UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Komunitas Awam Katolik Indonesia Bantu Warga Muslim Merayakan Idul Fitri

Juni 24, 2017

Komunitas Awam Katolik Indonesia Bantu Warga Muslim Merayakan Idul Fitri

Anak-anak Muslim menerima parcel dari Komunitas Sant'Egidio setelah acara buka puasa bersama di SD St. Maria, Jakarta, 19 Juni 2017.

Ahmad Kodir, 54, seorang tukang becak, tinggal di Sunter, Jakarta Utara, pertama kali menghadiri acara buka puasa Ramadan tahun 2010, yang diadakan oleh komunitas awam Katolik.

Terlepas dari kritik dan tekanan negatif dari sejumlah warga Muslim yang meminta dia untuk tidak menghadiri acara yang diselenggarakan oleh komunitas Kristiani, Kodir tetap datang ke acara tersebut setiap tahun, bertemu dengan orang lain dan membangun persahabatan.

“Kami, orang miskin, tidak memiliki masalah apa pun dibantu oleh agama lain. Keluarga saya dan saya sendiri masih Muslim dan bahkan kami dibantu menjadi seorang Muslim yang lebih baik,” kata ayah empat anak ini.

Tahun ini, acara buka puasa bersama diadakan pada 18 Juni di pelataran Sekolah Dasar St. Maria, yang dikelola oleh Kongregasi Suster-suster St. Ursula (OSU). Sebanyak  450 warga Muslim yang kurang mampu, termasuk pemulung, tukang becak, pengemis, tukang semir sepatu and tukang parkir menghadiri acara tersebut.

Sebelum buka puasa bersama, acara itu diisi dengan lagu-lagu, permainan, siraman rohani Ramadan, shalat  dan makan bersama.

Komunitas Sant’Egidio, yang didirikan di Indonesia tahun 1990, kini memiliki 16 cabang di seluruh tanah air dan memiliki sekitar 600 anggota. Kantor pusatnya di Roma, Italia, didirikan tahun 1968.

Sesuai dengan mottonya: “Persahabatan dengan orang miskin,” Sant’Egidio mendirikan Sekolah Damai untuk mempromosikan perdamaian, buka puasa dan Makan Siang Natal untuk orang miskin, serta melayani lansia, para napi dan tunawisma.

Delia Ety, 37,  seorang pemulung di kawasan Kota, Jakarta Barat, juga menghadiri acara tersebut bersama tiga anggota keluarganya.

“Saya senang bisa menerima tiga parcel dan berterima kasih kepada Sant’Egidio,” katanya kepada ucanews.com.

Dia menambahkan bahwa anggota Sant’Egidio kadang mengunjungi keluarganya di rumah, untuk menghibur mereka dan membawa makanan.

Ustadz Ahmad Rosyadi, dari sebuah pesantren di Jagakarsa, Jakarta Selatan, memimpin siraman rohani Ramadan dalam acara tersebut. Dia meminta rekan-rekan Muslimnya untuk melakukan perbuatan baik, dan saling menghormati satu sama lain dan juga agama-agama lain.

Radikalisme dan fanatisme terjadi, katanya, karena beberapa orang keliru menafsirkan Alquran. Jadi “generasi muda perlu mempelajari Alquran atau Hadits dengan baik.”

“Kita tidak boleh mengikuti ajaran yang ditemukan melalui Google, YouTube dan media sosial. Kita harus belajar dari ulama yang baik yang bukan radikalisme,” katanya kepada ucanews.com.

Para relawan dari Komunitas Sant’Egidio membantu acara buka puasa bersama dengan warga Muslim yang kurang mampu.

 

Petrus Hironimus Wirsun, koordinator acara tersebut, mengatakan kehadiran komunitas tersebut untuk membantu menciptakan persahabatan dengan warga Muslim yang kurang mampu.

“Tujuan kami adalah mewartakan Injil melalui pelayanan konkret tetapi kami tidak melakukan Kristenisasi,” katanya.

Eveline Winarko, koordinator Komunitas Sant’Egidio Indonesia mengatakan bahwa komunitas itu melayani warga miskin tersebut pada Jumat dan Minggu setiap pekan dengan menyediakan makanan dan menghibur mereka. Sekarang 85 siswa juga sedang menghadiri Sekolah Damai. Para siswa tersebut diajarkan tentang perdamaian, solidaritas, menghormati orang lain dan latar belakang mereka.

Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo memuji komunitas itu atas upaya dan kontribusi mereka serta menjadi pioneer mengadakan Makan Siang Natal untuk warga yang kurang mampu.

“Komunitas ini melibatkan ribuan sukarelawan dan merupakan contoh yang baik untuk menyebarkan ‘virus belarasa’,” kata Uskup Agung Suharyo kepada ucanews.com.

Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengatakan pelayanan mereka membantu mengangkat martabat orang-orang yang nasibnya kurang beruntung.

 

Misa ditunda untuk menghormati warga Muslim shalat Id

 

Masjid Istiqlal, sebuah masjid terbesar di Asia Tenggara, terletak persis di seberang Katedral Jakarta. Setiap Ramadan, ribuan umat Muslim berduyun-duyun ke masjid itu untuk menghadiri shalat Idul Fitri.

Uskup Agung Suharyo mengatakan kepada ucanews.com, 19 Juni, pihaknya mendukung tetangganya setiap tahun dengan menyediakan parkir di halaman katedral.

“Karena perayaan Idul Fitri tahun ini jatuh pada hari Minggu, 25 Juni, maka Misa-misa di katedral  ditunda,” katanya.

Misa-misa hari Minggu biasanya diadakan  mulai pagi namun ditunda ke siang hari dan hanya empat kali Misa dari biasanya enam kali.

Ia mengatakan kebijakan tersebut berdasarkan Surat Sembala Keuskupan Agung Jakarta dengan mengusung tema “Amalkan Pancasila: Makin Adil, Makin Beradab”.

Pastor Romo Hani Rudi, pastor kepala Paroki St. Maria Diangkat ke Surga Katedral, mengatakan bahwa parokinya “ingin mewujudkan toleransi terhadap saudara dan saudari Muslim kita.”

Ketua Majelis Ulama Indonesia, Amidan, mengatakan bahwa dia menyambut baik kebijakan Gereja Katolik, khususnya katedral.

“Ini adalah sebuah toleransi yang luar biasa yang ditunjukkan Gereja Katolik terhadap umat Muslim,” kata Amidan kepada ucanews.com.

Sumber: ucanews.com

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi