UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Partai Komunis China Perketat Cengkeraman Terhadap Agama

September 14, 2017

Partai Komunis China Perketat Cengkeraman Terhadap Agama

Dalam foto ini terlihat seorang imam dan umat Kristen di China menghadiri Misa Natal di salah satu gereja Katolik di Beijing. (Foto Wang Zhao/AFP)

Para pengamat gereja Katolik dengan suara bulat menyampaikan prediksi bahwa pemerintah China akan semakin memperketat pembatasan terhadap agama atas nama “undang-undang” setelah Kongres Nasional Partai Komunis China ke-19 yang akan diselenggarakan dari tanggal 18 Oktober.

Pada musim panas lalu, pemerintah komunis terus memperketat cengkeraman mereka terhadap orang-orang Kristen dengan setidaknya empat pemerintah daerah di seluruh China mengeluarkan pemberitahuan yang membatasi anak-anak untuk pergi ke gereja atau menghadiri kegiatan keagamaan.

Para imam di Cina tidak yakin dengan perkembangan urusan agama setelah kongres karena kebijakan agama pemerintah tidak akan berubah dan pejabat baru yang ditunjuk akan sangat antusias untuk menampilkan keahlian mereka dalam mengekang agama-agama sesuai dengan garis Partai.

“Bahkan jika kebijakan domestik berubah, kebijakan agama tidak pernah berubah, hanya akan menjadi lebih ketat,” kata seorang imam.

Anthony Lam Sui-ki, sekretaris eksekutif Holy Spirit Study Center di Hong Kong, menggambarkan situasi saat ini di China cukup pelik.

“Pemerintah China saat ini tampaknya memiliki mysophobia yang parah, tidak memungkinkan orang untuk memiliki perkembangan pribadi, pemikiran dan perilaku mereka harus mengikuti jejak pemerintah. Dengan kata lain, 1,3 miliar orang dipaksa masuk ke dalam cetakan yang sama,” katanya.

“Di masa lalu, pejabat agama menutup mata terhadap hal-hal sepele di gereja, tapi sekarang semua itu diawasi sangat ketat, bahkan hal-hal yang sangat kecil pun tidak boleh lepas dari pengamatan, jadi perkembangan urusan keagamaan saat ini di China memang mengkhawatirkan,” katanya kepada ucanews.com.

Lam lebih lanjut mencatat bahwa menghadiri Misa, mencetak buku-buku agama, pengembangan spiritual, dan program sejenis lainnya untuk pemerintah China, tidak hanya menjadi urusan pribadi tapi masalah negara.

Dia membandingkannya dengan konsep “negara pertama” yang dipromosikan oleh Partai Komunis sejak 1949: Bahwa seseorang harus benar-benar mematuhi negara tersebut karena rezim komunis percaya hanya jika negara tersebut semakin kuat, warganya akan memiliki nilai mereka sendiri.

Dalam mode berpikir ini, Lam percaya bahwa urusan keagamaan akan semakin diperketat di bawah kepemimpinan Xi Jinping yang kuat.

“Secara khusus, karena China menjadi lebih kaya, pemerintah dapat menggunakan banyak teknologi canggih untuk memantau setiap gerakan rakyat. Seperti sebelumnya, setelah penghancuran salib, pihak berwenang telah mengganti CCTV yang beresolusi rendah untuk memantau gereja-gereja dan umat beriman. Umat ​​Katolik lokal tidak akan berani bertindak ‘gegabah,’ “kata Lam.

Hal lain yang harus diselesaikan oleh kongres adalah pengangkatan kepemimpinan baru.

Lam sependapat dengan pandangan bulat para pengamat China bahwa pengangkatan kembali Xi Jinping sebagai presiden tidak dapat dielakkan dan pemerintahan barunya harus mengikuti gaya kepemimpinannya.

“Sebuah peribahasa China, ‘perwira baru memulai dengan tiga semangat,’ yang berarti bahwa pejabat baru ingin menunjukkan kinerjanya, dengan tidak hanya mengikuti perintah bos dengan sering mengintensifkan hal itu,” kata Lam.

Or Yan Yan, pegawai Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Hong Kong, tidak terlalu berharap urusan agama China dapat berlalu dari kerangka cinaisasi, yang secara resmi dianjurkan  oleh Xi di Konferensi Nasional untuk Pekerjaan Keagamaan, sebuah pertemuan puncak yang jarang diadakan, pada 2016.

“Kami juga telah melihat bahwa ruang publik (untuk debat) seperti internet sudah diawasi dengan ketat oleh pemerintah,” kata Or.

“Ini terkait dengan kebebasan beragama dan cerminan kebebasan beragama terus berkerut,” katanya. “Dengan pengangkatan kepemimpinan baru, saya tidak optimis dengan perkembangan agama di China.”

Selain the 2016 meeting on religious work , the Central United Front Work Meeting pada 2015 juga membahas urusan keagamaan.

Ying Fuk-tsang, direktur sekolah Teologi di Universitas Hong Kong, Cina, mencatat bahwa pemerintah China merancang sebuah dokumen konsultasi mengenai urusan keagamaan pada saat itu.

Salah satu syarat yang menimbulkan kekhawatiran luas adalah departemen urusan keagamaan negara tersebut yang menetapkan tempat kegiatan sementara untuk gereja rumah, gereja yang tidak terdaftar, gereja bawah tanah, Cabang-cabang denominasi Protestan yang dianggap ilegal.

“Apakah hanya menetapkan tempat atau ada sesuatu yang lebih dari ini? Apa tujuan di balik tindakan tersebut? Ini sangat mengkhawatirkan,” kata Ying kepada ucanews.com.

“Masih belum diketahui apakah dokumen konsultasi akan dilaksanakan setelah kongres tapi jika akan diperkenalkan di masa depan, masyarakat harus memperhatikan perinciannya – karena iblis selalu ada dalam rincian,” katanya.

 

Baca juga: Chinese Communist Party…

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi