UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Situasi, tantangan, serta kemungkinan bagi wanita single

Oktober 3, 2016

Situasi, tantangan, serta kemungkinan bagi wanita single

Seorang perempuan India menyiapkan makanan di rumahnya di desa Peddakunta, dekat Hyderabad, selatan India. Tidak mudah untuk hidup tidak menikah di India. (ucanews.com/AFP)

Kehidupan wanita single sering sekali terabaikan. Sangat berbeda dengan yang menikah. Acara pernikahannya saja akan mnjadi pesta keluarga yang begitu meriah, gegap gempita.

Sebaliknya, siapa yang peduli dengan wanita yang belum (tidak) nikah dan sudah menjadi perawan tua? Siapa pula yang peduli dengan guru-guru wanita yang kesepian dan para sekretaris yang sudah berumur tapi hanya mendapatkan cinta sesaat dengan bosnya?

Semua ini adalah hal-hal yang nyata dibalik kehidupan kita yang penuh gaduh dan hingar bingar!

Tetap hidup single memiliki banyak alasan. Ada yang karena pilihan hidup, ada juga yang karena keadaan. Jadi, tidak semua wanita yang tidak menikah digolongkan jadi satu. Masing-masingnya berbeda, tidak sama.

Banyak wanita single berlatar belakang pernikahan mereka yang hancur. Mereka begitu terluka, sehingga memutuskan untuk mengakhiri pernikahan dan memilih hidup sendiri. Bahkan ada yang begitu ekstrim, menolak kehadiran yang mereka anggap sebagai penindas dalam kehidupan rumah tangga. Dan masih banyak lagi sebab lain sehingga mereka putuskan untuk tidak menikah lagi.

Ada begitu banyak perempuan hidup pisah dengan pasangannya, walau secara syah belum bercerai. Ada yang meninggalkan rumah karena suami mereka berpaling ke perempuan lain. Mereka terpaksa berjuang sendiri untuk hidup. Sebagian dari mereka bahkan pergi menenangkan diri di tempat-tempat ziarah dan menyibukan diri dengan melakukan macam-macam ritual.

Ada juga yang bertahan hidup sendiri karena menurut mereka, pernikahan akan membatasi mereka meraih ambisi dan menggapai karier yang mereka inginkan. Meraka ingin tunjukan kemampuan untuk hidup mandiri.

Dan yang terakhir, ada yang memilih hidup single karena mereka ingin mengabdikan hidupnya untuk orang lain, terutama untuk membantu sesama wanita dan anak-anak yang membutuhkan. Dari golongan ini ada yang menjadi aktivits atau bergabung dengan sejumlah organisasi sosial. Ada juga yang memilih hidup membiara.

Apapun alasannya, bagi perempuan di India, hidup single atau berstatus tidak menikah, tidaklah mudah, kecuali jika dia merupakan bagian dari suatu lembaga yang diakui masyarakat, seperti menjadi biarawati misalnya.

Masayarakat tradisional India sangat bepegang teguh pada tradisi yang mengyakini bahwa hidup wanita selalu berada dalam lindungan dan pengawasan seorang lelaki. Memang, keluarga bisa menjadi tempat berlindung baginya, akan tetapi malah bisa menjadi kebalikannya. Keluarga yang mengawasi berlebihan bahkan bisa merusak pribadi seseorang.

Wanita yang menikah memiliki keleluasaaan dalam keluarganya, tetapi tidak demikian dengan wanita single yang hidup dengan keluarga atau kerabatnya. Dia hidup dalam situasi hanya bisa ‘menerima’, tidak leluasa. Gambaran singkatnya mungkin seperti kalimat dari novelist Virginia Woolf : “ruang (fisik dan emosi) dari seseorang, tempat di mana seseorang bisa menjadi dirinya sendiri.”

Sehingga, kuil, gereja, dan situs-situs ziarah adalah tempat-tempat yang sering dikunjungi wanita single. Kunjungan mereka tidak selalu untuk identik dengan kegiatan keagamaan, bisa saja hanya sekedar untuk tujuan yang terkait spiritualitas. Namun unsur apakah dari aspek spiritualitas tersebut yang mampu membangkitkan mereka?

Hubungan dengan orang lain merupakan kebutuhan pokok manusia, dipilih secara bebas, dan tidak dipaksakan. Hubungan yang sehat bersifat egaliter, setara, tidak ada unsur saling menindas di dalamnya. Di dalam hubungan yang sehat ada aspek saling menerima, saling memberi, ada keterbukaan, atau dengan kata lain ada sesuatu yang saling menuntungkan (mutualitas).

Bisakan sesorang hidup single dan tidak memiliki hubungan dengan yang lain? Banyak wanita single merasa memiliki hubungan dengan orang lain tidak selalu identik dengan keintiman secara fisik. Apakah itu berarti wanita single tersebut berkeinginan untuk berada dalam kondisi seperti biarawati yang hidup selibat?

Bagaimana dengan wanita yang memilih hidup sendiri namun memiliki komitmen seksual dengan sesorang tetapi tidak menikah? (Kebanyakan pria tidak bisa menerima bahwa bagi sejumlah perempuan, pernikahan itu merupakan suatu kondisi yang sangat membatasi dan menindas, karena mereka dibebani untuk mengurus rumah tangga, melayani suami, dan membesarkan anak-anak).

Bagi wanita yang memilih cara ini, relasi seperti ini sangat ideal, lebih mudah untuk keluar dari situasi yang membosankan dan hanya terikat untuk hubungan seksual. Apakah ini yang menjadi alasan mengapa sejumlah perempuan memilih hidup bersama dengan sesama jenis, terikat hanya melalu kesepakatan berdua daripada pernikahan yang lazimnya? Hanya saja, masyakarat tidak akan mudah menerima pilihan seperti ini.

Menghargai hidup juga sangat penting, terutama dalam masyarakat yang keras seperti saat ini. Hidup semakin keras dan kualitasnya semakin rendah. Kecintaan seorang wanita terhadap hidup secara natural menuntunnya untuk lebih banyak menghabiskan waktu untuk orang lain, seperti anak-anak muda, para lanjut usia, mereka yang sakit, dan yang cacat.

Bahkan dibanding laki-laki, wanita lebih peduli terhadap semua ciptaan, baik binatang maupun tumbuhan. Wanita lebih sadar bagaimana alam memelihara keberlangsungan hidup seseoarang dan bumi adalah induk dari segala sesuatu, ibu dari kita semua.

Kepercayaan diri merupakan nilai ketiga. Hal ini terkait dengan memandirian secara ekonomi dan keseimbangan secara psikis. Sangatlah penting bagi wanita untuk bekerja bagi diri mereka sendiri serta memiliki uang sendiri sehingga bisa menjamin hidupnya dan mendapat apresiasi dari masyarakat.

Apalagi, sudah sangat sekian lama wanita ada dalam anggapan yang tidak menyenangkan. Mereka dianggap lebih inferior dari laki-laki. Bahkan mereka sendiri pun kadang-kadang tidak sadar bahwa dalam banyak hal mereka jauh lebih superior dari laki-laki.

Dalam kurun waktu yang lama, hidup sendiri bukanlah segala-galanya, juga tidak lebih dari hidup dalam pernikahan. Kita mungkin hidup berpasangan, namun ada banyak waktu di mana kita hidup terpisah. Sangatlah bijak untuk mengatakan bahwa kita butuh keduanya. Yang pasti, sesorang butuh dirinya yang otonom, butuh identitas pribadi, kecakapan di depan umum, ruang pribadi, dan lain-lain. Semua ini merupakan yang terbaik yang dialami seseorang sebagai pribadi.

Akan tetapi, unsur kemanusiaan kita yang terdalam lahir dari keterikatan dengan orang lain atau kelompok, misalnya keterlibatan dalam merawat dan memelihara mereka yang hidupnya rapuh (anak-anak dan orang tua misalnya).

Kita juga perlu merasa ‘terikat secara misterius’, karena untuk membangkitan hal-hal yang sangat mendalam sifatnya hanya bisa didapatkan dari sebuah relasi yang menyeluruh, misalnya hubungan seks, menjadi orang tua, atau lewat doa. Memahami orang lain serta bagaimana hidup dan pengalaman mereka juga sangat perlu untuk pertumbuhan seseorang.

Atau seperti yang dikatakan Albert Camus dalam tulisannya, apakah akar manusia itu ada pada kesendirian (solitary) atau hubungannya dengan orang lain (solidarity). Tak perlu meilih. Kita butuh keduanya.

Marija Sres adalah mantan biarawati asal Yugoslavia, tinggal dan bekerja dengan suku Dungri Garasiya Bhils di utara Gujarat selama lebih dari 30 tahun.

Baca juga: Single women

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi