UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Pencari suaka Kristen Pakistan di Sri Lanka takut dideportasi

Agustus 24, 2016

Pencari suaka Kristen Pakistan di Sri Lanka takut dideportasi

 

Penganiayaan di Pakistan telah menyebabkan orang-orang Kristen setempat melarikan diri ke Sri Lanka, tapi aturan imigrasi yang ketat sekarang mengancam keamanan mereka.

“Kekerasan itu terjadi tepat di depan saya,” kata Felius Bhogal*, seorang Kristen berusia 23 tahun. “Mereka membunuh pendeta saya.”

Bhogal adalah saksi mata sebuah pembunuhan oleh massa Muslim di Pakistan. Keesokan harinya, namanya diumumkan di masjid setempat sebagai pengkhianat. Khawatir akan hidupnya ia melarikan diri. Tahun 2013 ia berhasil tiba di Sri Lanka di mana ia tinggal di daerah mayoritas Katolik.

Tapi, sekarang pemerintah Sri Lanka telah bersikap keras terhadap para pencari suaka yang mungkin akan dideportasi segera.

Mereka hidup dalam ketakutan, menunggu Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) memutuskan kasus mereka. “Kami tidak diperbolehkan bekerja,” kata Bhogal. “Kami makan berkat umat Katolik yang baik hati.”

Sri Lanka telah menjadi tujuan bagi orang Kristen yang melarikan diri dari penganiayaan di Pakistan. Saat ini sekitar lebih 800 pencari suaka berada di Malaysia dan Thailand, menurut Wilson Chowdhry, ketua Asosiasi Kristen Pakistan.

“Jumlah pencari suaka tinggal di Sri Lanka telah meningkat terus sejak kerusuhan Gojra tahun 2009,” kata Chowdhry kepada ucanews.com melalui email. Kerusuhan itu menargetkan orang Kristen di Provinsi Punjab. Mereka dituduh melecehkan Alquran.

Sepuluh umat Katolik tewas dalam kerusuhan anti-Kristen di kota Gojra, Punjab dan desa Korian. Sebuah massa Muslim merusak dan menjarah 113 rumah orang Kristen dan merusakkan empat gereja Protestan di wilayah ini pada 30 Juli dan 1 Agustus tahun itu.

“Banyak pencari suaka adalah keluarga dari orang-orang yang telah dituduh di bawah Undang-Undang (UU) Penghujatan dan mereka telah melarikan diri sebelum ditangkap,” kata Chowdhry.

UU Penghujatan mengatur, penghinaan Alquran dihukum penjara seumur hidup, sementara hukuman mati bagi siapa saja yang menghina Nabi Muhammad.

“Anak-anak saya telah dicabut dari hak atas pendidikan dan hak untuk menikmati keindahan masa kecil mereka,” kata Mary Reeta, yang datang ke Sri Lanka bersama dua anaknya.

“Kami telah melaporkan situasi ini,” kata Pastor Terrance Bodiyabadhu dari Keuskupan Agung Kolombo, yang bekerja untuk para pencari suaka Pakistan.

Proses resmi untuk pencari suaka tiba di Sri Lanka adalah terdaftar dengan UNHCR dan melalui “proses penetapan Status” terlepas dari kebangsaan mereka, asal atau keyakinan agama, menurut Dushathi Fernando, asisten eksekutif UNHCR di Sri Lanka.

Juga, situasi menakutkan dan tidak aman bagi orang-orang seperti Joseph Chaudri,* seorang Katolik berusia 24 tahun yang telah berada di Sri Lanka sejak 2013.

“Di Pakistan, saya memiliki toko yang menjual buku-buku rohani,” katanya kepada ucanews.com.

Chaudri telah menemukan hiburan karena ia tinggal di sebuah komunitas Katolik lokal di Kolombo, tapi departemen imigrasi memburu dia, katanya. “Kami harus bersembunyi demi nyawa kami,” katanya.

“Kami mendesak pemerintah Sri Lanka dan Gereja membantu kami, para pencari suaka,” katanya.

Pemerintah Sri Lanka menyatakan bahwa para pencari suaka Pakistan terutama imigran, yang tinggal di Sri Lanka berpotensi mengganggu keamanan negara.

* Nama dengan tanda bintang telah diubah untuk melindungi identitas mereka.

Sumber: ucanews.com

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi