UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Kaum minoritas khawatir Nepal dijadikan negara Hindu

Maret 31, 2016

Kaum minoritas khawatir Nepal dijadikan negara Hindu

 

Minoritas-minoritas agama di Nepal prihatin dengan tawaran partai politik sayap Hindu untuk mengembalikan Nepal menjadi sebuah negara Hindu melalui amandemen konstitusi baru negara itu.

Keprihatinan itu menyusul  Kamal Thapa, ketua Partai Rastriya Prajatantra Nepal, mengatakan partainya akan mengubah konstitusi dan  menggerakan masyarakat untuk membuat Nepal sebuah negara Hindu.

Thapa telah berulang kali berjanji bahwa agenda partainya mengembalikan Nepal sebagai negara Hindu. Partainya merupakan terbesar keempat di parlemen negara itu.

Sikap anti-sekuler akan melanggar kebebasan beragama, kata para perwakilan dari kaum minoritas agama di Nepal, yang kebanyakan Kristen, Muslim dan Buddha.

“Wacana politik di mana agama  dijadikan sebagai pusat sangat berbahaya,” kata Lok Mani Dhakal, salah satu dari empat anggota parlemen Kristen di parlemen Nepal.

“Sejumlah pemimpin nasionalis Hindu mewakili partai-partai besar di parlemen melobi untuk membuat Nepal sebagai negara Hindu akan berbahaya bagi masa depan sekularisme seperti yang dinyatakan oleh konstitusi sebelumnya,” kata Dhakal.

Nepal mengumumkan konstitusi baru pada Oktober bahwa negara itu tidak lagi sebagai republik sekuler dan federal. Nepal menjadi negara republik tahun 2008 setelah majelis khusus menghapuskan monarki Hindu berusia 239 tahun di negara Himalaya itu dan memulai proses penyusunan konstitusi baru.

“Ini adalah kesalahan besar yang dilakukan oleh partai-partai politik ketika mereka sepakat untuk memilih sekularisme,” kata Dilnath Giri, Ketua Partai Rastriya Prajatantra Nepal.

“Kami tidak akan berhenti hingga agenda kami berhasil untuk mengembalikan Nepal sebagai negara Hindu,” tambahnya.

Pastor Silas Bogati, vikjen Vikariat Apostolik Nepal, mengatakan konstitusi baru bertentangan dengan ketentuan kebebasan beragama.

“Ini merupakan masalah besar bagi kami sekarang,” kata Pastor Bogati.

Jikdol Lama, ketua Federasi Buddha Nepal mengatakan amandemen konstitusi hanya dapat merugikan negara.

“Wacana itu adalah kemunduran dari komitmen masa lalu dan keputusan itu akan lebih berbahaya daripada negara dan rakyatnya,” kata Lama, komite kelompok agama dan etnis yang ingin melindungi sekularisme di negara tersebut.

“Kami telah menyatakan bahwa kami tidak akan diam,” katanya, seraya menambahkan bahwa komitmennya mengadakan protes damai untuk “menjamin bahwa hak-hak semua agama dilindungi dalam konstitusi baru.”

Najarul Hasan Falahi, ketua Islami Sangh Nepal, mengatakan negara tidak boleh mendukung agama tertentu.

“Setiap orang memiliki hak untuk bebas memilih keyakinan mereka dan negara tidak boleh ikut campur dalam hal ini,” kata Falahi.

Dia mengatakan tekanan untuk mengubah konstitusi adalah sebuah langkah yang akan meningkatkan intoleransi agama.

Sumber: ucanews.com

 

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi