- UCAN Indonesia - https://indonesia.ucanews.com -

Imam, suster, awam Katolik di Tiongkok protes penghancuran properti Gereja

 

Lebih dari 40 klerus dan orang awam Katolik menggelar protes di kota Tianjin, Tiongkok dalam upaya mencari kompensasi setelah properti Gereja dihancurkan oleh otoritas tanpa pemberitahuan.

Dua hari protes dimulai 18 Oktober setelah Pastor Ma Yantao dari Anyang, Provinsi Henan, yang ditugaskan di Tianjin menangani properti keuskupan, menginformasikan Uskup Joseph Zhang Yinlin bahwa properti Gereja dengan luas  973 meter persegi di Jalan Fujian telah dihancurkan.

Protes terdiri dari imam, suster dan awam Katolik dari Keuskupan Anyang, Provinsi Henan sambil mengusung spanduk dan menyanyikan lagu-lagu pujian ketika mereka tiba di gedung Komite Distrik Hexi dan menunggu pihak berwenang memberikan penjelasan.

Bentrokan fisik ringan terjadi ketika para aparat keamanan mendorong para pemrotes dan menghalangi mereka mendekati gedung itu.

Protes pada 19 Oktober pindah ke departemen perumahan pemerintah karena “pejabat komite distrik itu mengatakan kepada mereka bahwa mereka tidak mampu menyelesaikan masalah ini,” kata seorang sumber dari Anyang kepada ucanews.com.

Uskup Zhang juga tiba di Tianjin dari Henan pada 19 Oktober dan dia tetap berada di sana bersama dengan tiga imam dan orang awam setelah pemerintah Tianjin berjanji untuk bernegosiasi, demikian sumber itu.

“Kami tidak tahu berapa lama negosiasi akan dilakukan dan uskup mengatakan tujuan protes telah tercapai sehingga ia mengatakan kepada kami untuk kembali ke rumah,” kata sumber itu.

1021f [1]

Biarawati dari Keuskupan Anyang protes sementara imam dan orang awam berdebat dengan pihak keamanan di luar gedung komite distrik Hexi, Tianjin pada 18 Oktober.

 

Keuskupan Anyang memiliki beberapa properti Gereja di Tianjin. Sejak tahun 2005 pihaknya telah menempatkan seorang imam di sana untuk merebut kembali properti yang sebelumnya diambil oleh negara.

Namun, properti di Jalan Fujian – gedung dua lantai dibangun oleh Institut Kepausan untuk Misi Asing – belum diselesaikan selama lebih dari satu dekade sejak saat itu diduduki oleh komite distrik Hexi.

“Pemerintah Tianjin membenarkan properti itu milik kami, tapi tidak pernah membuat sertifikasi,” kata sumber dari Anyang.

Sejarah komunis mengambil properti Gereja

Sebelum komunis mengambil alih Tiongkok tahun 1949, banyak kongregasi religius, seperti Yesuit, Institut Kepausan untuk Misi Asing dan Kongregasi Misi, memiliki properti di Tianjin, pelabuhan utama dan pintu gerbang menuju Beijing.

Banyak biara mereka diubah menjadi kantor pemerintah, sekolah dan rumah sakit setelah para misionaris asing diusir dan agama dilarang tahun 1950-an.

Sejak kebijakan untuk kembali properti disita untuk sektor keagamaan dilaksanakan tahun 1982, beberapa keuskupan, seperti Anyang, Hengshui, Xianxian dan Xingtai telah berusaha merebut kembali properti Gereja di kota-kota utama, termasuk Tianjin.

Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak umat Katolik berani memperjuangkan tanah mereka dan memberikan tekanan pada pemerintah untuk mengembalikannya.

Tahun 2005, sekelompok biarawati dari Keuskupan Tianjin meluncurkan lima hari puasa untuk menarik perhatian klaim mereka tentang properti Gereja. Tahun yang sama, penyerang tak dikenal mencegah kelompok biarawati di Keuskupan Xi’an ketika mereka berupaya mencegah pembongkaran kampus sekolah formal milik Gereja. Imam dari Keuskupan Taiyuan dan Keuskupan Yuci juga mengalami luka-luka membela properti di Tianjin selama tahun 2005.

Tahun 2014, paroki Yixingbu, Keuskupan Tianjin merebut properti mereka setelah pertempuran 10 tahun di mana mereka menghadapi intimidasi.

Pusat Studi Roh Kudus Hong Kong memperkirakan bahwa pejabat Asosiasi Patriotik Katolik Tiongkok dan pemerintah telah mengantongi sekitar 16 miliar dolar AS dari penjualan tanah Gereja yang disita.

Sumber: ucanews.com [2]