UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Komunitas suku dominasi panggilan religius di Asia Selatan

Juli 27, 2015

Komunitas suku dominasi panggilan religius di Asia Selatan

Seorang Katolik di India memegang salib ketika mengikuti protes di Mumbai, Februari 2015

Bruder Michael Mundanatt OFMCap berusia 67 tahun adalah anak bungsu dari lima bersaudara di provinsi Kapusin, yang mencakup sebagian besar India  utara.

Dia mungkin menjadi bruder yang terakhir dari tarekatnya.

Bruder Mundanatt tinggal bersama belasan imam Kapusin di pusat provinsi Krist Jyoti di pinggiran New Delhi. Dia mengatakan dia “tidak khawatir” menjadi bruder terakhir.

Tapi provinsialnya, Pastor PJ Joseph OFMCap, mencatat bahwa kehadiran para bruder di sejumlah kongregasi di wilayah ini mungkin akan mendekati akhir.

“Di provinsi kami, kami tidak memiliki banyak orang bergabung dengan kami menjadi bruder,” katanya.

Ketika religus berkumpul pekan ini di Thailand untuk menghadiri sebuah simposium yang diadakan oleh Federasi Konferensi-konferensi Waligereja Asia (FABC), religius pria dan religius wanita seluruh kawasan ini sedang menghadapi tantangan untuk misi mereka.

Seperti bruder Kapusin, religius di seluruh Asia Selatan melihat transformasi yang signifikan yang akan mempengaruhi masa depan hidup bakti. Di negara-negara seperti Banglades, India, Pakistan dan Sri Lanka, yang masuk kongregasi religius sedang berubah.

“Lebih sedikit orang sekarang datang dari kantong Katolik tradisional dan lebih banyak berasal dari kelompok suku yang masuk religius,” kata Pastor Joseph dari situasi di India.

Kebanyakan anggota baru dari 125.000 religius pria dan religius wanita di India kini berasal dari daerah-daerah di mana para misionaris sangat aktif pada semester kedua abad ke-20, katanya.

Hanya tiga dekade lalu, sebagian besar religius India berasal dari negara bagian – Kerala, Goa, Karnataka dan kota-kota seperti Kolkata dan Mumbai, di mana orang Katolik sudah berada selama  berabad-abad.

Pergeseran demografis ini juga sama dengan  tempat-tempat lain di Asia Selatan.

Dekade lalu di Banglades, misalnya, sebagian besar religius berasal dari keluarga Katolik suku Bengali. Saat ini, kebanyakan berasal dari keluarga-keluarga pribumi.

“Para anggota dari komunitas suku meningkat dan orang-orang dari kelompok Bengali menurun,” kata Pastor James Clement, ketua Konferensi Religius Banglades.

Dia memperkirakan bahwa religius pria dan religius wanita dari komunitas suku kini mencapai 60 persen dari sekitar 1.225 religius di negara mayoritas Muslim itu. Orang-orang dari keluarga Katolik Bengali tradisional mewakili sekitar 40 persen. Ini berbalik dengan masa lalu, katanya.

Di Pakistan, religius secara tradisional berasal  dari komunitas Katolik Goa. Namun, saat ini, lebih banyak religius datang dari masyarakat Punjab, kelompok etnis terbesar di negara itu, menurut Kashif Anthony, koordinator Komisi Nasional untuk Keadilan dan Perdamaian.

Anthony mengatakan banyak umat Katolik Goa telah bermigrasi dari Pakistan, maka pergeseran demografis terjadi.

Asal-usul Gereja di Pakistan adalah para misionaris asing. Namun, dalam dekade terakhir, jumlah misionaris asing telah menurun secara signifikan, menurut Pastor Pascal Paulus OP, ketua Konferensi Pemimpin Tinggi Religius Pakistan.

“Jumlah mereka yang hadir secara perlahan menurun,” katanya. “Kebijakan pemerintah, terorisme dan penurunan panggilan Eropa  dipersalahkan.”

Dia mengatakan perekrutan religius pria dan religius wanita lokal adalah tantangan lain. Provinsial Dominikan itu menyalahkan materialisme, media dan smartphone adalah tantangan tersebut.

“Mungkin kami juga telah melupakan akar kami,” katanya. “Orang-orang muda sulit masuk kehidupan religius. Kami perlu orang-orang yang benar-benar berkomitmen terhadap perdamaian dan dialog.”

Namun, para pejabat Gereja lainnya mengatakan orang muda masih tertarik untuk hidup bakti.

“Di Pakistan, jumlah pria dan wanita yang masuk kehidupan religius meningkat secara bertahap selama 10 tahun terakhir dan khususnya jumlah orang muda bergabung kehidupan religius terus meningkat,” kata Pastor Asif John, Rektor Seminari St Fransiskus Xaverius di Lahore, kepada ucanews.com.

Menurut direktori Gereja Katolik Pakistan, ada 308 imam, termasuk 122 tarekat religius. Selain itu, ada 46 bruder dan lebih dari 800 biarawati.

Sementara itu, Sri Lanka memiliki sekitar 3.400 religius, mayoritas dari mereka adalah religius wanita, demikian Bruder Loyala Fernando.

0727d

Para biarawati bergabung dalam sebuah protes untuk hak Dalit di New Delhi pada 2013. (Foto: Bijay Kumar Minj)

 

Pendidikan

Peningkatan standar hidup dan penyusutan jumlah keluarga dapat mempengaruhi jumlah yang masuk religius  berasal dari daerah Kristen tradisional, kata Pastor Joe Mannath, sekretaris nasional Konferensi Religius India.

“Memang benar secara global. Jumlah orang yang masuk menurun karena jumlah anggota keluarga menjadi lebih kecil dan standar ekonomi naik,” katanya, seraya menambahkan perekrutan lebih banyak di India berasal dari masyarakat suku di utara dan dari kelompok Dalit  di selatan.

Perubahan demografi memiliki implikasi terhadap masa depan formasi religius.

“Kapasitas intelektual dan emosional mereka membutuhkan pengembangan,” kata Pastor Yusuf, provinsial Kapusin  Krist Jyoti. “Mereka memiliki masalah dengan bahasa dan budaya. Umumnya, kualitas buruk menjadi keprihatinan utama.”

Pastor George Pattery SJ, Provinsial Yesuit Asia Selatan, mengakui bahwa orang yang masuk religius lebih sedikit berasal dari Katolik tradisional dan lebih banyak dari masyarakat adat. Ada sekitar 4.000 Yesuit di seluruh kawasan itu.

Bahasa Inggris adalah sarana utama pembinaan bagi sebagian besar religius, tetapi bahasa itu tetap menjadi  bahasa kedua. Ini mungkin sebuah tantangan, tetapi tidak berarti itu harus berefek buruk.

Memiliki lebih banyak direkrut dari latar belakang non-tradisional akan membawa  Gereja menjadi sebuah identitas baru di Asia Selatan, katanya. Namun demikian, pergeseran demografi berarti bahwa Gereja harus beradaptasi dengan perubahan perekrutan untuk pendidikan dan pelatihan, katanya.

Sebuah simbol Kristen

Sementara demografi kongregasi berubah, tidak menjadi alasan untuk menarik anggota baru masuk kehidupan religius.

Pastor Mannath mengatakan kebanyakan orang bergabung dengan kongregasi religius karena keinginan untuk melayani orang miskin dan orang sakit, serta perjuangan untuk hak-hak masyarakat tertindas.

Di Asia Selatan, religius terus menjadi wajah dari Gereja karena kehadiran sekolah-sekolah terkenal, fasilitas medis, pelatihan kejuruan dan pusat-pusat pelayanan sosial.

Banyak bagian di kawasan itu sedang berjuang dengan kemiskinan, buta huruf, korupsi dan kurang gizi. Sekitar 20 juta umat Katolik di wilayah itu adalah minoritas, lembaga-lembaga religius dan pelayanannya menjadi simbol penting dari agama Katolik.

Namun, bagi bruder Kapusin di India, akan mengalami perubahan di masa yang akan datang.

Seluruh wilayah dalam kongregasi yang memungkinkan baik imam maupun bruder, ada lebih sedikit  direkrut untuk menggantikan bruder tua, menurut Pastor Varghese Manimala OFMCap, seorang teolog spiritual dan ahli dalam formasi.

Sumber: ucanews.com

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi