- UCAN Indonesia - https://indonesia.ucanews.com -

Tergerak oleh belas kasih, sebuah paroki melayani orang miskin

 

Setiap hari Minggu Mohammad Ali menunggu di luar gereja Katolik untuk mendapatkan paket makanan gratis.

Ali, berusia 15 tahun, tidur di sebuah jalan di selatan New Delhi dan mengemis untuk menyambung hidupnya.

Namun, kini seminggu sekali dia telah mendapat makanan gratis dari belas kasih umat Katolik.

“Selama ini saya makan makanan sisa dari orang-orang yang memberi saya atau kadang-kadang saya bisa membeli sedikit dari uang yang saya peroleh dari mengemis. Makan makanan yang dimasak ini sangat nikmat,” kata Ali.

Duduk beralaskan koran di trotoar, Ali, bersama temannya, membuka bungkusan makanan dan melahap roti besar ala India yang dicampur dengan sayur dan bacang.

Setiap hari Minggu, sekelompok umat dari Paroki Santa Maria dari Fatima, Keuskupan Faridabad, menyalurkan paket makanan kepada Ali dan lain-lain.

Dinamakan Paadheyam, yang berarti, “paket makanan untuk anak jalanan,” umat Katolik mulai proyek itu pada Oktober 2016 untuk memberikan makanan segar kepada orang-orang miskin.

“Makanan itu tidak disiapkan di dapur umum, juga tidak dibeli. Kami membawa sendiri dari rumah,” kata N.C. Shaji, seorang umat.

Paroki itu memiliki 350 keluarga dan sebagian membawa paket makanan ketika mereka pergi untuk menghadiri Misa hari Minggu. Paket makanan itu biasanya terdiri dari dua atau tiga potong roti ala India dan sayur yang dimasak dan dibungkus dengan kertas. Sejumlah keluarga bahkan membawa lebih dari satu bungkus. Paroki itu sering mengumpulkan lebih dari 200 bungkus setiap hari Minggu.

“Kami melihat banyak orang kelaparan di jalan-jalan dan sekitarnya. Tuhan telah memberkati kami dengan begitu banyak hal sehingga kami ingin membantu mereka dan berbagi dengan mereka berkat yang kami terima,” kata Pastor Yakub Nangelimalil, pastor paroki itu, kepada ucanews.com.

Bagi Hari Kishan dan keluarganya dari lima anak, yang hidup di jalanan, paket makanan itu sangat membantu dia.

“Mereka memberi kami makan dan bertanya jika kami ingin menambahkannya. Ada sangat sedikit orang yang memperhatikan orang-orang seperti kami. Meskipun seminggu sekali, itu adalah makanan yang baik,” kata Kishan, yang kehilangan kaki akibat kecelakaan tahun 2016.

Seperti Kishan dan Ali, ada banyak tunawisma mengemis di trotoar dekat lampu merah dan di jalan-jalan, dengan harapan mereka bisa memperoleh makanan.

0217b [1]Mohammed Ali (kiri), seorang pemuda yang tinggal di sebuah jalan di Delhi, berbagi makanan dari paroki yang dibagikan kepada kaum tunawisma setiap hari Minggu.

 

Waktu keluar dari sistem

Sensus India tahun 2011 menunjukkan bahwa negara itu memiliki sekitar 1,77 juta tunawisma. Hampir semua dari mereka mengemis di jalan-jalan.

Sekitar 270 juta dari 1,2 miliar penduduk India dianggap miskin dan sekitar 80 persen dari mereka tinggal di desa-desa, menurut data Bank Dunia 2012.

Pemerintah memiliki beberapa skema kesejahteraan, tetapi kebanyakan tidak menjangkau kaum tunawisma perkotaan. Misalnya, pemerintah meluncurkan program yang disebut Antyodaya Anna Yojana tahun 2012 untuk menyediakan makanan bersubsidi, tetapi hanya orang-orang yang memiliki KTP bisa mengaksesnya.

Kaum tunawisma yang tidak tercatat dalam sistem apapun maka mereka tidak bisa mendapatkan keuntungan dari skema pemerintah tersebut, kata Daisy Alexander, seorang umat.

Dia mengatakan kepada ucanews.com bahwa orang-orang yang datang menerima paket-paket makanan “sangat lapar dan beberapa orang langsung menyantap, setelah mereka menerima paket tersebut.”

“Ini sangat luar biasa. Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata,” katanya.

Umat juga mengumpulkan pakaian untuk didistribusikan dan paroki memiliki rencana untuk membantu dana bagi kaum tunawisma, perawatan medis dan pendidikan, tambah Alexander.

Selain itu, kelompok umat Katolik lain menyiapkan paket makanan di dapur umum dan mendistribusikannya di antara orang miskin pada setiap Jumat.

“Bulan ini mereka telah mendistribusikan 1.200 paket. Mereka membeli bahan baku, memasak dan menyalurkannya,” kata Pastor Nangelimalil.

Tapi, orang-orang seperti Ali dan Kishan tidak perlu bertanya tentang latar belakang agama atau motivasi dari orang-orang yang melayani makanan. Keduanya mengatakan mereka tidak tahu tentang siapa yang melakukannya atau mengapa.

“Aku lapar. Seseorang memberi aku makanan dan aku makan. Itu saja,” kata Ali.

Sumber: ucanews.com [2]