistik  Filipina menunjukkan sekitar 95 persen dari pekerja anak di negara tersebut terlibat dalam pekerjaan berbahaya di peternakan, perkebunan, pertambangan, di jalan-jalan kota, pabrik, dan bahkan di rumah-rumah pribadi sebagai pekerja rumah tangga.

Dalam sebuah laporan yang diluncurkan bulan ini  menandai Hari Menentang Pekerja Anak Dunia, ILO mengatakan ada “bukti empiris” bagaimana pekerja anak dan pendidikan yang terbatas menyebabkan remaja lebih rentan dan transisi lebih sulit.

Laporan ini menemukan bahwa pekerja anak lebih mungkin dibayar rendah. Seorang anak yang bekerja dalam pekerjaan berbahaya adalah lebih mungkin kurang berpendidikan, dan kurang memiliki pekerjaan di masa dewasa yang memenuhi kriteria dasar untuk “pekerjaan yang layak”, termasuk keamanan kerja, dan perlindungan sosial bagi keluarga.

Pemerintah Filipina dan lembaga-lembaga lokal telah berupaya mengatasi pekerja anak. Di Davao City, misalnya, Lembaga Ekumenis Pendidikan dan Penelitian Tenaga Kerja menerapkan program mendorong anak-anak yang bekerja di industri berbahaya seperti perkebunan, pertambangan, dan pertanian untuk kembali ke sekolah formal.

Lembaga ini telah membangun enam pusat di daerah yang berbeda, dimana pekerja anak diberikan kelas khusus.

Tahun 2012, pemerintah Filipina meluncurkan program Bantuan Langsung Tunai Bersyarat untuk mengatasi apa yang disebut “kemiskinan antar-generasi” di kalangan keluarga miskin di Filipina.

Sebagian dari program ini, keluarga miskin diberi tunjangan bulanan agar anak-anak mereka dikirim ke sekolah, mengadakan pemeriksaan medis rutin, dan  ibu hamil bisa pergi bersalin di pusat-pusat kesehatan pemerintah.

Namun, para aktivis LSM-LSM membantu anak-anak mengatakan program ini tidak mengatasi akar masalah.

“Data pemerintah sendiri menunjukkan bahwa anak-anak terus bekerja di tempat-tempat yang berbahaya,” kata Kharlo Manano, sekjen Salinlahi Alliance for Children’s Concerns, kepada ucanews.com.

Dia mengatakan kemiskinan terus mendorong anak-anak keluar dari sekolah dan bekerja. Manano mengkritik program pemerintah tentang “Pekerja Anak Gratis Filipina” tahun 2012. Program ini bertujuan  mengurangi  pekerja anak di negara itu hingga 75 persen serta memberantas bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak  tahun 2016.

“Statistik dan pengalaman menunjukkan bahwa program pemerintah hanya lip service,” kata Manano. “Kami harus terus menuntut … pemerintah untuk memenuhi tanggung jawabnya untuk anak-anak kita.”

Namun, pihak berwenang berpendapat bahwa pemerintah melakukan yang terbaik untuk mengakhiri pekerja anak di negara ini.

Dalam sebuah wawancara akhir tahun lalu, Sekretaris Kementerian Tenaga Kerja Rosalinda Baldoz mengatakan pemerintah sedang menanggulangi masalah “satu desa saat ini”.

Awal tahun ini, ia  mengumumkan bahwa enam barangay, atau kabupaten, di provinsi pegunungan telah dinyatakan bebas dari pekerja anak. Ada lebih dari 42.000 barangay di Filipina.

Kembali di Davao City, anak-anak masih bekerja.

“Saya mulai bekerja ketika saya berumur enam tahun,” kata Marie, seorang pekerja anak. “Awalnya saya hanya bergabung orangtua saya yang bekerja di sebuah peternakan. Tugas saya adalah  membawa hewan-hewan ke sungai.”

Dia mulai bekerja “full-time” saat dia berusia 11 tahun, katanya. Sekarang, dia hampir berusia 15 tahun dan menghasilkan sekitar satu dollar sehari.

* Nama-nama anak yang dikutip dalam cerita ini telah diubah untuk melindungi identitas mereka.

Sumber: ucanews.com

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi