UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Perempuan Sri Lanka desak pemerintah hentikan diskriminasi

April 1, 2016

Perempuan Sri Lanka desak pemerintah hentikan diskriminasi

Seorang aktivis perempuan menyerahkan proposal kepada Chandrani Bandara, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak.

 

Para aktivis perempuan desak pemerintah untuk menerapkan kebijakan nasional baru tentang perempuan guna mengatasi kesenjangan besar dalam pendapatan dalam pekerjaan mereka dan memastikan bahwa mereka adalah bagian dari proses pengambilan keputusan dalam pembangunan bangsa.

Perempuan yang bekerja di kebun teh, di ladang dan industri perikanan memperoleh upah rendah  dan pekerjaan mereka tidak diakui, kata Lavina Hasanthi, koordinator proyek perempuan dari Gerakan Solidaritas Perikanan Nasional

Perempuan adalah mayoritas di Sri Lanka, yakni 52 persen dari 20,5 juta penduduk di negara itu.

“Setelah kerja keras seharian, perempuan harus menerima upah rendah,” kata Hasanthi, pada pertemuan perempuan pada 29 Maret di Colombo guna menyerahkan proposal kepada pemerintah guna menerapkan kebijakan nasional baru bagi perempuan.

Ketika negara itu tidak memiliki kebijakan seperti itu, perempuan menghadapi kesulitan terkait diskriminasi dan eksploitasi secara ekonomi, sosial dan politik, katanya.

“Ketika pemerintah memberikan pelatihan profesional, itu harus diberikan setara di antara laki-laki dan perempuan,” katanya.

“Perempuan harus memiliki lebih banyak suara dalam pembuatan kebijakan sehingga pemerintah dapat mengamankan martabat sosial perempuan,” katanya. “Ini juga harus dipertimbangkan dalam kebijakan nasional baru bagi perempuan.”

Lebih dari 300 wanita, termasuk biarawati Katolik, dari 13 distrik menghadiri pertemuan untuk menyerahkan proposal mereka kepada Chandrani Bandara, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak.

Suster Noel Christine HK, yang menghadiri acara tersebut mengatakan bahwa kebijakan baru itu adalah “kebutuhan mendesak” untuk memungkinkan perempuan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan mengenai program pembangunan.

Banyak program pembangunan berlangsung di negara itu, tapi hanya pria yang membuat kebijakan dan keputusan, kata suster itu.

Daharmarajini, yang tinggal di sebuah kamp pengungsi, mengatakan banyak perempuan, terutama para janda sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah karena suami mereka tewas dalam perang saudara. Namun, tidak ada struktur pemerintahan menjamin kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Chandrani berjanji bahwa proposal tersebut akan menjadi pertimbangan dan mengatakan bahwa pemerintah telah mengesahkan RUU di parlemen untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik.

Sumber: ucanews.com

 

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi