UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Religius pria dan wanita akan menentukan wajah Gereja di Asia

Oktober 4, 2016

Religius pria dan wanita akan menentukan wajah Gereja di Asia

Kaum religius se-Asia berkumpul di Manila untuk sebuah perayaan (ucanews.com/Joe Torres)

Pada pertemuan kaum religius di  Freising, Jerman bulan lalu, Kardinal Pietro Parolin, Menteri Luar Negeri Vatikan, menekankan bahwa panggilan Tuhan untuk membawa damai dan kebaikan sangat penting dan mendesak dewasa ini.

Bekerja untuk perdamaian dan menaburkan benih-benih kebaikan adalah panggilan bagi semua orang Kristen, terutama mreka yang sudah meninggalkan kesenangan di rumah mereka untuk membawa terang Injil dan solidaritas gereja ke seluruh penjuru dunia.

Kardinal Parolin mengacu kepada misionaris religius pria dan wanita yang tersebar di seluruh dunia untuk membawa Kabar Gembira bagi semua.

Pesan kardinal ini mencerminkan pernyataan Paus Fransiskus -melalui surat apostolik, buku, dan homili- yang berimplikasi besar bagi kehidupan dan misi setiap anggota religius, terutama di Asia.

Kita tahu bahwa religius pria dan wanita memiliki perang istimewa dalam membentuk gereja, tapi mengapa ada penekanan secara khusus pada Gereja Asia?

Paster Antonio Pernia, SVD – mantan superior general tarekat SVD- mengatakan bahwa di pengujung milenium ini, pusat gravitasi Gereja Katolik berpindah dari Utara ke Selatan, yakni Amerika Latin, Afrika dan Asia.

Tahun 1900, hanya 15 persen populasi Katolik yang hidup di belahan selatan, tapi tahun 2000 jumlah itu meningkat menjadi 67 persen, atau dua pertiga dari total 1,1 miliar umat Katolik. Pada tahun 2050, jumlah itu diperkirakan akan menjadi 75 persen.

Asia, meskipun sangat kaya dalam budaya dan agama, menghadapi tantangan kemiskinan merata yang mempengaruhi sebagian besar warganya.

Asia juga menjadi rumah bagi sejumlah pemerintahan totalitarian dan diktator, yang tertanam dalam alam bawah sadar budaya dan agamanya. Fenomena ini memberikan rasionalitas terhadap realitas kekerasan yang berdampingan dan cinta akan keharmonisan dan perdamaian yang menjadi karakter dari orang Asia.

Dari konteks historis dan sosial inilah Gereja Katolik yang baru menurut visi Paus Fransiskus akan berasal. Dan dari tanah yang sama juga para religius dibesarkan untuk membantu membentuk Gereja di Asia.

Ada banyak faktor yang bisa membantu religius pria dan wanita Asia bisa mempengaruhi dan membentuk gereja yang lebih berbelaskasih.

Pertama, pengalaman kemiskinan dalam sejarah akan selalu menjadi bagian dari ‘sumber abadi’ untuk selalu mengutamakan ‘option for the poor’ dalam mewartakan sukacita Injil.

Tidak hanya itu, religius yang sudah merangkul gereja miskin sebagai bagian dari identitas mereka, akan mewartakan kepada orang lain berdasarkan perspektif orang miskin dan akan menciptakan gereja Asia dari konteks yang sama.

Kedua, dari sudut pandang orang miskin, religius Asia akan dengan mudah menemukan tempat dalam apa yang dikatakan Paus Fransiskus bahwa ‘Bagi gereja, option for the poor terutama memiliki makna teologis daripada sosial, budaya, politik atau filosofis.”

“Allah pertama-tama menunjukkan belaskasihNya kepada orang miskin…Itulah sebabnya saya menginginkan gereja yang miskin dan untuk orang miskin. Mereka memiliki segalanya untuk mengajar kita. Mereka tidak saja berbagai dalam pengertian  sensus fidei, tapi dalam kesulitan mereka, mereka menderita bersama Kristus. Kita perlu membuka diri kita untuk dievangelisasi oleh mereka,” demikian kata Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium, anjuran apostolik tentang misi utama evangelisasi di dunia modern.

“Evangelisasi baru merupakan suatu ajakan untuk mengakui adanya kekuatan yang menyelamatkan bekerja dalam hidup mereka dan menempatkan mereka pada pusat peziarahan gereja,” tambahnya.

Kaum religius dalam Gereja Katolik secara historis dan tradisi sudah mengikuti Injil dengan cara yang radikal.

St. Fransikus dari Assisi adalah sosok yang menjadi contoh dalam mengembalikan wajah iman Kristiani pada segala orisinalitas, keindahan, dan kesederhanaan dengan merangkul kemiskinan sebagai cara untuk mengikuti Kristus.

Wanita religius modern dan yang baru-baru ini dikanonisasi, Mother Teresa dari Kalkuta, adalah contoh lain yang menjadi saksi atas sifat sejati dari gereja dengan memberikan seluruh hidup dan misinya bagi yang orang-orang kecil, bukan saja di India, tapi semua anak Tuhan, apapun ras, suku dan agama mereka.

Orang-orang religius seperti inilah -seperti St. Fransiskus dan St. Teresa dari Kalcutta- yang benar-benar akan membentuk gereja Asia yang otentik di masa mendatang.

Religius Asia hidup di bumi yang tepat, di mana mereka bisa menumbuhkembangkan gereja baru sesuai dengan visi Paus Fransiskus, di mana belaskasih Tuhan akan menjadi landasannya.

Bonifacio Tago Jr, wakil presiden program akademi dan dosen filsafat di Good Samaritan Colleges, Cabanatuan City, Philippines. Saat ini ia sedang mengambil gelar doktor dalam bidang teologi di Institute for Consecrated Life in Asia.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi