Seorang pastor di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, mendukung upaya penduduk desa yang berusaha melindungi mata air untuk mengantisipasi masa kekeringan
Saat ini, 22 desa di empat kecamatan menyusun peraturan yang berisi perintah untuk menanam pohon di dekat mata air dan larangan membabat hutan dalam jarak 200 meter dari sumber mata air karena pepohonan membantu menahan air.
Langkah untuk melindungi 174 mata air itu muncul setelah Forum Petani Independen, sebuah organisasi non-pemerintah, melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan mempengaruhi pasokan air.
Heribertus Naif, manajer program di LSM tersebut, mengatakan bahwa peraturan dibutuhkan “karena wilayah itu merupakan kawasan rawan kekeringan di provinsi Nusa Tenggara Timur.”
Romo Tasman Ware dari Paroki Reinha Rosari di Hale Hebing ikut mempersiapkan peraturan tersebut.
“Gereja pasti mendukung rencana tersebut,” katanya.
“Rencananya sesuai dengan ensiklik Paus Frasiskus “Laudato si”, yang merupakan seruan untuk melindungi bumi bagi semua ciptaan termasuk manusia,” kata imam tersebut kepada ucanews.com.
Sergius Solo, kepala desa Dobo Nuu Apu, mengatakan bahwa desanya menggunakan sepuluh mata air.
“Kami memiliki banyak air selama musim hujan tapi ketika musim kemarau datang, terutama pada bulan Juni dan Juli, mata air menjadi lebih kecil. Beberapa bahkan mengering,” katanya.
Dia yakin peraturan baru tersebut, yang diperkirakan selesai pada 2018, akan mencakup hukuman yang berat.
“Pelanggar akan membayar denda, yaitu untuk memberi nasi dan daging babi kepada seluruh warga desa,” tambahnya.