- UCAN Indonesia - https://indonesia.ucanews.com -

Kristen Banglades diharapkan lebih berperan dalam pembangunan bangsa

 

Komunitas Kristen di Banglades diharapkan berperan dalam kehidupan sosial dan politik guna membangun negara itu dan memperjuangkan hak-hak minoritas agama.

Bangladesh Christian Association (BCA), sebuah forum hak Kristen terbesar di negara itu, baru-baru ini mengadakan konferensi nasional ke-5 di bawah ketua baru Nirmol Rozario, seorang mantan bankir.

“Ada banyak harapan dan antusiasme. Orang ingin organisasi ini menjadi sebuah platform sosial dan politik yang kuat bagi orang Kristen di negara ini,” kata Pius Nanuar, manajer Karitas Sylhet.

“Meskipun kontribusi baik dalam pembangunan bangsa, orang Kristen kurang representasi dan pengaruh karena mereka adalah minoritas kecil. Organisasi ini dapat mengisi kekosongan dengan terlibat aktif dalam isu-isu sosial dan politik,” katanya.

Theophil Nokrek, sekretaris eksekutif Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Banglades, mengatakan ia berharap bahwa BCA lebih berperan dan terlibat dengan orang-orang Kristen di tingkat akar rumput.

“Asosiasi ini dan Gereja Katolik berbagi platform umum ketika serangan militan mengancam komunitas Kristen. Ada banyak isu keadilan dan hak-hak Kristen di Banglades dan asosiasi ini dapat berperan lebih baik melayani kepentingan masyarakat,” kata Nokrek.

Kardinal terpilih Patrick D’Rozario OSC, uskup agung Dhaka memuji upaya BCA menjamin hak-hak Kristen dan keadilan.

“Bangladesh Christian Association mendeklarasikan platform non-politik, tapi saatnya berpikir tentang bagaimana hal itu dapat memiliki pengaruh politik di negara itu atas nama komunitas Kristen,” katanya.

Ada sekitar 160 juta populasi di Banglades, termasuk sekitar 600 000, atau kurang dari setengah persen adalah Kristen, sebagian besar dari mereka beragama Katolik.

Kristen di negara sekuler itu menikmati relatif damai dan kebebasan konstitusional melindungi agama. Namun, serangan dan pelanggaran, sebagian besar umumnya berasal dari sengketa tanah.

Islam di Banglades sebagian besar adalah moderat, namun militansi Islam meningkat. Seorang pendeta Protestan dan seorang pastor Katolik telah selamat dari upaya pembunuhan, sementara puluhan pendeta Kristen dan pekerja bantuan telah menerima ancaman pembunuhan.

Kebangkitan setelah puluhan tahun tidak efektif

BCA didirikan tahun 1967 ketika Asosiasi Kristen Pakistan Timur (sekarang Banglades), dalam menanggapi penganiayaan terhadap orang Kristen.

Tahun 1964 kekerasan meletus di antara Muslim Bengali dan orang-orang suku Garo. Banyak keluarga adat meninggalkan Pakistan Timur menuju India. Setelah tahun 1965, India-Pakistan terlibat perang, pemerintah Pakistan menolak mengizinkan keluarga suku itu kembali. Protes terhadap Gereja Katolik setempat mencapai puncaknya dengan pengusiran Uskup Agung Dakha Mgr Lawrence Graner asal AS dari negara itu.

Selama periode yang sama, pemerintah mengusir ratusan warga Protestan di distrik Khulna membuat jalan untuk pengembangan pelabuhan Mongla.

Presiden BCA Rozario menjelaskan bahwa situasi terkesan pada Katolik dan Protestan kebutuhan untuk sebuah organisasi yang secara terbuka bisa menyuarakan keprihatinan mereka.

Rozario mengakui bahwa hingga tahun 2000, BCA dikritik karena tidak menjangkau orang-orang Kristen akar rumput, tetapi menegaskan bahwa ini telah berubah.

“Sejak tahun 2000, kami telah membentuk 72 cabang di seluruh negeri ini dan terus melobi pemerintah untuk hak-hak agama dan sosial Kristen,” kata Rozario.

“Sebelum tahun 2000, orang-orang Kristen tidak pernah turun ke jalan untuk memprotes pelanggaran dan serangan, tapi sekarang itu sudah biasa.”

Perebutan kekuasaan

Masalah rumit antara komunitas Kristen adalah adanya sebuah organisasi yang memisahkan diri dari nama yang sama yang dibentuk tahun 2002 setelah perebutan kekuasaan antara pemimpin.

Faksi, yang dipimpin oleh Albert Costa, diyakini memiliki hubungan dengan oposisi Partai Nasionalis Banglades, sementara BCA bersikap longgar terkait dengan Liga Awami yang berkuasa.

Menurut Pendeta David Das, seorang pendeta Gereja Baptis dan sekretaris Forum Serikat Gereja di Banglades, perpecah itu melemahkan komunitas Kristen di negara itu.

“Kami adalah masyarakat minoritas kecil dan memiliki dua organisasi dengan nama yang sama. Hal ini mengganggu dan menodai citra komunitas itu,” katanya.

Sumber: ucanews.com [1]