UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Tokoh lintas agama berkomitmen selamatkan bumi

September 23, 2015

Tokoh lintas agama berkomitmen selamatkan bumi

Pastor Agustinus Ulahayanan (berdiri di belakang podium) menyampaikan sambutan saat deklarasi Indonesia Bergerak Menyelamatkan Bumi (SIAGA Bumi) yang digelar di kompleks parlemen di Jakarta, Senin (21/9).

 

Para pemimpin dari enam agama yang diakui negara telah menyatakan komitmen mereka untuk menyelamatkan bumi pada Senin (21/9) lalu yang bertepatan dengan Hari Perdamaian Dunia.

“Peringatan pada hari ini kita sertakan juga dengan deklarasi sebuah gerakan baru, gerakan kita semua, yaitu Indonesia Bergerak Menyelamatkan Bumi, yang kemudian disingkat SIAGA Bumi. Ini diharapkan dapat mendorong kita untuk terus menerus berjuang menciptakan perdamaian di muka bumi ini,” kata Din Syamsuddin, ketua tim pengarah gerakan dan juga ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), saat deklarasi gerakan itu di kompleks parlemen di Jakarta.

Dikatakan, umat manusia di seluruh dunia sedang menghadapi ketiadaan perdamaian dalam bentuk kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, kesenjangan, diskriminasi, kekerasan dan kerusakan lingkungan hidup.

“Gerakan yang kita ciptakan dan sepakati dalam bentuk bersama ini … bukan gerakan Indonesia, gerakan bangsa atau rakyat Indonesia (karena) masih dianggap pasif. Tapi kalau sudah bergerak, Indonesia bergerak, jadi harus betul-betul bergerak menyelamatkan bumi karena bumi tempat kita berada ini dalam keadaan kritis,” katanya.

Untuk gerakan itu sendiri, ia mengatakan bahwa para tokoh agama Buddha, Katolik, Konghucu, Hindu, Islam dan Protestan akan didukung oleh puluhan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan perguruan tinggi.

“Segera setelah ini, tim pengarah, kami sendiri dan berbagai tokoh agama dan tokoh LSM kemudian tim penggerak akan merancang agenda-agenda konkret ke depan,” katanya, seraya menambahkan bahwa mereka telah membahas soal program eko-masjid, eko-gereja, eko-wihara, eko-kelenteng, eko-pura, eko-madrasah, eko-sekolah, eko-seminari, dan eko-pesantren.

Pastor Agustinus Ulahayanan, sekretaris eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (Komisi HAK-KWI), mengatakan dalam sambutannya saat deklarasi bahwa siapa saja yang merusak bumi dan isinya adalah pendosa berat yang patut dihukum.

“Alam dan segala isinya adalah anugerah cuma-cuma, sekali lagi cuma-cuma, dari Sang Pencipta untuk kebahagiaan, kemaslahatan, keselamatan seluruh ciptaan, teristimewa manusia. Dan untuk itu perlu dipelihara, dimanfaatkan, dikelola dengan baik sesuai dengan kehendak Sang Pencipta yang memberikan anugerah itu, bukan sesuai dengan kehendak para perusak, para perakus yang menghancurkan dunia dan isinya, termasuk manusia,” lanjutnya.

Merujuk pada agenda gerakan, imam praja itu mengatakan bahwa Gereja Katolik, misalnya Keuskupan Amboina di Maluku, sudah mulai menciptakan program eko-gereja dan eko-seminari sejak 2007.

“Kita mencanangkan yang namanya budaya menanam dan menabung. Para frater, calon imam, yang berpraktek tahun pastoral diwajibkan menanam 250 pohon. Setiap frater yang melaksanakan Tahun Orientasi Pastoral (TOP)-nya menanam 250 pohon atas nama diri dia. Tanaman berumur panjang, bernilai ekonomis, tapi bukan kelapa. Jadi pohon ini ditanam sepanjang dia ber-TOP. Tanam, pelihara. Ada yang berhasil, ada yang gagal. Tidak masalah,” kata Pastor Ulahayanan, yang juga mantan sekretaris uskup Amboina.

Bahkan di Maluku Utara, lanjutnya, pasangan calon pengantin dan umat Katolik yang akan dibaptis juga diwajibkan untuk menanam setidaknya 25 pohon di halaman rumah mereka.

“Kita dorong terus. Setiap keuskupan, paroki, kita dorong terus. Masing-masing orang, independen, dia punya kewenangan dan urusan sendiri. KWI sebagai animator, kita menganimasi orang untuk itu,” katanya.

Pendeta Santoni dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengingatkan bahwa bumi ada untuk dipelihara dan bukan dikuasai.

“Itu sebabnya kita bangun dengan budaya baru mencegah kehancuran bumi dengan SIAGA Bumi, mulai dari diri kita. Jangan suruh orang lain. Jangan tunjuk orang lain. Tunjuklah diri kita sendiri,” katanya.

I Nyoman Udayana Sangging dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) menyebut gerakan itu sebagai sesuatu yang sangat bagus.

“Kita melakukan silaturahmi yang baik untuk satu tujuan. SIAGA, yaitu bagaimana kita tetap menjaga bumi,” katanya.

Mewakili Walubi, Utama Suhadi Sendjaja menegaskan bahwa prinsip ajaran agama Buddha menyatakan manusia sebagai alam semesta kecil atau mikro kosmos.

“Bumi itu adalah bagian dari alam semesta. Oleh karena itu, sebetulnya tidak ada beda antara alam semesta kecil dan alam semesta besar. Apa yang ada di alam semesta besar itu ada di dalam alam semesta kecil,” katanya.

“Kalau kita melindungi bumi, melindungi alam semesta, alam semesta pun akan melindungi kita. Tapi sebaliknya, kalau kita merusak alam semesta, jangan salahkan alam kalau alam tidak memberikan manfaat kebajikan kepada kita,” lanjutnya.

Sementara itu, Uung Sendana, ketua umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin), mengajak semua umat beragama untuk kembali ke hakikat mereka sebagai umat manusia yang mempunyai cahaya kebajikan.

“(Mari) mulai dari diri kita sebagai manusia yang mencintai Tuhan kita, memuliakan kita, mencintai lingkungan hidup dan mencintai sesama kita, agar bumi ini menjadi tempat yang damai dan sejahtera bagi kita semua,” katanya.

Tanggapan pemerintah

Juga hadir dalam deklarasi itu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. Ia menyambut baik gerakan baru tersebut.

“Tentu kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa hari ini kita bertemu dan terutama bagi kami jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kembali mendapatkan energi baru, spirit baru untuk semakin kokoh melangkah maju. Kami sangat menghargai prakarsa ini,” katanya.

Menurutnya, gerakan para tokoh lintas-agama itu akan menjadi catatan penting bagi kementeriannya.

Ia juga mengakui bahwa tantangan terbesar dalam lingkungan yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini adalah kebakaran dan kekeringan.

“Jadi ada persoalan landscape management. Tantangan penting berikutnya adalah sustainable forest management, jadi pengelolaan hutan secara lestari. Dua hal yang kami dekati di kementerian ini dan kami terus menerus melengkapinya, mendiskusikannya dengan berbagai unsur,” lanjutnya.

Katharina R. Lestari, Jakarta

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi