UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Demo Menuntut Keadilan bagi Papua Berujung Penangkapan

Agustus 17, 2017

Demo Menuntut Keadilan bagi Papua Berujung Penangkapan

Polisi mencoba menangkap pendemo yang ikut dalam protes menuntut referendum di Papua, 15 Agustus 2017.

Sekitar seratus orang ditangkap saat demonstrasi di beberapa kota di Indonesia untuk menandai ulang tahun ke-55 kesepakatan yang membuat Papua Barat menjadi bagian dari Indonesia.

Demonstrasi yang diselenggarakan Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia untuk Papua Barat, diadakan bersamaan pada 15 Agustus di beberapa kota besar di Jawa, seperti Yogyakarta, Semarang, Malang dan Jakarta.

Menurut LBH Jakarta, polisi bergerak cepat untuk menghalau demonstran yang menuntut referendum untuk menentukan nasib sendiri.

“Hampir 100 orang ditangkap dan puluhan lainnya cedera,” kata Veronica Koman, seorang pengacara hak asasi manusia, dan menambahkan bahwa mereka yang ditangkap “dibebaskan setelah diinterogasi.”

Di Jakarta, polisi melarang orang Papua melakukan demonstrasi di luar Istana Negara dan memicu bentrokan yang mengakibatkan penangkapan semua atas semua pendemo.

Aksi protes tersebut diadakan untuk memperingati ulang tahun ke 55 Perjanjian New York pada tahun 1968, sebuah kesepakatan yang diperantarai AS dimana Belanda setuju untuk mengalihkan kekuasaan atas Papua Barat ke Indonesia, sambil menunggu referendum yang diatur oleh PBB.

Kesepakatan tersebut, yang tidak diputuskan oleh orang Papua, membuka jalan bagi Undang-Undang Pilihan Bebas 1969 yang memberi Indonesia kendali atas bekas Belanda Nugini.

Sejak saat itu terjadi insiden perlawanan.

Frans Nawipa, koordinator Aliansi Mahasiswa Papua mengatakan bahwa sejak kesepakatan tersebut dimanipulasi, maka Indonesia harus memberikan hak penentuan nasib sendiri ke Papua.

“PBB juga harus secara aktif terlibat dalam proses yang adil dan demokratis terhadap penentuan nasib sendiri karena peran aktifnya dalam membiarkan pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia,” tambahnya.

Nawipa juga menuntut penarikan militer dari Papua sebagai syarat damai.

“Jika ini tidak dilakukan, maka kekerasan [yang dilakukan oleh pihak berwenang] tidak akan berhenti,” katanya.

Meskipun memiliki sumber daya yang kaya, Papua termasuk wilayah paling miskin di Indonesia dan penembakan warga sipil sangat umum terjadi, kata para aktivis.

Menurut Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, telah terjadi 16 penembakan di Papua sejak Agustus tahun lalu – tidak satupun pelaku ditangkap. Yang terakhir adalah pada 1 Agustus di mana satu orang tewas dan tujuh terluka.

Mengacu pada demonstrasi tersebut, Pastor John Djonga, seorang aktivis hak asasi manusia, mengatakan bahwa tidak ada tanda-tanda aparatur negara mengakhiri intimidasi orang-orang Papua.

“Selama mereka [pemrotes] tidak menggunakan kekerasan, negara harus membiarkan mereka menyuarakan aspirasi mereka. Ini adalah bagian dari demokrasi dan kebebasan berekspresi,” katanya.

Baca juga: Indonesian police arrest hundreds at Papua protests

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi