Konferensi Waligereja Indonesia telah mengeluarkan surat pastoral setelabl 45 halaman untuk menekankan kembali komitmen gereja dalam memerangi korupsi yang merajalela di negara ini.
Surat tersebut merupakan tindak lanjut dari pastoral yang dikeluarkan oleh para uskup dalam pertemuan tahunan mereka, November 2016.
Uskup Atambua Mgr. Dominikus Saku, ketua Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau, kepada ucanews.com mengatakan bahwa pertarungan melawan korupsi harus berkelanjutan dan dilakukan secara sistematis, strategis, taktis dan dalam skala besar.
Menurut indeks persepsi korupsi Transparansi Indonesia, Indonesia berada di peringkat ke-90 dari 176 negara.
Data dari Indonesia Corruption Watch mengungkapkan bahwa selama periode 2010-2015, 110 bupati dan 14 gubernur terjebak dalam skandal korupsi.
Romo Siprianus Hormat, Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia, mengatakan bahwa surat tersebut menggambarkan tindakan yang harus dilakukan setiap orang Katolik untuk memerangi korupsi melalui komitmen pribadi dan kolektif.
“Sikap tegas Gereja Katolik mengingatkan kita bahwa kita harus tahan terhadap setiap godaan korupsi dan mengilhami kita untuk mengembangkan praktik tata pemerintahan yang baik,” kata Yudas Sabbagalet, bupati Mentawai di Sumatera Utara.
Sementara itu, Arman Suparman, seorang peneliti otonomi daerah, mengatakan surat pastoral itu penting karena korupsi sudah marak, terutama di lembaga pemerintah.
Suparman mengingatkan bahwa gereja juga harus memberikan contoh yang baik dengan memerangi korupsi dalam hirarki dan setiap keuskupan atau paroki harus memprioritaskan transparansi dalam pengelolaan keuangan.
“Tidak cukup hanya mengeluarkan surat pastoral ini. Gembala yang baik harus menjadikan jalan hidup mereka untuk memberantas korupsi,” kata Arman.