UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

China mengeluarkan aturan baru membatasi konten agama online

Mei 18, 2017

China mengeluarkan aturan baru membatasi konten agama online

Pengelolah web Katolik merasa terdesak beberapa bulan sebelum peraturan internet China yang baru mulai berlaku.

Otoritas dunia maya China mengeluarkan ketentuan penyajian berita Internet pada tanggal 2 Mei yang mewajibkan gerai online yang menggunakan aplikasi, forum, blog, pesan instan atau webcast seluler sebagai media harus terlebih dahulu mendapat ijin atau akan dituntut.

 

Tidak seorang pun diperbolehkan memproduksi, mereproduksi, menerbitkan atau menyebarkan informasi terlarang. Penyedia konten berita dan pembaca harus mendaftar menggunakan nama asli mereka, demikian ketentuan itu.

Meskipun peraturan tersebutbaru mulai berlaku pada tanggal 1 Juni, penyensoran yang lebih ketat telah mulai dirasakan.

Sebuah sumber media gereja yang beroperasi di luar China menggunakan WeChat untuk menjangkau pembaca di daratan itu, namun berulang kali gagal menghindari penyensoran saat mengunggah program audio visual baru-baru ini.

“Penyensoran mulai terasa, kami mempertimbangkan untuk membuat situs web kami sendiri, lagipula, platform WeChat tidak berada di bawah kendali kami,” kata John, direktur media Katolik, yang tidak ingin mengungkapkan nama lengkap.

WeChat adalah aplikasi media sosial yang populer dengan 600 juta pengguna terdaftar di China. Selain akun individual, akun ini juga menyediakan akun publik untuk individu, pemerintah, media, dan perusahaan terkenal untuk menyebarkan pesan dan meningkatkan popularitas mereka.

“Kami telah membaca laporan tentang peraturan baru tersebut namun belum banyak informasi mengenai hal tersebut, jadi kami telah memikirkan cara untuk mengatasi situasi ini setelah diimplementasikan,” kata John.

Agama sebagai target

China memiliki 731 juta pengguna internet dan 91 persen menggunakan ponsel mereka untuk online, sampai Januari. Menurut Administrator Cyberspace, ketentuan tersebut dirumuskan pada awal tahun 2005 namun tidak dapat menandingi perkembangan yang cepat seperti “berita palsu,” berita berbayar dan penyimpangan lainnya -yang menurut negara – telah melanggar kepentingan pengguna internet.

Pihak berwenang meningkatkan kampanye mereka untuk mengendalikan internet pada tahun 2014 ketika Presiden Xi Jinping menjadi Pemimpin Kantor Pusat untuk Urusan Cyberspace. Dia menekankan masalah kedaulatan jaringan dua kali di kelas studi Politbiro Komunis pada bulan Oktober 2016 dan sekali lagi pada pembukaan Konferensi Internet Dunia Ketiga pada bulan November 2016.

Konten religious  juga disorot oleh Xi dalam Konferensi Nasional pekerja Keagamaan pada bulan April.

Menghapus berita keagamaan di media sosial

Evangelisasi online dan konten religius di media sosial berjuang keras baru-baru ini dan tidak jelas bagaimana situasi baru akan mempengaruhi hal-hal terkait.

Lebih dari 50 keuskupan, paroki dan kelompok awam Katolik telah mendaftarkan akun publik WeChat untuk mempromosikan kegiatan gereja, berita dan pengetahuan katekese. Namun, sejumlah akun stagnan tanpa ada hal-hal baru.

Sejak Februari, orang Kristen mengeluh bahwa program audio mereka telah dihapus dari Ximalaya, situs web podcast dan aplikasi seluler populer dengan 200 juta pengguna.

Seorang pengelola web keuskupan di China timur mengatakan kepada ucanews.com bahwa petugas urusan agama telah memeriksa isi akun publik WeChat mereka baru-baru ini.

“Mereka mengeluarkan banyak berita yang di-tweet ulang dari media lain, terutama acara-acara besar gereja dengan banyak peserta. Para pejabat hanya ingin semua orang mempraktikkan iman mereka di rumah,” kata seorang pengelolah  web yang tidak ingin disebutkan namanya.

Stephen, seorang pengelolah web di China utara, percaya bahwa ketentuan baru tersebut didorong karena latar belakang penggunaan media sosial yang semakin berada di luar kendali pemerintah dan konflik yang muncul di antara fraksi politik di Partai.

“Banyak orang membagikan berita dari luar yang mana pihak otoritas tidak ingin diketahui publik. Jadi pihak berwenang hanya menarik garis untuk semua dan tidak membiarkan anda berbicara,” kata Stephen, dan menambahkan bahwa akan sangat sulit untuk mendapatkan lisensi di bawah peraturan baru ini.

Menurut Stephen ketentuan tersebut tidak akan mempengaruhi mereka untuk sementara karena berita keuskupan tidak menarik banyak perhatian sementara “sasarannya adalah untuk mencegah media sosial agar tidak menimbulkan kabar buruk yang berkaitan dengan pemerintah.”

Stephen mengatakan bahwa “tweet dan berita tentang penganiayaan terhadap gereja, penahanan pendeta, perselisihan tentang properti gereja dan penahbisan gelap tanpa persetujuan paus akan disensor.”

“Jika memang begitu, kita hanya bisa mengandalkan media gereja di luar China untuk menyuarakan kita,” kata Stephen.

Di provinsi Shanxi tengah, pengelolah web lain, Pastor Francis mengatakan bahwa dia akan “mencoba untuk tidak mempublikasikan sesuatu yang radikal di mata pihak berwenang.”

Imam tersebut mengatakan bahwa dia memahami langkah-langkah baru tersebut karena “situasi dalam negeri sangat kompleks” namun dia tidak setuju mengenai bagaimana hal itu dilakukan.

“Sebaliknya, pihak berwenang harus mencari tahu dan memperbaiki masalah untuk memadamkan kemarahan masyarakat dan memberi kebebasan kepada orang-orang dan kedamaian batin,” kata Pastor Francis.

Link: China’s new internet rules further restricts religious content

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi