UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Pendukung anti-hukuman mati melakukan perang salib di Kongres

Pebruari 20, 2017

Pendukung anti-hukuman mati melakukan perang salib di Kongres

Seorang pastor bergabung dalam protes anti-hukuman mati di luar gedung DPR di Manila pada 14 Februari.

 

Para pastor dan biarawati, yang telah bersuara menolak penerapan kembali hukuman mati di Filipina, harus melobi di Kongres untuk menentang pengesahan sebuah rancangan undang-undang (RUU) yang bisa menerapkan kembali hukuman mati, kata anggota Komisi Pastoral Penjara Konferensi Waligereja Filipina.

“Ketika (legislator) melihat bahwa ada banyak orang menolak, termasuk pastor dan suster, mereka tidak boleh memaksa melawan warga bersuara,” kata Rodolfo Diamante.

“Mari kita menyampaikan kepada kongres kita agar tidak mendukung hukuman mati. Itulah yang kita bisa melakukan,” kata Diamante.

“Menyampaikan kepada mereka untuk tidak mengorbankan prinsip-prinsip tentang masalah ini,” katanya saat pertemuan para pendukung anti-hukuman mati di Manila pada 15 Februari.

Pleno berdebat mengenai RUU penerapan kembali hukuman mati terkait narkoba dan kejahatan keji sedang berlangsung di DPR.

Diamante mengatakan kehadiran pastor dan suster selama perdebatan itu akan meningkatkan kepercayaan kepada para legislator yang menentang RUU itu.

“Para legislator anti-hukuman mati juga meminta bantuan Gereja untuk hadir dalam sidang di Kongres,” katanya.

Mgr Agung Socrates Villegas, Uskup Agung Lingayen-Dagupan, ketua Konferensi Waligereja Filipina, mendesak para uskup, imam, dan suster untuk menghadiri sidang di kongres.

“Tapi, itu tidak berarti bahwa mereka semua harus hadir,” kata Diamante, seraya menambahkan bahwa umat Katolik secara keseluruhan juga harus menggunakan kesempatan untuk berdoa guna mencerahkan para legislator.

Ketua DPR telah mengumumkan bahwa mereka mengharapkan ada suara terkait pembahasan RUU itu pada 8 Maret.

Dukungan internasional

Sejumlah anggota parlemen dari Asia Tenggara telah bergabung seruan menolak RUU untuk menghidupkan kembali hukuman mati.

Dalam pernyataan yang dirilis pada 15 Februari, para legislator dari seluruh kawasan itu mengatakan mereka “menolak penerapan kembali hukuman mati di Filipina.”

“Kami bersama para legislator Filipina yang berjuang RUU ini dan mendukung mereka dalam perjuangan mereka, yang didasarkan pada bukti kuat bahwa kebijakan ini salah bagi negara,” demikian pernyataan Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia .

RUU yang diperdebatkan memungkinkan hukuman mati juga diterapkan kepada 21 kejahatan, termasuk pembunuhan dan pemerkosaan, serta pengkhianatan, penjarahan dan narkoba.

Jika RUU itu lolos dan ditandatangani menjadi undang-undang, kritikus mengatakan itu akan melanggar kewajiban Filipina pada hukum internasional di bawah Protokol Opsional Kedua Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang diratifikasi negara itu tahun 2007.

Sementara Filipina dan Kamboja adalah satu-satunya negara Asia Tenggara di mana hukuman mati dihapuskan, tiga negara lainnya – Laos, Myanmar, dan Brunei Darussalam – tidak mengeksekusi siapa pun dalam 25 tahun terakhir.

Timor Leste, sebuah negara pengamat ASEAN, secara hukum telah menghapuskan hukuman mati. Lima negara anggota ASEAN – Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam – mempertahankan hukuman mati.

Sumber: ucanews.com

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi