UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Berbagai kelompok Gereja Filipina takut kebangkitan Marcos

April 29, 2016

Berbagai kelompok Gereja Filipina takut kebangkitan Marcos

 

Berbagai kelompok Gereja di Filipina telah bersatu menentang apa yang mereka anggap sebagai kembalinya kekuasaan keluarga Marcos, yang memerintah negara itu dengan diktator selama dua dekade hingga tahun 1986.

“Kita harus bersama-sama dan mengatakan tidak pernah lagi untuk darurat militer,” kata Uskup Emeritus Kalookan, Mgr Deogracias Iniguez Jr.

“Kami berdoa bahwa orang akan melihat kebenaran dan mendengar teriakan mereka yang tidak dapat menanggung ancaman diktator lain berkuasa,” kata Uskup Iniguez.

Senator Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr, putra mendiang Ferdinand Marcos, terus memimpin untuk calon wakil presiden menjelang pemilu 9 Mei.

Uskup Iniguez mengatakan Gereja Katolik memiliki “kewajiban moral mengumumkan apa yang baik dan mengecam apa yang jahat.”

Prelatus itu juga mengatakan kemenangan Marcos Jr akan menjadi sebuah “penghinaan terhadap para martir yang tak terhitung jumlahnya akibat darurat militer.”

Nardy Sabino, juru bicara kelompok ekumenis, mengatakan keluarga Marcos harus dimintai tanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan “penjarahan dana publik.”

Kelompok-kelompok HAM menyatakan keluarga Marcos mengumpulkan sekitar 10 miliar dolar AS. Pemerintah Filipina sejauh ini baru melunaskan 4 miliar dolar AS.

Selama berkuasa 21 tahun, Marcos memiliki  utang luar negeri menggelembung dari 360 juta dolar AS tahun 1962 menjadi 28,3 miliar dolar AS tahun 1986.

Tahun 1985, Marcos Jr saat itu berusia 26 tahun diangkat oleh ayahnya sebagai ketua Corp Komunikasi Satelit Filipina dengan gaji bulanan 9.700 dolar AS.

Sekitar 3.000 orang tewas sementara ribuan lainnya ditahan, disiksa, diperkosa, atau hilang selama rezim Marcos.

0429b

Anggota berbagai kelompok Gereja menempatkan lilin untuk mengenang mereka yang meninggal dan menderita selama rezim Ferdinand Marcos. 

 

Perjalanan sentimental

Marcos Jr mengatakan ia sedang mencalonkan diri sebagai wakil presiden “guna melanjutkan warisan ayah saya, orangtua saya.”

“Sudah 30 tahun sejak tahun 1986. Sudah lama, segala sukacita, semua air mata, segala bentuk emosi sudah terasa,” katanya dalam kampanye di Kota Tacloban, Provinsi Leyte.

Leyte adalah asal ibunya Marcos, Imelda, seorang anggota kongres yang mewakili Provinsi Ilocos Norte di Filipina utara.

Marcos mengatakan tidak akan ada perubahan jika ia diberi kesempatan untuk menulis ulang sejarah Filipina.

“Masa lalu adalah masa lalu. Masa lalu tidak dapat ditulis ulang. Apa yang dapat kita menulis ulang adalah sekarang dan masa depan,” katanya.

Sumber: ucanews.com

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi