UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Banyak tantangan menanti Presiden Timor-Leste yang baru

Mei 24, 2017

Banyak tantangan menanti Presiden Timor-Leste yang baru

President Timor-Leste yang baru dilantik Francisco Guterres (kiri) dan pendahulunya Taur Matan Ruak berpelukan dalam acara pelantikan di Dili. (Valentino Dariell De Sousa/ AFP)

Presiden baru Timor Leste Francisco Guterres mewarisi sebuah negara yang masih mengalami berbagai masalah serius seperti pendidikan, kebutuhan lapangan kerja yang tinggi, dan kemiskinan.

Dalam upacara pelantikan Dili pada tanggal 20 Mei, Guterres yang dikenal sebagai Lu-Olo bersumpah untuk mengatasi masalah ini, mengejar pembangunan berkelanjutan dan mempromosikan persatuan nasional.

Dalam pidato pengukuhannya, Lu-Olo, yang menjadi presiden keempat Timor-Leste – menggantikan Taur Matan Ruak – meminta rakyat Timor-Leste untuk bersatu dan bekerja sama untuk memperbaiki kehidupan mereka.

“Sekarang, setelah 15 tahun kemerdekaan, kita menghadapi tantangan yang sulit untuk membebaskan diri dari kemiskinan,” katanya.

“Mari bekerja sama untuk memperbaiki kehidupan masyarakat kita,” tambahnya.

Kemiskinan di Timor-Leste menurun, menurut pemerintah, tingkat kemiskinan nasional telah turun dari 50,4 persen di tahun 2007 menjadi 41,8 persen pada tahun 2014.

Namun, angka kemiskinan masih tinggi dengan banyak orang yang masih hidup tanpa listrik atau sanitasi, kekurangan gizi, pengangguran dan pendidikan yang buruk.

Presiden baru tersebut mengatakan bahwa negara tersebut telah menempuh perjalanan jauh sejak kemerdekaan 15 tahun yang lalu namun masih memiliki jalan yang panjang.

Satu hal yang menjadi perhatian penting adalah standar pendidikan yang buruk

Luis Ribeiro Goncalves, 40, seorang guru di SMA Bazartete di distrik Liquica, sebelah barat Dili, mengatakan bahwa sekolah di daerahnya dan di banyak distrik lainnya dalam kondisi buruk, kekurangan fasilitas dan buku teks.

“Saya harap presiden baru ini akan memperhatikan masalah ini dengan serius,” kata Goncalves.

Dia berharap pemerintah akan menyediakan lebih banyak dana untuk pendidikan dan menambah $ 26 juta pada tahun ini sehingga dari $ 103 juta menjadi $ 129 juta.

Anggaran nasional Timor-Leste untuk tahun 2017 ditetapkan sebesar $ 1,3 miliar.

Isu lain yang dihadapi Lu-Olo adalah apa yang harus dilakukan dengan  dana minyak negara, yang menyediakan 90 persen anggaran tahunan untuk negara tersebut.

Dana tersebut disiapkan untuk membantu negara berkembang dari pendapatan surplus dari penjualan minyak dan gas yang diperkirakan akan habis dalam beberapa tahun ke depan.

Dalam pidatonya, Lu-Olo juga mengatakan bahwa dia akan menetapkan batas demarkasi perbatasan maritim dan darat permanen, mengacu pada perselisihan lama dengan Australia mengenai hak atas cadangan minyak dan gas senilai US $ 40 miliar di Laut Timor.

Namun, pemerintah baru, menurut LSM Lao Hamutuk, perlu mengurangi ketergantungannya pada minyak dan gas bumi dan “mengembangkan ekonomi non-minyak, meningkatkan pendapatan domestik dan menggunakan dana publik secara bijaksana.”

“Ada kebutuhan untuk memanfaatkan pertanian dan pariwisata,” katanya, karena mayoritas warga Timor-Leste adalah petani.

“Anggaran negara harus dibelanjakan lebih banyak untuk kesehatan, pendidikan, pertanian dan pembangunan jalan di daerah pedesaan sehingga petani dapat mengangkut produk mereka dengan mudah ke kota-kota,” kata Adilson da Costa, seorang peneliti Laos Hamutuk.

Pastor Julio Crispim Ximenes Belo, kepala komisi keadilan dan perdamaian di Keuskupan Dili meminta pemerintah untuk tidak melupakan orang miskin.

“Presiden harus mendorong pembangunan ekonomi yang tidak mengasingkan orang miskin,” kata Pastor Belo.

Meski perannya terutama seremonial, ia harus bisa menciptakan stabilitas nasional, sebuah kondisi yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi, kata imam tersebut. (Thomas Ora)

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi