UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Menciptakan Peradaban Kasih di Keuskupan Agung Semarang

Juni 22, 2017

Menciptakan Peradaban Kasih di Keuskupan Agung Semarang

Uskup Agung Semarang Mgr Robertus Rubiyatmoko mengaku prihatin dengan bertumbuhnya kelompok radikal di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Sebagai pemimpin baru Keuskupan Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko sangat prihatin dengan munculnya kelompok radikal di keuskupan tersebut yang meliputi provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta.

“Yang mengejutkan saya adalah bahwa banyak kaum muda mengidolakan tokoh radikal, dan ini menunjukkan jiwa mereka yang memberontak,” kata prelatus yang ditahbiskan sebagai uskup agung pada 19 Mei lalu.

Paus Fransiskus menunjuknya sebagai uskup agung keenam Semarang pada tanggal 18 Maret untuk menggantikan Uskup Agung Johannes Maria Trilaksyanta Pujasumarta yang meninggal dua tahun lalu.

Salah satu tindakan pertama yang dilakukan Uskup Agung Rubiyatmoko, 53, adalah bertemu dengan para provinsial dari tarekat religius yang menjalankan institusi pendidikan untuk membahas masalah ini.

Ada 493 sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai universitas di keuskupan agung yang memiliki empat vikariat yakni Semarang, Surakarta, Kedu dan Yogyakarta,  dan melayani sekitar 400.000 umat Katolik di 98 paroki dan stasi.

“Sekolah Katolik harus menghadapi ini, meningkatkan nilai hidup bersama secara harmonis di antara para siswa, yang juga orang non-Katolik,” kata Uskup Agung Rubiyatmoko, yang ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1992.

Dalam waktu dekat, dia akan bertemu dengan komisi pendidikan keuskupan agung dan dewan pendidikan Katolik untuk menyusun kurikulum terpadu yang akan diperkenalkan di sekolah-sekolah Katolik.

“Diharapkan bahwa sekolah Katolik dapat menghasilkan semangat nasionalisme bagi yang Katolik maupun non-Katolik,” katanya.

Visi dan misi

Kepedulian Mgr. Rubiyatmoko berjalan seiring dengan visi keuskupan agung untuk periode 2016-2035, yaitu untuk menumbuhkan peradaban cinta dalam masyarakat yang sejahtera, bermartabat dan setia di Indonesia.

“Visi tersebut mendorong kita untuk memikirkan keuskupan agung kita dan bagaimana keuskupan agung ini dapat memainkan peran penting yang mempengaruhi seluruh masyarakat,” katanya.

Untuk mewujudkan visi tersebut, keuskupan agung akan meluncurkan beberapa program termasuk meningkatkan kualitas hidup orang miskin dan orang cacat, mendorong umat Katolik untuk berpartisipasi aktif dalam mempromosikan kebijakan publik yang adil, mengadakan pembinaan iman yang berkelanjutan, memberikan pendidikan yang komprehensif, dan membangun kerjasama.

Strategi tersebut mencakup penguatan kerja sama antara pria religius dan wanita dan orang awam, memberikan perhatian serius pada pastoral keluarga, dan mengembangkan semangat pluralisme.

“Saya tidak bisa bekerja sendiri dalam hal ini, jadi saya akan merangkul para imam karena mereka adalah motivator,” katanya.

Keuskupan agung – yang terbentuk 14 Desember 1904 ketika Pastor Fransiscus van Lith membaptis 171 penduduk desa di Sendangsono, di distrik Kulon Progo Yogyakarta – memiliki lebih dari 400 imam, dan memiliki sekitar 1.250 religius pria dan wanita.

“Kita perlu proaktif, mencari dan menyelamatkan,” katanya.

Moto uskup agung ini adalah mencari dan menyelamatkan atau dalam Latin quaerere et salvum facere, yang diambil dari Lukas 19:10.

“Ini bukan sesuatu yang baru, ini adalah pengalaman imamat saya, saya menyadari bahwa banyak orang membutuhkan pertolongan,” kata Uskup Agung Rubiyatmoko, yang sebelum penunjukan episkopal bertugas sebagai vikaris Keuskupan Agung Semarang dan juga seorang formator di Seminarit Tinggi St. Paulus  dan dosen Fakultas Teologi Wedabhakti Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta. Dia juga asisten pastor di Paroki Santa Maria Asumpta Sleman.

Tantangan

Keuskupan Agung Semarang menghadapi tantangan dalam memperkuat iman umat Katolik.

“Umat Katolik disini tinggal di dalam masyarakat yang beragam. Dan kenyataan bahwa intoleransi telah muncul. Jawa Tengah dan Yogyakarta telah menjadi tempat bagi kelompok radikal. Ini adalah ancaman serius bagi gereja,” kata Uskup Agung Rubiyatmoko.

Jawa Tengah dan Yogyakarta memiliki 68,2 juta orang yang terdiri dari umat Budha, Katolik, Konghucu, Hindu, Muslim dan Protestan serta pengikut kepercayaan tradisional.

Ancaman sosial seperti aborsi, seks bebas dan narkoba, juga perlu diatasi, katanya.

Selama beberapa tahun terakhir, keuskupan agung telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki formasi iman di antara umat awam. Yang paling penting adalah untuk mendorong umat Katolik agar tidak eksklusif.

“Kedengarannya mudah. ​​Dalam prakteknya, tidak akan sesederhana itu,” kata Mgr Rubiyatmoko

 

ucanews.com

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi