UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Bangladesh waspadai kebangkitan militansi Muslim

Maret 23, 2017

Bangladesh waspadai kebangkitan militansi Muslim

Beberapa insiden teror baru-baru ini di Bangladesh telah mendorong pemerintah untuk menerapkan langkah-langkah yang bertujuan untuk menghancurkan ideologi ekstremis di negara yang didominasi Muslim.

Pastor Anthony Sen, ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Dinajpur, mengatakan kepada ucanews.com bahwa pemerintah berusaha untuk membasmi militansi tapi itu terbukti sulit untuk dikalahkan.

“Militansi sulit untuk mati karena hanya sedikit usaha yang dilakukan untuk melawan ideologi ekstremis di tingkat akar rumput,” kata Pastor Sen setelah serangkaian serangan teror yang terjadi di Bangladesh pertengahan Maret.

Penyerang tidak dikenal menyerang dan menembak mati Forhad Hossain Chowdhury, seorang pemimpin Muslim Sufi dan pembantunya, di rumahnya di distrik utara Dinajpur pada 13 Maret. Polisi belum menetapkan daftar tersangka tetapi beberapa orang khawatir serangan mungkin terkait dengan lonjakan militansi Islam.

Sehari kemudian, sebuah lembaga yang memonitor secara online para jihadis, menerbitkan video Abu Maryam al-Bengali (nama asli Neaz Morshed Raja), seorang jihadis Bangladesh yang bergabung dengan Negara Islam (ISIS) dan meledakkan dirinya pada misi bunuh diri di Irak pada tahun 2016.

Video ini diproduksi dan diterbitkan oleh Furat Media yang disponsori ISIS, di mana sebelum mati jihadis menyerukan kepada sesama Muslim “berimigrasi untuk jihad atau melakukan serangan tunggal terhadap Bangladesh,” menurut laporan dari lembaga pemantau.

Pada tanggal 16 Maret, empat tersangka gerilyawan tewas dan 20 sandera diselamatkan setelah operasi  panjang polisi di dua tempat persembunyian gerilyawan di Sitakunda, distrik Chittagong tenggara. Dua hari kemudian, seorang pembom bunuh diri meledakkan dirinya di depan markas Batalyon Gerak Cepat, paramiliter anti-teror, di Dhaka melukai dua pejabat batalion.

Dicurigai bahwa serangan itu mungkin telah terinspirasi oleh video ISIS yang menyerukan jihad untuk meningkatkan kampanye mereka. Menurut lembaga pemantau, ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan Dhaka.

Untuk mengakhiri serangan tersebut, pendidikan dan kesadaran sosial adalah kunci, kata Pastor Sen.

“Pemerintah [harus] melibatkan keluarga, masyarakat sipil dan komunitas agama dalam gerakan yang kuat melawan ekstremisme. Jika orang yang benar-benar menyadari bahaya besar dari militansi, mereka pasti akan menolak,” katanya.

 Diperlukan rencana yang cermat

Ziaur Rahman, kepala Departemen Kriminologi di Universitas Dhaka mengatakan militansi di Bangladesh adalah produk dari ekstremisme di Timur Tengah dan untuk mengatasi itu memerlukan rencana cermat.

“Tidak ada dasar sejarah radikalisme di negeri ini karena struktur sosial dan budaya negara selalu sangat dipengaruhi oleh kerukunan beragama dan tasawuf, yang membentuk toleransi. Namun akar militansi telah berkembang dengan pengaruh asing dan dukungan politik Islam dan telah berkembang di tengah perseteruan politik antara pihak yang bersaing, “kata Rahman kepada ucanews.com.

“Sulit untuk 100 persen menghilangkan militansi dari negara manapun dan kami harus menghargai  penegak hukum atas upaya mereka meskipun berbagai rintangan termasuk kurangnya sumber daya. Dalam jangka panjang, negara perlu memiliki rencana anti-militansi yang kuat yang melibatkan orang-orang di setiap tingkat yang sadar akan ancaman dan menolak ideologi ekstremis, “katanya.

Bangladesh telah melihat gelombang serangan teror sejak 2013, menewaskan 42 orang termasuk blogger atheis dan penerbit, akademisi liberal, aktivis LGBT dan anggota Syiah, Hindu, Budha dan Kristen.

Al-Qaeda dan ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan tetapi pemerintah Bangladesh telah berulang kali membantah kehadiran setiap teror transnasional di negara ini. Sebaliknya mereka menyalahkan kelompok militan dalam negeri, terutama Neo-JMB, regenerasi dari Jamaatul Mujahidin Bangladesh, militan terlarang sejak tahun 2005.

Dalam serangan terburuk, pada tanggal 1 Juli, 2016, lima militan yang  berjanji setia kepada ISIS membantai 20 orang termasuk 17 warga asing di Holey Artisan Cafe di zona diplomatik Gulshan Dhaka.

Menanggapi serangan itu pemerintah meluncurkan gerakan nasional anti-militansi. Sejauh ini diduga 52 gerilyawan tewas dalam serangkaian bakutembak dengan polisi, sementara ratusan militan yang lain berada di tahanan polisi dan bersiap menghadapi pengadilan.

Inspektur Jenderal Polisi A.K.M. Shadidul Haque mengatakan penegak hukum akan mengatasi militansi dengan resiko apapun.

“Setelah pemimpin tertinggi tewas dan ditangkap, Neo-JMB mengalami krisis kepemimpinan dan pendanaan tetapi jika mereka kembali pulih dan bergabung kembali dan mencoba untuk melakukan serangan untuk menunjukkan kekuatan mereka, kita selalu waspada dan siap untuk menggagalkan rencana mereka,” kata  Haque kepada wartawan di Dhaka pada 18 Maret.

BACA JUGA: Muslim militancy in Bangladesh

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi