UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Mantan wanita penghibur mengajukan gugatan terhadap kesepakatan

April 11, 2016

Mantan wanita penghibur mengajukan gugatan terhadap kesepakatan

 

Para mantan korban budak seks tentara Jepang mengajukan gugatan konstitusional terkait ‘kesepakatan bersama’ antara pemerintah Jepang dan pemerintah Korea Selatan dengan alasan bahwa kesepakatan itu melanggar hak-hak dasar mereka.

Para Pengacara untuk Masyarakat Demokratis mengumumkan pada 27 Maret bahwa sebanyak 29 mantan wanita penghibur dan keluarga dari delapan korban meninggal mengajukan gugatan.

“Pemerintah Korea Selatan telah melanggar kewajiban konstitusional dengan menghambat hak-hak korban atas permintaan mereka terhadap pemerintah Jepang,” kata kelompok pengacara.

“Hak-hak dasar para oma seperti hak atas properti, hak penghargaan atas martabat, hak untuk dilindungi oleh pemerintah telah dilanggar, adalah jelas inkonstitusional.”

Sementara itu, para pengacara berpendapat bahwa kesepakatan yang ditandatangani oleh pemerintah Korea Selatan adalah sebuah ‘kompromi politik’ yang melanggar hak-hak korban.

Tahun 2011, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan memutuskan bahwa pemerintah harus membantu para mantan wanita penghibur tersebut untuk mencari keadilan melawan perilaku tentara Jepang selama masa penjajahan Jepang.

Para pengacara mengatakan pengabaian terhadap para mantan wanita penghibur dari proses kesepakatan di antara kedua pemerintah adalah pelanggaran hak-hak mereka sebagai korban.

Desember lalu, menteri luar negeri kedua negara mencapai kesepakatan di mana Jepang akan mendirikan sebuah yayasan untuk menangani para korban budak seks. Juga, kesepakatan itu menyatakan bahwa kedua pemerintah akan menganggap masalah ini telah selesai.

Setelah perjanjian itu, Uskup Yoo Heung-sik, ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Korea, meminta pemerintah Korea Selatan perlu bernegosiasi dengan para korban terkait kesepakatan itu.

Uskup itu berpendapat bahwa adalah tak masuk akal menyetujui kesepakatan tersebut tanpa persetujuan korban.

Teresa Kim Sun-Shil, ketua Dewan Wanita untuk Perbudakan Seks Tentara Jepang mengatakan, “Kesepakatan itu kurang mendasar sehingga para oma tidak mengakuinya.”

Sumber: ucanews.com

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi