Komite Nasional Papua Barat (KNPB) konsulat Indonesia meminta dukungan doa atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua kepada Keuskupan Manado dan Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa.
Hiskia Meage, ketua KNPB Konsulat Indonesia melalui surat elektroniknya kepada suaraPapua.com, Kamis (20/10/2016) menjelaskan, pertemuan dengan sekretaris Keuskupan Manado, Sulut, dilakukan pada 30 April 2016 lalu.
“Kami lakukan pertemuan dengan Keuskupan Manado untuk memberitahukan dan menyerukan berkas hasil investigasi pelanggaran HAM di Papua dilakukan oleh Komisi Keadilan dan Perdamaian Gereja Katolik Brisbae Australia yang diberi judul We Will Lose Everything sekaligus meminta dukungan doa dan perlindungan terhadap orang Melanesia di Papua Barat,” jelasnya.
Kemudian, setelah hasil investigasi itu diumumkan pada 1 Mei 2016 di Manado, pada 4 Mei 2016, KNPB konsulat Indonesia memasukan hasil investigasi pelanggaran HAM di Papua tersebut kepada Badan Pekerja Majelis Sinode-Gereja Masehi Injili di Minahasa (BPMS-GMIM) Tomohon, Sulawesi Utara untuk dipelajari.
Setelah dipelajari, pada 19 Oktober 2016, badan pengurus KNPB konsulat Indonesia secara resmi mengadakan pertemuan dengan Sekretaris Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (BPMS-GMIM) di Tomohon untuk mengklarifikasi tentang laporan pelanggaran HAM di Papua.
“Kami lakukan pertemuan di ruang kerjanya Bapak Pdt. Dr. Hendry C. M. Runtuwene, S.Th,.M.Si selaku Sinode GMI Minahasa dan kami juga meminta perlindungan bagi warga Papua yang ada di luar Papua dan memohon dukungan doa,” jelas Meage.
Meage mengatakan, dalam menanggapi apa yang disampaikan pihaknya, ketua Sinode GMI Minahasa mengatakan, Gereja adalah sebagai pelindung umat manusia, maka anak-anak berhak bermohon atas pelanggaran HAM yang terjadi di Papua dan permohonan tersebut pun memberi jawaban.
“Perjuangan orang percaya itu harus memohon biar dari pihak manapun yang memberikan aspirasi kepada pimpinan Gereja adalah menjaga sebagai umat ciptaannya harus beri keadilan, kebebasan dan menjaga sebagai lingkungan hidup sebagai manusia yang baik bila tidak mengatasi maka itu adalah dosa dan menjaga sebagai umat ciptaannya apa lagi pelanggaran HAM yang terjadi,” katanya mengutip pernyataan Runtuwene.
Lanjut Runtuwene, “Saat ini, kami sudah lihat dan saya akan teruskan kepada atasan dan akan diteruskan ke Gereja-gereja GMIM di Tanah Minahasa untuk mendoakan pelanggaran HAM di Papua,” katanya.
“Sinode GMI Minahasa sudah sampaikan kepada kami mahasiswa maupun masyarakat Papua yang ada di luar Papua dan lebih khusus di Tanah Minahasa sebagai manusia ciptaan oleh Yang Maha Kuasa. Dan GMI Minahasa dan sinode bersama Gereja-gereja berkewajiban menjaga dan melindungi sesama sebagai umat Tuhan dan akan terus mendoakan nasib rakyat Papua” katanya.
Meage mengungkapkan, pihaknya selalu mendapat teror secara langsung dan tak langsung dari orang tak dikenal maupun militer Indonesia terhadap mahasiswa, terutama aktivis KNPB dan akvitis pro Papua Merdeka di Sulawesi Utara.
“Pada saat kami sedang pertemuan, ada satu orang yang kami tidak kenal menaruh alar perekam suara di bawah kursi tempat pertemuan KNPB Konsulat Indonesia dan Pdt Runtuwene. Dan kemudian kami lihat ada beberapa intel polisi yang selalu buntuti dan ikuti setiap aktivitas kami di luar. Dan hal itu sudah kami sampaikan kepada Pdt Runtuwene bahwa ancaman nyata berupa teror seperti inilah yang kami selalu hadapi,” katanya.